Oleh I Nyoman Winata
Melihat kenaikan harga bahan makanan pokok beberapa waktu belakangan ini membuat saya bertanya-tanya?. Saat berusaha mencari-cari, saya (merasa) menemukan jawabannya bahwa bangsa ini telah mulai masuk ke jebakan Kapitalisme global dari kaum neoliberal. Tetapi sebenarnya jawaban saya ini mulai saya pahami dari jawaban atas pertanyaan lain yakni, “Mahluk apakah sesungguhnya manusia itu?”. “Apa yang mengatur relasi manusia?” Pertanyaan-pertanyaan inilah yang juga menjadi inti lahirnya paham neoliberalisme, ibu kandung dari Kapitalisme Global.
Banyak yang menyebut manusia sebagai mahluk sosial. Dan relasi yang mengatur hubungan manusia sangatlah kompleks. Tetapi sesungguhnya manusia, menurut kaum neoliberal yang dipelopori F. Von Hayek adalah semata-mata hanya mahluk ekonomi (homo Econominicus). Artinya manusia adalah mahluk yang semata-mata hanya mendasarkan tindakannya pada perhitungan untung rugi. Hubungan ekonomi, satu-satunya faktor yang mengatur seluruh relasi manusia.
Lantas bagaimana menjelaskan kalau manusia itu semata-mata mahluk ekonomi? Mari ambil salah satu contoh hubungan manusia dengan Tuhan. Saat kita berdoa kepada Tuhan, pernahkah tiada maksud apapun untuk kepentingan diri kita setiap kita bersujud di hadapan Tuhan? Maksudnya mungkin macam-macam. Ada yang berdoa dengan maksud ingin kaya, tetapi ada juga yang hanya ingin sekedar ingin hidupnya sehat atau tenang. Kalau yang umum, mereka yang berdoa, jika nanti mati, ingin rohnya hidup di sorga yang katanya enak. Ini berarti kita menyimpan harapan Tuhan membalas doa-doa yang kita lakukan. Jika benar begini, tidakkah sebenarnya saat berdoa pun kita sedang bertransaksi dengan Tuhan?
Hubungan lainnya terutama antar sesama manusia juga kurang lebih sama. Contohnya, mengapa Anda bersikap baik? Tentu ada harapan agar Anda juga mendapat perlakuan baik dari orang lain. Jadi kodrat manusia adalah selalu berharap ada balasan/reaksi atas setiap aksi yang dilakukannya. Harapan atas balasan inilah inti dari transaksi. Sementara transaksi adalah roh dari prilaku ekonomi.
Lebih sadar akan kodrat manusia inilah membuat kaum neoliberalisme/kapitalis akhirnya menang melawan komunisme (dalam perang dingin). Dan diakui atau tidak, neoliberalisme-lah yang saat ini sedang mengatur dunia ini. Atas realitas ini, saya (merasa) temukan jawaban atas pertanyaan saya di awal tulisan ini. Bagaimana mungkin Negeri Agraris dan lautnya terbentang luas seperti Indonesia sampai mengimport beras, jagung dan kedelai, bahkan garam?
Jawabannya (menurut saya), karena manusia-manusia penghuni negeri seperti Indonesia tidak pernah sadar, mahluk apakah sesungguhnya mereka itu. Karena tidak sadar atas kodratnya, akhirnya manusia Indonesia dipermainkan oleh mereka yang sadar. Parahnya, sudah tidak punya kesadaran, banyak dari manusia Indonesia (terutama para pemegang kekuasaan negara dan politisi) terjerumus dalam permainan kapitalisme global. Yang paling kurang ajar, pemimpin dan politisi ini bahkan mencari untung untuk dirinya sendiri. Beras, jagung, kedelai dan garam, semuanya lalu di import agar mereka mendapat fee/hadiah/gratifikasi dari perusaahan asing yang meng-eksport bahan-bahan pokok ke Indonesia. Sementara Petani Indonesia, dibiarkan mati. Bahkan bisa dikatakan sengaja dibunuh.
Tulisannya bagus bli Winata,
Saya salah satu orang yang tidak percaya apa yang dikatakan Hayek maupun Determinisme ekonomistik nya Marx. karena hidup manusia sangat sempit jika dikatakan hanya untuk kepentingan ekonomi semata. begitu juga penindasan terlalu dangkal jika semua dianggap bermula dari relasi ekonomi saja. Kita lihat rasisme, marjinalisasi LGBT, dominasi laki-laki atas perempuan itu tidaklah dominan faktor ekonomi yang menjadi pemicu.
Manusia adalah mahluk individu, sosial, spritual, ekonomi yang bercampur menjadi satu dan kapitalisme global bukanlah sebuah keniscayaan (seperti yang coba dipropaganda kan oleh Fukuyama “the end of history” untuk menunjukkan kemenangan kapitalisme atas semua kehidupan).
Saat ini memang kapitalisme yang dominan, tapi bukan berarti dunia akan menjadi satu demensi, di banyak tempat masih banyak perlawanan-perlawanan yang dilakukan untuk meruntuhkannya. dan kapitalisme akan runtuh tidak saja oleh perlawanan-perlawanan itu, tapi juga katastropi akibat eksploitasi alam dan komodifikasi segala sumber kehidupan yang akan semakin memasifkan perlawanan.
Dan saya percaya apa yang menjadi slogan di World Social Forum, bahwa “Another World is Possible!!”.
Salam,
Ancak
wah, tiang sing ngerti???
maklum katrox.hidup sudah susah jangan dibuat njelimet lagi deh…berat jadinya ngertiin..ada yang bisa bantu gimana cara buat harga barang jadi murah, pendapatan perkapita meroket?
Perbaiki sistem pendidikan Indonesia! Mau pake kapitalisme kek! Sosialisme kek! Yang penting perbaiki dulu sistem pendidikannya, biar rakyatnya ga bodoh! Kalo rakyatnya sudah ga bodoh, mereka toh akhirnya bisa menilai sendiri sistem apa yang mau dipake!
aye agak kurang nggal jelas mungkin penjelasannya diperbanyak ttg manusia ekonomi dan manusia sosial masalahnya ini buat presentasi