Pekan depan akan berlangsung “Malu Dong Festival”.
Festival pada 22-23 April 2017 di Lapangan Puputan Badung ini ditujukan sebagai ajang edukasi untuk mengurai masalah sampah di Bali. Berbagai komunitas akan berkolaborasi untuk mengampanyekan Bali bersih.
Malu Dong Festival ini adalah ruang bersatunya beragam komunitas dari berbagai latar belakang dengan publik luas demi pengentasan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan yang masih terjadi dewasa ini di sekeliling kita.
Festival yang terbuka untuk umum dan bertabur acara ini digelar pula dalam rangkaian memperingati Hari Bumi (22 April) dan Hari Ulang Tahun Malu Dong Community (MDC) yang pertama pada 23 April 2017.
Gelaran yang dikelola secara independen ini melibatkan banyak komunitas pegiat lingkungan, sekaa teruna-teruni, musisi, pelaku seni dan komunitas kreatif seperti Antida Music, NK13, Keduxgarage, dan PICA.
BDC bermula dari keresahan dua sahabat, Komang Sudiartha “Om Bmo” dan Putu Teryl. Sejak 2009, mereka getol mengatasi masalah sampah di lingkungan tempat tinggal mereka di seputaran Denpasar. Keresahan mereka direspon berbagai pihak secara konstruktif dan bergulir menjadi MDC yang kita kenal sekarang.
Hanya dalam setahun, komitmen dan keterlibatan sukarelawan yang lintas generasi-profesi dan swadaya mendorong MDC bertumbuh-kembang. Komunitas ini kian besar dan konsisten dalam menyikapi isu-isu lingkungan di Bali, khususnya melalui upaya kolektif di ranah publik dan dunia maya bertajuk “Malu Dong Buang Sampah Sembarangan.”
Trashveling
Kepedulian akan Bali Bersih terus disuarakan, dipropagandakan dan ditunjukkan dengan aksi nyata ‘trash walk’ atau bersih-bersih pantai di lingkungan Mertasari setiap hari Minggu, sore hari. MDC pun berada di garis depan penanggulangan sampah dalam pelbagai acara kawula muda di Denpasar, yang dibuktikan dalam Legian Beach Festival, Weekend Warrior Bali Chopper Camp (2016), dan PICA Festival (2016-2017).
Penyebaran “virus” kebersihan lingkungan terbaru MDC adalah melalui program Trashveling yaitu ‘berkelana dan membersihkan lingkungan’. Trashvekung dilakukan baru-baru ini di Labuhan Amuk, Karangasem. Sukarelawan MDC bersama masyarakat setempat bahu-membahu melakukan aksi edukasi dan peduli lingkungan sepanjang pesisir pantai.
Trashveling ini melengkapi program edukasi di sekolah-sekolah, pemasangan bendera “Malu Dong Buang Sampah Sembarangan” di titik-titik rawan sampah dan tempat umum seperti balai banjar, sekolah, sekitar pasar dan lokasi-lokasi strategis lainnya.
Ada beberapa kegiatan menjelang perhelatan Malu Dong Festival ini. Pertama penyerahan sebanyak 420 bendera “Malu Dong Buang Sampah Sembarangan” kepada perwakilan warga kota di Taman Lumintang Denpasar yang diterima Walikota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra pada 3 April 2017 yang lalu.
Bendera-bendera beraneka warna itu kemudian dibagi di ratusan banjar yang tersebar di 4 kecamatan dan 43 desa di Denpasar.
Kemudian pada tanggal 9 April 2017, dilakukan pelatihan pembuatan lampion sebagai media komunikasi tentang akan pentingnya lingkungan yang bersih dan bebas sampah. Pelatihan ini menghadirkan narasumber, seniman serba-bisa, Marmar Herayukti dari Denpasar. Yang menarik, hasil karya para peserta ini akan ditampilkan dalam parade pada saat festival nanti.
Lalu, pada tanggal 17 April 2017, STT Banjar Tainsiat dan STT Banjar Tampak Gangsul akan melakukan pawai mengarak baliho-baliho Malu Dong Festival dan memajangnya di lokasi acara di Taman Puputan Badung Denpasar.
