• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Monday, June 27, 2022
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Budaya

Mejunjungan, Budaya Mengantar Mempelai Perempuan di Loloan

Eka Sabara by Eka Sabara
30 September 2019
in Budaya, Kabar
0 0
0

Tradisi unik guyup Bugis Melayu di Jembrana masih tersisa.

Menjunjungan merupakan tradisi unik mengantar nganten mempelai perempuan, setelah selametan (rangkaian acara resepsi). Mempelai perempuan diantar sanak keluarga terdekat menuju ke rumah nganten mempelai laki laki. Para pengantar mempelai perempuan, sebagian besar kerabat dekat maupun tetangga, sudah siap sedia sejak siang hari di kediaman mempelai perempuan.

Isi junjungan terdiri dari berbagai perlengkapan rumah tangga sebagai bekal dalam mewujudkan biduk sebuah rumah tangga baru. Sambil berbaris berderetan dan dilakukan secara bersama-sama, para pengantar dari pihak mempelai perempuan dengan rasa ikhlas mengangkat barang yang dijunjung menyusuri jalan setapak yang saat itu masih hamparan tanah.

Tradisi mejunjungan saat itu rutin dilakukan komunitas Guyup Melayu Bugis Loloan. Mereka banyak tersebar di Desa Pengambengan, Cupel, Banyubiru, Tegalbadeng Timur, Tegalbadeng Barat, Loloan Timur Loloan Barat, hingga Kecamatan Melaya. Hal ini karena di tahun 1980 an, alat transportasi masih sangat jarang di Desa Pengambengan, sedangkan di Desa Loloan Barat dan Loloan Timur transportasi sudah menggunakan dokar.

Jadi saat itu yang masih melestarikan tradisi mejunjungan adalah desa-desa yang masih jarang ada transportasi dokar. Salah satunya Desa Pengambengan yang terletak di pesisir selatan kota Negara.

Mejunjungan berasal kata dari kata Junjung, membawa benda di atas kepala, sehingga meringankan beban yang dibawanya. Sejalan dengan perkembangan zaman, tradisi mejunjungan saat ini telah tergantikan dengan kendaraan. Satu tradisi telah punah sesuai kemajuan perkembangan jaman.

Lain mejunjungan, lain pula dengan pakaian yang dikenakan oleh pengantin perempuan pada saat mejunjungan. Sang nganten justru masih menggunakan awik di tahun 1980-an tersebut. Hal ini sudah jarang sekali terjadi di Loloan. Di foto kedua tampak sang nganten perempuan menggunakan awik tersipu malu menutupi separuh wajahnya.

Tabu

Sejauh mana tentang awik, akan saya coba ulaskan beberapa hal tentang awik Loloan. Dengan demikian dapat memberikan sedikit gambaran bagi para pembaca khususnya maupun generasi di masa mendatang.

Awik adalah kain kecil penutup kepala dan badan, yang telah menjadi tradisi budaya sehari-hari komunitas guyup Melayu Bugis Loloan di Jembrana Bali. Komunitas ini telah ada sejak zaman kerajaan pada awal abad XVII. Awik merupakan kain songket (tenun dari bahan sutera) yang berkwalitas tinggi. Tata cara pemakaian awik loloan dengan memakai selembar kain yang dililitkan dari pinggang ke atas menutup ke seluruh badan dan sampai kebagian kepala perempuan.

Tradisi memakai awik ini di masa lalu dilatarbelakangi pakaian putri putri bangsawan Bugis dan Melayu di Loloan yang sangat ketat menjaga pergaulan di tengah masyarakat. Anak dare sebutan untuk gadis di Loloan, pada masa dulu tidak boleh keluar sembarangan turun dari rumah panggung. Tempat berkomunikasi hanyalah melalui tontongan (jendela tanpa daun jendela) yang ada di samping rumah panggung.

Kata-kata yang lazim didengar pada masa Loloan zaman lama yaitu “ade anak dare ngintip dari tontongan”. Artinya ada seorang gadis yang mengintip melalu jendela samping rumah panggung. Juga ada perkataan ataupun julukan yang umum disebut “pingitan”. Kata “pingitan” di Loloan dimaksudkan untuk anak gadis yang sudah dipinang sang pujaan hati sehingga pihak keluarga perempuan berusaha membatasi gerakan anaknya kepada dunia luar.

Saat ini bukti fisik kain awik di Loloan masih dilestarikan oleh para generasi mudanya. Para datuk telah mewariskan peninggalan kain awik di masa dahulu. Pemakaian awik di Loloan tergantikan dengan tren kain kerudung (kain penutup kepala) karena semakin langka dan mahalnya kain songket. Hingga tahun 1900-an pemakaian awik mulai perlahan-lahan tergantikan dengan kerudung kepala yang lebih murah.

Di masa Loloan zaman lama, merupakan hal tabu bagi anak dare Loloan untuk turun dari rumah panggung dan keluar bermain seperti anak dare di zaman sekarang. Karena pada masa itu tradisi dan budaya di Loloan merupakan adat istiadat yang tetap diajarkan pada saat mengaji di atas rumah panggung. Pengajarnya para datuk yang juga kebanyakan merupakan murid langsung dari para alim Ulama di Loloan. Para datuk yang mengajar mengaji tetap berpesan dan menjaga agar anak murid perempuan setiap saat haruslah menjaga atau menutup aurat.

