Sudah setahun lebih penyair Vivi Lestari berpulang sejak April 2017 lalu.
Kini melalui program Dialog Sastra #60 Bentara Budaya Bali (BBB) akan mengetengahkan diskusi mengenai capaian karya-karya puisi Putu Vivi Lestari. Agenda yang akan berlangsung pada Jumat, 18 Mei 2018 itu, sekaligus sebentuk obituari bagi Vivi.
Putu Vivi Lestari merupakan salah satu penyair muda yang sangat berbakat dan tumbuh pada pertengahan 1990-an. Selain menulis puisi, dia juga aktif di Teater Angin SMA 1 Denpasar. Dia juga rajin menyiarkan puisi, prosa liris, dan esai di ruang apresiasi sastra Bali Post Minggu yang diasuh Umbu Landu Paranggi.
Karyanya banyak menyuarakan tentang persoalan perempuan dalam kaitannya dengan urusan tubuh, domestik, budaya patriarki, dan berbagai persoalan lainnya.
Obituari bagi Putu Vivi Lestari ini menghadirkan bedah dan diskusi buku puisi “Ovulasi yang Gagal”, buku antologi puisi tunggalnya yang diterbitkan oleh Pustaka Ekspresi, 2017. Sebagai pembicara yakni Made Sujaya dan Puji Retno Hardiningtyas dipandu oleh Wayan Jengki Sunarta.
Acara dimaknai pula pemutaran video “Vivi di Mata Kawan-kawan”, musikalisasi puisi oleh Teater Cakrawala dan teaterisasi puisi oleh Teater Sangsaka, pembacaan puisi oleh Pranita Dewi, Dewi Pradewi, Wulan Saraswati, dan Muda Wijaya, serta orasi budaya oleh Wayan Juniartha, wartawan The Jakarta Post dan Ketua Program Indonesia UWRF.
Program Obituari ini ditandai pula acara testimoni dari rekan dan sahabat, yang merefleksikan kehangatan persahabatan serta pergaulan kreatif mereka selama ini.
Bentara Budaya Bali pernah menggelar acara Obituari bagi penyair Wayan Arthawa, pelukis Wahyoe Wijaya, kurator seni rupa Thomas Freitag, koreografer dan penari I Nyoman Sura, pematung I Ketut Muja, serta kartunis dan cerpenis I Wayan Sadha, aktor teater Kaseno, pelukis Tedja Suminar serta maestro tari Ida Bagus Oka Blangsinga.
Obituari adalah program penghormatan pada dedikasi, totalitas dan capaian para seniman lintas bidang, serta aktif membangun atmosfir pergaulan kreatif yang produktif, diantara melalui partisipasinya pada agenda seni budaya di Bentara Budaya Bali. Selain menghadirkan kembali karya-karya unggul mereka juga akan ada bincan warisan kreativitas berikut sumbangsihnya pada kemajuan seni budaya.
Selain menulis, Vivi bekerja sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Pada 2007, Vivi menikah dengan pelukis Ketut Endrawan. Mereka dikarunia dua anak. Pada tanggal 8 April 2017, Vivi menghembuskan nafas terakhir di RSUP Sanglah, Denpasar.
Puisi-puisi Vivi pernah dimuat di Kompas, Bali Post, Bali Echo, Suara Merdeka, Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal PUISI, Majalah Coast Lines, Pikiran Rakyat, Majalah Sastra Horison, Media Indonesia, dan Jurnal Kebudayaan CAK.
Puisi-puisinya juga bisa dijumpai dalam sejumlah antologi bersama, antara lain Angin (Teater Angin, Denpasar, 1997), Ginanti Pelangi (Jineng Smasta, Tabanan, 1999), Art and Peace (Buratwangi, Denpasar, 2000), Karena Namaku Perempuan (FKY, 2005), Selendang Pelangi (Indonesia Tera, 2006), Herbarium: Antologi Puisi 4 Kota (Pustaka Pujangga, Lamongan, 2007), dan lain-lain.
Vivi pernah meraih sejumlah penghargaan sastra, antara lain “Lima Terbaik” lomba catatan kecil yang digelar Komunitas Jukut Ares Tabanan (1999), “Sepuluh Terbaik” lomba cipta puisi pelajar SLTA tingkat nasional yang diadakan Jineng Smasta-Tabanan (1999), Juara II lomba cipta puisi dalam pekan orientasi kelautan yang diadakan Fakultas Sastra Unud (1999), “Sembilan Puisi Terbaik” Art & Peace 1999, Juara II lomba cipta puisi dengan tema “Bali pasca tragedi Kuta” (2003).
Selain pernah mengisi acara di Bentara Budaya Bali, Vivi membacakan pula puisi-puisinya pada sejumlah acara sastra tingkat nasional, antara lain Pesta Sastra Internasional Utan Kayu 2003 di Denpasar, Cakrawala Sastra Indonesia 2004 di TIM Jakarta, Ubud Writers and Readers Festival 2004, Festival Kesenian Yogyakarta XVII 2005, Printemps de Poetes 2006 di Denpasar, Temu Sastra Mitra Praja Utama VIII di Banten (2013). [b]