Sandyakala Sastra #12 bertajuk “Penyair Perempuan Era 80-an” berlangsung Minggu, 26 Juni 2011 lalu. Kegiatan di Bentara Budaya Bali, Jalan Prof. Ida Bagus Mantra 88 A, bypass Ketewel ini diikuti lebih dari 80 orang. Kegiatan Komunitas Sahaja bekerjasama dengan Bentara Budaya Bali ini mengagendakan diskusi antologi puisi 2 di Batas Cakrawala karya Dhenok Kristianti dan Nana Ernawati.
Salah satu pembicara, Wayan “Jengki” Sunarta, menyatakan kekuatan sajak-sajak Dhenok dan Nana terletak pada kandungan makna di dalamnya. Penyair Bali yang telah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi ini pun mengungkapkan bahwa kehendak penulis untuk memperindah diksi sebuah puisi jangan sampai menenggelamkan arti yang tengah dibangun.
Di sisi lain, Ni Made Purnamasari, penulis muda yang pernah diundang pada Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2010, berupaya menawarkan spektrum pembacaan yang lebih luas. Mahasiswi Antropologi Universitas Udayana ini menjabarkan relasi antara puisi-puisi yang ditulis kedua penyair tersebut dengan persoalan perempuan dan kota. Dalam esainya “Puisi, Wanita dan Kota Kita”, Purnama menguraikan bagaimana Dhenok dan Nana mencoba mempertanyakan berbagai hal terkait perempuan dan kehidupan dalam sajak-sajaknya.
Adapun Dhenok dan Nana sama-sama tumbuh dalam pergaulan kreatif di Yogyakarta, di mana karya-karya mereka tersebar dalam berbagai rubrik sastra di media setempat maupun Jakarta. Mereka kemudian menempuh jalan hidup masing-masing. Dhenok Kristianti menjadi pengajar di Jakarta dan kini Denpasar. Dia lahir di Yogyakarta, 25 Januari 1961. Pada tahun 80-an dikenal sebagai salah satu penyair wanita yang menonjol. Karya cerpen dan puisinya dimuat di Bali Post, Sinar Harapan, Nova, Kartini, Berita Nasional, Minggu Pagi, Basis, antologi puisi Penyair 3 Generasi, Menjaring Kaki Langit, Tugu, dan Tonggak 4. Cerpen-cerpennya kerap memperoleh penghargaan sebagai juara dalam berbagai lomba.
Nana Ernawati, lahir di Yogyakarta, 28 Oktober 1961. Karya-karyanya dimuat di berbagai media antara lain, Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional, Sinar Harapan, dll, serta diikutsertakan dalam antologi bersama Penyair 3 Generasi, Tugu, dan Tonggak 4. Nana Kristianti aktif dalam berbagai bidang seraya tetap menulis.
Di sela-sela diskusi, kedua penyair yang kini berusia kurang lebih separuh abad tersebut saling membacakan puisinya satu sama lain. Selain menghadirkan dua penyair era 80-an itu, Sandyakala Sastra kali ini juga menampilkan berbagai seniman yang mencoba mengapresiasi sajak Dhenok dan Nana lewat berbagai medium. Ada Putri Suastini yang meresitasi sajak “Surat kepada Ibu” karya Nana Ernawati dan “Bali dalam Etalase” karya Dhenok Kristianti.
Sementara Teater Angin, SMAN 1 Denpasar, membawakan musikalisasi puisi “Sajak Kembang Melati” dan “Di Batas Cakrawala”. Adapun Kelompok Studi Teater Bumi menampilkan satu nomor pertunjukan berjudul “Indonesia Luka” yang bukan saja merespon karya Dhenok dan Nana, melainkan juga mengajak kita untuk merenungi lebih jauh tentang ke-Indonesia-an. Sutradara “Indonesia Luka”, seniman Abu Bakar, juga mengapresiasi puisi Dhenok dan Nana dalam sesi spontanitas.
“Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat Bali, khususnya generasi muda, untuk terus mencipta serta mengembangkan ide-ide kreatif ”ujar Sri Puspitawati, panitia acara dari Komunitas Sahaja. [b]
Teks dan foto dikirim Komunitas Sahaja.