• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Saturday, May 17, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Gaya Hidup Agenda

Mengapa ‘Gajah Mada Town Festival’?

I Nyoman Darma Putra by I Nyoman Darma Putra
29 December 2008
in Agenda, Budaya, Opini
0 0
3

Oleh Darma Putra

Inisiatif Pemkot Denpasar dengan dukungan Desa Pakraman Denpasar untuk menggelar “Gajah Mada Town Festival” pada 28-30 Desember pantas disambut karena akan memberikan ruang rekreasi sosial dan apresiasi kultural. Acara budaya ini mengingatkan orang pada “Festival Gajah Mada” yang digelar 44 tahun yang lalu di tempat yang sama. Namun, satu pertanyaan penting agaknya pantas disampaikan.

Mengapa kegiatan budaya di pengunjung tahun 2008 ini disebutkan dengan istilah “Gajah Mada Town Festival”? Mengapa tidak menggunakan istilah yang lebih luas cakupannya yaitu “Denpasar Town Festival” atau “Festival Kota Denpasar” saja? Apakah Jalan Gajah Mada yang hendak dipromosikan ataukah kota Denpasar?

Menjelang festival, ruas Jalan Gajah Mada terus dipercantik. Bagian jalan yang bolong diperbaiki. Di kawasan Timur dipasang kursi-meja rekreasi, di sepanjang jalan dipasang lampu-lampu hias. Emperan toko dihiasi dengan pohon merambat guna menambah pesona hijau dan alami Gajah Mada yang sebelumnya telah ditanami kembang jepun. Di pojok Barat, sejak awal Desember ini dipasang dua tanda seperti prasasti yang bertuliskan “Kawasan Heritage Jalan Gajah Mada Denpasar”. Lampu sorot dipasang sehingga malam hari tanda ini bisa jelas terbaca, walau publik mungkin akan bertanya-tanya apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan “kawasan heritage”.

Selama acara festival akan digelar bazar makanan tradisional (aspek kuliner), parade busana, parade dokar, pentas seni termasuk Wayang Cenk Blonk. Jalan Gajah Mada akan menjadi titik pusat festival. Panitia akan mengalihkan jalur lalu-lintas dan mempermaklumkan antara lain lewat radio Pemkot Denpasar bahwa akan terjadi kemacetan selama acara berlangsung.

Inspirasi 1964
Kiranya gelar “Gajah Mada Town Festival” kali ini mendapat inspirasi dari “Festival Gajah Mada” (FGM) yang dilaksanakan selama seminggu, 1-7 Juli 1964, di Jalan Gajah Mada.

Acara FGM 1964 yang berlangsung seminggu itu diisi dengan aneka pertunjukan, berupa kesenian daerah Bali, kesenian nasional, dan dari etnik/agama lain. Kelompok seni yang tampil pun beraneka, mulai dari pelajar, mahasiswa, kelompok profesi, sekaa seni dari desa, dan dari kepolisian. Acara pertunjukan yang beragam dan cukup banyak digelar serentak serentak setiap tersebar dalam beberapa panggung. Setidak-tidaknya ada tiga panggung, tempat pementasan digelar: Panggung Wisnu (di Timur), panggung di Pasar Senggol (tengah), dan Panggung Indra (di Barat).

Unsur kesenian Bali adalah lomba banten tegeh, pertunjukan seni-drama prembon berlakon “Mpu Beradah”, barong landung, kecak Bona, wayang kulit, tari topeng RRI Denpasar, janger TGA (Taman Guru Atas, Saraswati), janger SLUB (Sekolah lanjutan Umum Bawah, Saraswati), dan arja RRI Denpasar. Kesenian nasional berupa band, seperti Orkes Dria Raba, Band Putra Dewata (pimpinan AA Made Tjakra), Band FKHP (Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan), Band Aneka Ria, Orkes Sinar Remaja, dan Band Bhineka Nada. Kelompok band Hawaiian dari kepolisian juga ambil bagian.

Ada juga tari-tarian nasional yang disampaikan oleh SMP Negeri Denpasar dan Fakultas Kedokteran Unud. Yang tidak ketinggalan dalam Festival Gajah Mada adalah pementasan sulap dan lawak. Acara umumnya berlangsung malam hari, dan meriah sekali. FGM menjadi aktivitas seni multikultur dengan tampilnya “Seruling Pemuda Katolik” dan Pencak Jawa Barat.

Bisa dibayangkan, betapa ramainya Jalan Gajah Mada saat pertunjukan berlangsung. Penonton yang datang dengan sepeda, angkutan umum, atau jalan kaki tentu tidak menimbulkan masalah kemacetan karena situasi kota belum sesibuk sekarang. Perlu dicek lebih jauh, siapa yang menjadi pelaksana FGM. Apakah pemda Badung atau mahasiswa Unud atau organisasi pelajar atau lembaga-lembaga kebudayaan yang bernaung di bawah partai politik waktu itu, atau kerja sama semuanya. Yang jelas, menurut laporna media massa, FGM berlangsung meriah, sukses, dan mencerminkan Denpasar sebagai Kota Budaya.

Pasca-kudeta 1965, FGM tidak ada lagi, namun ada acara “Denpasar Ria” (DR) yang berlangsung akhir April 1966. Selain untuk mengembangkan kreativitas seniman, acara ini juga dimaksudkan sebagai hiburan untuk “operasi mental” alias menghilangkan rasa takut yang timbul sesudah pembunuhan massal. Kegiatan pentas DR dipusatkan di ruangan tertutup, yakni di Hotel Denpasar, Jalan Diponegoro. Hotel ini sudah tidak ada lagi, lokasinya kini berupa lahan kosong, terletak beberapa blok di utara Mall Ramayana. Acara DR digagas berlangsung setiap akhir bulan. Mata acaranya kebanyakan band dan tari-tarian nasional yang antara lain diisi oleh kelompok band dari Hotel Bali Beach.

