Suasana peringatan kemerdekaan Indonesia masih terasa di gang di mana saya tinggal. Minggu (24/08) ini kami merayakannya dengan berbagai lomba. Tidak masalah meski hari ulang tahun Proklamasi sudah lewat seminggu lalu. Yang penting kan semangatnya..
Sejak sekitar pukul 9 pagi, kami sudah bersiap-siap. Ada tujuh lomba dalam agustusan tahun ini. Antara lain lomba lari karung, makan krupuk, memasukkan paku ke botol, makan kacang pakai sumpit, memasukkan kecebong ke botol, lari menjepit botol, dan lari nyunjung botol. Lomba terakhir itu khusus untuk ibu-ibu, yang sebagian besar terbiasa menjunjung gebogan (bahan upacara) di atas kepala saat sembahyang.
Lomba itu diadakan di lapangan kosong di gang kami. Sebagian besar penghuni gang itu pun berkumpul di lapangan tersebut. Malah, beberapa tetangga gang pun ikut menonton meski agak jauh. Mungkin karena suara kami berlomba yang sangat riuh.
Pagi itu gang kami memang jadi riuh rendah oleh peserta maupun penonton lomba. Maklum, semua peserta dan penonton itu sebagian besar memang anak-anak. Dengan cueknya anak-anak itu berteriak selama pelaksanaan lomba. Suara megaphone ntuk mengoordinir lomba juga tak kalah kerasnya.
Hadiah lomba itu tidak jauh dari selera anak-anak, makanan dan minuman ringan. Tapi bukan hadiah yang diacri anak-anak tersebut. “Menang kalah tidak masalah. Yang penting semua semangat ikut lomba,” kaya Ayu, salah satu peserta.
Lomba itu disesuaikan dengan umur peserta. Untuk lomba makan krupuk, misalnya, semua peserta adalah anak TK. Anak saya yang belum genap dua tahun, ikut lomba ini juga. Tapi bukannya ikut lomba, dia malah dengan cueknya menarik krupuk itu dari talinya lalu melahapnya sampai habis. Penonton jadi ikut tertawa.
Tapi tidak hanya tertawa. Komang, anak perempuan yang baru masuk TK, sebaliknya. Dia menangis karena gagal makan krupuk terus. Soalnya, peserta lomba memang tidak boleh makan krupuk itu dengan tangan. Mereka harus menggigitnya dari tali.
Gelak tawa yang sama juga terjadi ketika ibu-ibu ikut lomba nyunjung botol. Ibu di gang, yang mayoritas bertubuh subur itu, harus membawa botol berisi air di kepalanya. Penuh keyakinan mereka lari di lapangan berumput dan agak bergelombang itu.
Agustusan seperti ini memang rutin kami adakan tiga tahun terakhir. Biasanya hadiah lomba dibeli dari uang iuran di gang kecil tersebut. Tahun ini pun begitu. Karena harga hadiah yang murah, maka banyak hadiah bisa dibeli meskipun duitnya pas-pasan. Tidak apa-apa, yang penting semua hepi. Apalagi usai lomba, nasi goreng swadaya warga gang juga sudah menanti.. [b]