Titik Kritis
Ketika ditanya stimulus festival ini, Komang Sudiarta alias Om Bmo mengungkap kegelisahannya akan permasalahan sampah di Denpasar yang telah mencapai titik kritis. “Adalah fenomena yang aneh ketika seseorang lebih sibuk menyembunyikan sampahnya di bawah lembutnya bilur-bilur pasir dan di kaki pohon perindang daripada membuangnya di tong sampah,” katanya.
Kekesalannya bukan tanpa alasan. Menurutnya, setiap minggu, puluhan sukarelawan MDC mesti berkutat dengan timbulan sampah yang mengotori dan mencemari kawasan pesisir Mertasari. Puntung rokok, botol kaca dan plastik, kresek dan sedotan plastik, sampai alat kontrasepsi bekas adalah sekelumit sampah anorganik yang dipungut, dipilah dan dituntaskan pembuangannya ke TPA.
Yoka Sara yang dikenal sebagai desainer-arsitek ternama Bali, dan penggagas di balik perhelatan seni visual SPRITES Art & Creative Biennale – selaku ketua panitia – mengungkap bahwa Malu Dong Festival ini adalah fakta kebersatuan dan kepedulian generasi muda Bali yang multikultur akan keberlanjutan kehidupan masa kini dan mendatang yang sehat dan nyaman bagi semua.
“Malu Dong Festival adalah keniscayaan akan visi-misi bersama tentang mutlaknya kesucian alam Bali secara sekala dan niskala. Peluasan pengaruh dan jejaring MDC disampaikan secara “sundaram” yaitu bahasa estetika dan keindahan, merangkul semua pihak agar selalu teguh “satyam” dan penuh inovasi “siwam” demi Bali yang tak terkontaminasi pemikiran sempit bahwa kita hanyalah penonton di rumah sendiri,” tuturnya.
Pada hari-H, Malu Dong Festival akan diramaikan dengan berbagai pelatihan yang berkenaan dengan pengolahan sampah, pemutaran film dokumenter tentang lingkungan, diskusi, melukis mural, pameran fotografi dan pementasan berbagai atraksi kesenian termasuk pemanggungan band-band populer saat ini seperti Jangar, Lily of the Valley, Rollfast, Natterjack, Zat Kimia, Navicula, dan lain-lain.
Ngayah
Festival ini adalah sebuah show ‘pagelaran’ dalam sebuah kesatuan tata panggung dan cahaya dalam balutan scenography yang khas. Parade film pendek, poster, dan lampion terkait kepedulian alam-lingkungan turut pula memeriahkan festival dua hari ini.
Yoka Sara lanjut menjelaskan bahwa festival ini adalah bukti kesadaran dan bersatu-padunya generasi muda dengan spirit ketulusan ngayah ‘pengabdian’ yang kental. Ratusan sukarelawan dan pendukung acara dengan riang dan tak kenal lelah mengatur dan mengelola acara ini sejak enam bulan yang lalu.
Mewakili MDC, ia berharap masyarakat menikmati Malu Dong Festival dan menjadikannya sebagai refleksi agar meningkatkan kesadaran dan partisipasi sosial untuk menjaga dan melestarikan alam-lingkungan. Seperti halnya MDC, semua berawal dari diri sendiri, mengambil dan menuntaskan hal kecil yang mampu membawa perubahan yang besar.
Walau hanya berusia setahun, penetrasi MDC dalam meningkatkan kesadaran publik untuk merawat dan melestarikan telah menampakkan hasil positif. Setiap minggunya, jumlah sukarelawan yang turut dalam agenda beach cleaning ‘bersih-bersih pantai’ di Mertasari terus bertambah, tak hanya dari masyarakat umum, komunitas, tapi juga anak didik sekolah.
Ini nampak pula dari meluasnya branding MDC di pelbagai pelosok pulau yang dibarengi respon nyata untuk melakukan penanggulangan sampah pada acara-acara ritual dan adat oleh warga.
MDC kini telah berkembang menjadi MDC Denpasar, MDC Gianyar dan tak lama lagi MDC Jembrana dengan Base Camp Malu Dong Community berada di di Soul Kitchen Bali, Jalan Hayam Wuruk 156 Denpasar, Bali 80235. Aktivitasnya bisa disimak lebih lanjut melalui media sosial Facebook @MALU DONG dan Instagram @malu.dong atau contact information Dian Asri Utami +6281236789684 dan Hendra Arimbawa +6282339597441. [b]