Terlalu Sempit
Nama kegiatan “Gajah Mada Town Festival” ini terlalu sempit, dan tidak terlalu tepat dari segi promosi. Bukan Jalan Gajah Mada tetapi nama Denpasar yang semestinya lebih ditonjolkan, lebih dipromosikan.

Oleh karena itu, festival semestinya diperluas menjadi “Festival Denpasar” dengan menyebarkan kegiatan ke berbagai panggung dan ruang di seputaran Denpasar. Beda dengan dulu, kini kota Denpasar lebih dari sekadar Jalan Gajah Mada. Wilayah Kota Denpasar memiliki banyak panggung dan ruang seperti Art Centre, Puri Satria, Bhajra Sandi, dan panggung RRI Denpasar. Juga ada ruang dan panggung di berbagai sekolah, kampus dan banjar.

Kalau mengadakan Festival Kota Denpasar, kegiatan pokok bisa saja dipusatkan di Jalan Gajah Mada seperti sekarang ini atau Lapangan Puputan Badung, namun kegiatan hiburan idealnya disebar ke berbagai sudut Denpasar sampai ke banjar-banjar sehingga pentas seni berlangsung semarak dan merata ke berbagai wilayah desa. Yang berpartisipasi dan mendukung tidak semestinya sebatas Desa Pekraman Denpasar tetapi juga desa pekraman lainnya.

Bisa saja tiap-tiap desa menggelar seni unggulannya masing-masing, atau pentas-silang-desa di mana kesenian Sanur tampil di Padangsambian, atau kesenian Sumerta tampil di Pedungan dan sebaliknya. Waktu pelaksanaannya bisa diperpanjang menjadi seminggu. Hanya dengan demikian usaha menjadikan Denpasar sebagai Kota Budaya kiranya lebih bergema. Apa yang baik dari FGM 1964 yang menampilkan kesenian non-Bali juga perlu dilakukan untuk menguatkan sosok Denpasar sebagai kota multikultur.

Jika ini disetujui, nama festival pun layak diganti menjadi “Festival Denpasar”, atau kalau mau gagah-gagahan memakai bahasa Inggris bisa disebut “Denpasar Town Festival”. Dalam bentuk “Festival Denpasar”, jelas yang namanya ruang rekreasi sosial, apresiasi kultural, dan partisipasi publik bisa diperluas dalam kerangka menjadikan Denpasar sebagai Kota Budaya. [b]

Tulisan ini dimuat di http://balipost.co.id/mediadetail.php?module=kategoriminggu&kid=15&id=Budaya

Tags: AgendaBudayaDenpasarOpini
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
I Nyoman Darma Putra

I Nyoman Darma Putra

Lahir, besar, dan tinggal di Padangsambian, Denpasar. I need 1000 dollars now. Pernah tinggal di Brisbane, Australia (1998-2002; 2007-2009). Saat ini Dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya sekaligus Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana.

Related Posts

Kesetaraan Perempuan Bali ala Banjar Kekeran

Menjadi Perempuan Versiku

8 May 2025
Duta Budaya atau Duta Kapitalisme? Mengkritik Beauty Pageant di Bali di Tengah Overtourism

Duta Budaya atau Duta Kapitalisme? Mengkritik Beauty Pageant di Bali di Tengah Overtourism

27 April 2025
matan AI

Dusta Ajeg Bali

11 February 2025

Bali Hampir Habis, Semenjana dan Tergantikan

4 January 2025
Kembalikan Sanur yang Dulu

Kembalikan Sanur yang Dulu

24 July 2024
Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

22 July 2024
Next Post

Bertani di Zaman Teknologi Informasi

Comments 3

  1. Ayip says:
    16 years ago

    Bli, namanya GMTF selain memorable (back to 1964) karena Denpasar barangkali akan punya acara acara lain yang juga berbeda dengan kemasan GMTF. Menurut sumber yang layak dipercaya, Denpasar akan memiliki beberapa signature event di tahun 2009 dan seterusnya. Salam

    Reply
  2. iksan says:
    16 years ago

    Bravo..Bravo.!!! Kita tunggu Next Event utk Kota denpasar tercinta!!

    Keep-Up the Good Work for DEVA Comm selaku E.O-nya.!!!

    Reply
  3. nym suparwa says:
    11 years ago

    Hai, Pak Nyoman

    Menarik kajiannya yang cukup banyak memberi informasi yang selama ini mungkin telah terlupakan. Setuju, jika tempat acara diperluas; mungkin bisa sesuai dengan jenis atraksi. Tradisional di art center, modern di mana karena sekarang tempat yang dijadikan fokus atraksi terlalu sempit, tidak memadai. Datang mencari hiburan, dapatnya omelan, orang pada berdesakan. Salut, Pak. Terus diberi masukan ke Pemkot.
    Salam

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

POV: Remaja Jompo Cek Kesehatan Gratis Menjelang Ulang Tahun

POV: Remaja Jompo Cek Kesehatan Gratis Menjelang Ulang Tahun

16 May 2025
Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam, Penculikan Perempuan Berkedok Adat

Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam, Penculikan Perempuan Berkedok Adat

15 May 2025
Jumlah Perawat di Panti Jompo Masih Minim

Jumlah Perawat di Panti Jompo Masih Minim

14 May 2025
Ingin Mulai Transisi Energi? Coba Model EBT Ini

Ingin Mulai Transisi Energi? Coba Model EBT Ini

13 May 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia