Ratusan atau mungkin ribuan kelelawar itu terbang di atas kami.
Mereka menimbulkan suara bising yang menggema di antara tebing terjal. Kotoran dan kencing mereka keluarkan seperti bom atom yang membombardir perahu karet dan tubuh kami. Baunya menusuk hidung!
Tapi di sinilah kelebihan rute perjalanan arung jeram di Tukad Ayung, Petang. Ratusan anak tangga harus kami lalui, melewati tebing dengan pepohonan rimbun untuk menuju hulu sungai. Helm, jaket penyelamat, paddle untuk mengayuh menjadi peralatan wajib untuk dikenakan di sini.
Di ujung anak tangga, air terjun setinggi kurang lebih 20 meter menyambut kami, lengkap dengan batu-batuan besar, tebing, sungai berarus sedang dan perahu karet untuk menjelajahinya.
Keinginan untuk merekam terlalu besar hingga dengan alat terbatas pun bisa dikaryakan. Ponsel dengan waterproof case dikenakan untuk merekam cahaya dan suara sepanjang perjalanan.
Peserta berkumpul dan bersiap menerima instruksi dari pemandu
Ratusan anak tangga dilalui untuk mencapai Tukad AyungDi ujung tangga yang bersebelahan dengan tebing-tebing curam, kita memasuki tangga berputar untuk mencapai titik awal arung jeram di Tukad Ayung.Ibarat bonus akhir tahun, setelah menuruni ratusan anak tangga, kita dihadapkan pada pemandangan air terjun iniBatu-batu besar dan tebing menjadi pemandangan awal perjalanan mengarungi Tukad Ayung dengan perahu karet.
Ratusan kelelawar terbang diantara tebing yang menjadi rute perjalanan. Hati-hati saja karena selama penerbangan, mereka juga mengeluarkan kotoran yang mungkin akan mengenai kapal atau tubuh kita.Salah satu tebing tempat tinggal kelelawar.Bersantai sejenak dengan meletakkan paddle saat arus tenang.Pemandu arung jeram kami yang bertugas paling keras menyeimbangkan perahu karet dan menjaga kami berempat yang berada didalamnya.Grup lainnya mengikuti dalam arung jeram di Tukad AyungPerempuan muda ini merasakan keram kaki, bisa jadi karena jarang beraktivitas luar ruangan dan melewati beberapa arus keras dengan posisi yang salah.Di beberapa bagian perahu karet terdapat pentil angin yang saat ditekan langsung mengeluarkan angin. Sering peserta tidak sengaja menyentuhnya hingga perahu karet mengempis dan pemandu harus meniupnya secara manual (pake mulut sendiri).Di beberapa titik arus tenang, kami beristirahat.Kurang lebih dua jam perjalanan dan menjelang titik akhir perjalanan, kami diajak untuk merasakan langsung arus Tukad Ayung.Bapak-bapak ini mendapatkan Rp 30 ribu setiap mengangkat satu perahu karet kembali ke atas. Perjalanan dari tepi sungai kembali ke atas kurang lebih 300 meter dengan ratusan anak tangga dan berat rata-rata perahu yang sudah dikempiskan adalah 60 kg.Tangan bertumpu pada paddle dan berjalan tertatih-tatih menuju tempat beristirahat diatas.
enak banget kayaknya. seumur-umur cuma pernah sekali rafting. itu pun dibayarin. hihihi..