Masyarakat guyup Melayu Bugis Loloan di masa itu sangatlah ketat memegang adat istiadat Loloan, karena adat merupakan bersendi hukum, dan hukum bersendi dari ajaran syariat agama Islam yang tetap diajarkan kepada anak anak sebagai generasi masa mendatang. [b]

Tags: BudayaToleransi
Share2TweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Eka Sabara

Eka Sabara

Eka Sabara lahir tahun 1972 di Desa Loloan Barat, Jembrana, Bali. Secara silsilah merupakan generasi ketujuh dari Daeng Si Kudadempet. Giat beraktivitas dan berkarya di Komunitas Loloan, yaitu membentuk Teater GAR di Loloan Barat pada 1993 bersama A. Saichu Imran, Ali Fikri dan Ustad Nasrul Rahman, dengan ciri khas “Burdah Puisi”. Salah seorang pendiri organisasi sosial Orang Indonesia (OI) Badan Pengurus Kota Jembrana pada 2001 (BPK OI Jembrana). Meneliti dan menyusun digitalisasi silsilah Moyang Guru Gerunuk dan Silsilah Daeng Si Kudadempet, menulis buku Kamus Base Loloan (2016), Potret Kota Negara di tahun 1922-1980 (2017). Menulis Buku Daeng Nachoda 2018 terbit tahun 2019. Saat ini aktif dalam Komunitas Budaya Bali Barat “Ngopi D’Jembrana” dengan konsep “Nyame Braye.” Sejak 1993 hingga sekarang sebagai karyawan pabrik pengalengan ikan di PT. Bali Maya Permai, di Pesisir Selatan Kota Negara. Sekarang menetap di tepian Pantai Tanjung Tangis Muare Desa Pengambengan.

Related Posts

Meceki, Kendaraan Strategis untuk Melalui Arus Balik

Meceki, Kendaraan Strategis untuk Melalui Arus Balik

4 April 2021
Pelaksanaan kremasi di Krematorium Santha Yana Jl Cekomaria, Denpasar. Pelaksanaan kremasi dianggap lebih murah dan praktis dibandingkan ngaben. Foto Anton Muhajir.

Dukung Krematorium Berarti Pendukung Hare Krisna?

3 April 2021
Menyusun Katalog agar Satua Bali Tak Punah

Menyusun Katalog agar Satua Bali Tak Punah

2 April 2021
Umat Hindu Madura di Bongso Wetan menggunakan tradisi Jawa dalam ritualnya. Foto Fully Syafi.

Menariknya Akulturasi Hindu Madura di Tanah Jawa

26 March 2021
Beginilah Uniknya Nyepi di Desa Kedisan

Beginilah Uniknya Nyepi di Desa Kedisan

16 March 2021
Sentilan dari Gang Kecil di Kota Denpasar

Kecanduan “Permainan Mendalam” Bersama Gawai

26 February 2021
Next Post
Sejauh Mana Cakupan Pengobatan ARV di Indonesia?

Sejauh Mana Cakupan Pengobatan ARV di Indonesia?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

AJW 2022 AJW 2022 AJW 2022

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

5 June 2013
Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

4 June 2012
Empat Fakta tentang Ikan yang Perlu Kita Tahu

Empat Fakta tentang Ikan yang Perlu Kita Tahu

3 March 2017
Trik Memilih Lokasi Duduk di Dalam Bus yang Paling Oke

Trik Memilih Lokasi Duduk di Dalam Bus yang Paling Oke

26 April 2018
rambut sedana

Batu Rambut Sedana, Batu Mulia untuk Para Pengusaha

21 February 2021
Warga Suarakan Hak Digital di Anugerah Jurnalisme Warga 2022

Warga Suarakan Hak Digital di Anugerah Jurnalisme Warga 2022

26 June 2022
Arusaji Mendobrak Stigma dan Berkarya

Arusaji Mendobrak Stigma dan Berkarya

26 June 2022
Rayakan Cinta Bersama Kai Mata

Rayakan Cinta Bersama Kai Mata

25 June 2022
Ubud Food Fest 2022 tentang Pahlawan Kuliner

Ubud Food Fest 2022 tentang Pahlawan Kuliner

25 June 2022
UWRF 2022 Membawa Filosofi Jawa Kuno Memayu Hayuning Bawana,

UWRF 2022 Membawa Filosofi Jawa Kuno Memayu Hayuning Bawana,

24 June 2022

Kabar Terbaru

Warga Suarakan Hak Digital di Anugerah Jurnalisme Warga 2022

Warga Suarakan Hak Digital di Anugerah Jurnalisme Warga 2022

26 June 2022
Arusaji Mendobrak Stigma dan Berkarya

Arusaji Mendobrak Stigma dan Berkarya

26 June 2022
Rayakan Cinta Bersama Kai Mata

Rayakan Cinta Bersama Kai Mata

25 June 2022
Ubud Food Fest 2022 tentang Pahlawan Kuliner

Ubud Food Fest 2022 tentang Pahlawan Kuliner

25 June 2022
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In