
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dan Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH bekerja sama mewujudkan Program FAIR Forward – Artificial Intelligence for All yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan yang lebih terbuka, inklusif, dan berkelanjutan terhadap AI. Program ini telah dijalankan sejak November 2023 hingga akhir Februari 2024, dan memiliki agenda untuk penyusunan kerangka kerja AI yang bertanggung jawab serta pengembangan keterampilan kepemimpinan dan kemitraan regional baru dalam kebijakan AI.
Pelatihan yang dijalankan secara luring dan juga daring ini, dijalankan oleh para peserta dalam bentuk pemaparan dari para ahli beserta diskusi kelompok. Pelatihan ini memiliki tujuan untuk membekali dan melengkapi para pembuat kebijakan dengan pengetahuan AI yang diperlukan untuk mendorong penggunaan dan pengembangan AI yang bertanggung jawab melalui tindakan kebijakan yang berkelanjutan dan sesuai dengan keadaan lokal di Indonesia serta untuk mendorong pertukaran dan pembelajaran sesama antara pembuat kebijakan AI dari Indonesia.
Hal ini dilakukan dengan menjadikan AI bersifat open source secara global di tujuh negara mitra FAIR Forward (Ghana, India, Indonesia, Kenya, Rwanda, Afrika Selatan, Uganda). Disamping itu, proyek ini diharapkan mengatasi kekurangan sumber daya AI yang tersedia secara terbuka, tanpa bias, dan terlokalisasi, seperti dataset pelatihan, model AI, dan teknologi lainnya, di negara-negara berkembang. Bersama dengan kurangnya keterampilan teknis dan kerangka kerja politik yang hilang, kekurangan ini merupakan hambatan utama dalam menciptakan kasus penggunaan AI yang relevan dengan (Sustainable Development Goals) SDGs secara lokal.
Penutupan program AI Policy Makers Forum serta pelatihan dilaksanakan pada hari Senin, 4 Maret 2024, berlokasi di Annika Linden Center, Kota Denpasar. Menjadi rumah bagi tiga organisasi nirlaba lokal (Puspadi Bali, YPK Bali, dan DNetwork), Annika Linden Center adalah pusat di bidang disabilitas, menyediakan ruang ramah dengan fasilitas mumpuni bagi orang dan anak-anak penyandang disabilitas, mendorong mereka untuk dapat merasa menjadi bagian dari komunitas, mendapatkan dukungan yang diperlukan, serta diberdayakan untuk mencapai potensinya.
Pemilihan lokasi ini sejalan dengan arahan dari Kementerian PPN/BAPPENAS saat Pembukaan AI Policymakers Forum & Trainings di Bandung lalu, yaitu untuk mendorong inklusi teknologi bagi masyarakat termarjinalkan, termasuk penyandang disabilitas.
Agenda pada acara penutupan program ini dibuka dengan sambutan dari perwakilan Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas dan juga Digital Transformation Center Indonesia, GIZ. Setelah itu akan diikuti oleh sesi Diskusi Panel yang akan diisi oleh Prof. Ir. Ketut Wikantika, M.Eng., Ph.D (ITB, SEERI-Projek dari GIZ Indonesia, DTC, deteksi panel surya untuk atap), Dea Adhista (Prosa.ai), I Made Prasetya Wiguna Mahayasa (PwDs representative, Annika Linden Center/DNetworks), dan Ari Juliano (HAKI).
Made Prasetya menjelaskan sejumlah diskriminasi yang dialaminya dalam pemanfaatan teknologi. Di antaranya teknologi kapitasi, komunikasi, verifikasi data, dan hiburan. Misalnya verifikasi data, ada aplikasi atau perusahaan yang menyulitkan otorisasi digital yang tak sesuai disabilitasnya. Ada juga aplikasi dan website yang tidak terbaca screen reader. Selain itu, banyak konten yang tidak menyertakan close caption atau deskripsi visual, yang terdengar hanya suara musik tanpa informasi. Karena itu menurutnya penting sekali ujicoba dahulu pada disablitas apakah bisa diakses.
Kegiatan ini juga disertai Policy Showcase, yaitu pameran kebijakan oleh tiga peserta pelatihan. Selain panel diskusi dan penyerahan sertifikat, agenda lain dalam kegiatan ini adalah lokakarya mini seputar Hak dan Kekayaan Intelektual oleh pengacara HAKI Ari Juliano, dan presentasi singkat seputar rekomendasi AI untuk para penyandang disabilitas yang dipaparkan oleh I Made Prasetya Wiguna Mahayasa, penyandang disabilitas ganda, representatif dari Annika Linden Center/DNetworks.
Dalam menyelenggarakan program pelatihan AI Policy Makers Forum ini, GIZ menggandeng mitra implementasi lokal yaitu harapura impact, firma konsultan pengukuran dampak dan manajemen ekosistem pentahelix, dan AptaWorks, perusahaan IT yang memberikan solusi digital bagi perusahaan menengah dan multinasional. harapura impact mengisi agenda penutupan pada hari pertama dengan menghadirkan Policy Prototyping Lab atau Sesi Ko-kreasi Prototipe Kebijakan untuk meningkatkan implementasi kebijakan AI yang bertanggung jawab dan etis.
Hasilnya adalah ringkasan kebijakan praktis untuk panduan pembuat kebijakan, dengan fokus pada inklusivitas dan tanggung jawab, serta berdasarkan input dari pemangku kepentingan dan pemikiran dari bawah ke atas yang berpusat pada penerima manfaat dari kebijakan tersebut.
Pada hari kedua, 5 Maret 2024, para peserta juga melakukan kunjungan lapangan ke Desa Bakas, Klungkung, dan belajar pemetaan dataset Bahasa Bali langsung dari annotator Bahasa Bali dan masyarakat lokal, dipandu oleh PROSA.ai, sebuah perusahaan teknologi pemrosesan bahasa teks dan suara untuk bahasa Indonesia.
“Kegiatan ini juga merupakan bentuk komitmen kami agar dapat menciptakan pendekatan yang lebih terbuka, inklusif, dan berkelanjutan terhadap AI. Serta harapannya para pembuat kebijakan dapat memperoleh pengetahuan yang memadai dalam bidang AI, sehingga mampu mendorong penggunaan dan pengembangan AI yang bertanggung jawab melalui tindakan kebijakan yang berkelanjutan dan sesuai dengan konteks lokal di Indonesia,” ucap Daniel Schroeder, Head of Digital Transformation Center (DTC) Indonesia, GIZ.
situs mahjong