Kicau burung hari ini terdengar begitu meriah.
Seperti gegap gempita penonton sepak bola yang sedang merayakan gol ke gawang tim lawan, entah mereka sedang merayakan apa hari ini. Sepertinya mereka sedang berbincang tentang sesuatu yang saya sendiri tak tahu itu apa.
Bicara soal burung, fauna yang begitu banyak ragam jenisnya ini, ada sebuah cerita dari dua monyet kecil dari kota Denpasar. Kali ini mereka menceritakan sebuah kisah melalui lagu yang sebenarnya sudah mereka rilis tahun 2016, Kuko The Bird.
Kuko The Bird adalah sebuah judul lagu dari Pygmy Marmoset, dua monyet kecil yang saya sebutkan tadi. Kuko adalah tokoh fiksi dalam lagu tersebut. Sebuah burung yang hidup di sebuah desa yang tenang dan damai.
Singkat cerita, Kuko The Bird adalah sebuah pahlawan yang melindungi desanya dari serangan mereka yang jahat. Berangkat dari cerita fiksi ini, Pygmos mencoba menyajikan sebuah narasi panjang tentang Kuko ini menjadi sebuah cerita dan sandiwara radio yang acap kali kita simak di radio-radio.
Mungkin kini sudah jarang ada radio yang memutarkan sandiwara radio. Saya pun mencoba mengingat memori-memori tentang sandiwara radio yang pernah saya dengar ketika masih remaja dan hidup di daerah pelabuhan kota Makassar.
Nenek saya sebelum “pergi”, setiap saya pulang sekolah kerap duduk di ruang tamu sembari menyalakan radio tua kesayangannya mendengarkan cerita itu di radio. Tak banyak yang saya ingat tentang sandiwara radio itu, hanya potret nenek yang melekat dibenak saya. Ya, saya rindu sosok itu.
Di album yang walau hanya berisi 3 lagu ini, mungkin bisa saja di sebut album mini atau apa saja menurut teman-teman suka, silahkan. Namun album yang berdurasi sekitar lebih kurang 50 menit ini, terdapat sebuah cerita tentang Legenda Ksatria Kuko yang diceritakan secara sederhana, namun rasanya cerita-cerita di karya Pygmos yang terbaru ini masih cocok untuk era sekarang.
Pygmos kembali tidak hanya berdua dalam pengerjaan album terbaru ini, mereka banyak berkolaborasi dengan teman-teman mereka. Mulai dari cerita yang ditulis oleh musisi dan sutradara Agung Yudha, illustrator muda berbakat Sri Rizki yang mengerjakan artwork album ini dan tentunya Teater Kini Berseri yang begitu familiar di telinga teman-teman di Bali yang memainkan sandiwara ini.
Untuk urusan aransemen musik pun banyak dibantu oleh teman-teman yang sering kali diajak oleh Pygmos untuk bermain bersama. Di divisi drum ada Noriz Kiki dari Zat Kimia yang mengisi setiap dentuman di album ini. Kiki yang hampir setiap panggung Pygmos dalam setahun terakhir kerap mengisi bass pun mengisi di lagu Unknwon World.
Ada juga Fendy Rizki seorang pemain contra bass yang hampir muncul disetiap panggung pertunjukan musik di Bali juga mengisi bass untuk menambah dramatis lagu-lagu terbaru Pygmos.
Hampir 7 tahun mengenal Pygmos, perkenalan yang dimulai ketika saya bekerja di sebuah radio dan sering memutarkan lagu-lagu mereka. Bertemu, bekerja dan bersenang-senang bersama mereka selama 5 tahun. Dari satu panggung ke panggung lain, dari satu kota-ke kota lain. Dari satu cerita ke cerita lain.
Ini adalah babak baru Pygmos, sebuah konser perpisahan melepas Zenith sang biduan untuk tinggal bersama suaminya di Berlin, Jerman awal bulan Juni nanti. Sebuah konser tunggal untuk merayakan perpisahan secara paripurna.
“Pygmos itu sebagai wadah berkarya dan menggali diri secara musikal, sebagai pintu akan segala kemungkinan-kemungkinan. Konser ini sebagai pengingat bahwa setiap pertemuan tak kan lepas dari perpisahan” kata Sanjay
Pertunjukan tunggal yang diberi tajuk Legenda Ksatria Kuko ini akan berlangsung di Taman Baca Kesiman, JL. Sedap Malam no. 234, Denpasar. Akan ada pementasan dari Teater Kini Berseri yang mengisi sandiwara di album ini. Sebuah pertunjukan musik berkolaborasi dengan teater akan disajikan di akhir pekan nanti, Sabtu 27 Mei 2017. Mulai pukul 19.00 – 21.30. Hanya tersedia 100 keping album Legenda Ksatria Kuko ini.
Bukan tentang melepaskan tapi pada akhirnya kita semua akan berpisah pada waktunya. Tinggal bagaimana kita siap dengan cara apapun untuk merelakannya. Merelakan perpisahan ini, terasa getir. Namun hidup ini harus terus berlanjut dengan cara kita masing-masing. Kelak jika mereka kembali lagi yang entah itu kapan, mungkin babak baru akan dimulai lagi. Tapi siapa yang tahu kapan itu akan terjadi.
Selamat menikmati karya terbaru Pygmy Marmoset dan sampai bertemu di pertunjukan ini.