Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali menyerukan penghentian perampasan ruang hidup dan kriminalisasi petani di Desa Batur, Bangli dalam siaran persnya yang diterima redaksi pada 13 Oktober 2023.
Disebutkan sejumlah petani dihadapkan pada ancaman kehilangan ruang hidup atas akan dibangunnya taman rekreasi di lahan seluas 85,66 hektare. Proyek tersebut dilakukan dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang yang meliputi wilayah Desa Batur Utara, Tengah, dan Selatan, oleh PT Tanaya Pesona Batur (PT. TPB).
PT. TPB disebut sudah mulai menurunkan alat berat di lahan petani, menghancurkan batu dan meratakan tanah untuk pembangunan proyek. Warga yang tidak terima melakukan protes dan meminta pertanggungjawaban PT. TPB. Namun peristiwa itu justru dilaporkan ke polisi dengan laporan pengancaman. Empat warga telah diperiksa di Polres Bangli pada 21 September dan 11 Oktober 2023. Ini adalah laporan polisi kedua pasca proyek dimulai.
Sebelumnya lima orang warga diperiksa di Polda Bali terkait pemanfaatan hutan pada Maret 2023. Rezky Pratiwi, Plt Ketua LBH Bali mengatakan proses hukum ini mengesampingkan jaminan perlindungan bagi warga yang memperjuangkan lingkungan hidupnya. Sebagaimana Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Bahwa setiap orangyang memperjuangkan hak ataslingkungan hidup yang baikdan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
PT. TPB menyebut warga tidak memiliki hak atas lahan. Namun menurut informasi warga yang dirangkum LBH, warga secara turun temurun telah mengelola dan menggantungkan hidupnya pada hutan dan danau Batur. Penguasaan lahan tersebut jauh sebelum adanya penetapan kawasan hutan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.204/Menhut-II/2014 pada 03 Maret 2014 tentang Penetapan Kelompok Hutan Gunung Batur-Bukit Payang, maupun terbitnya izin usaha penyediaan sarana wisata alam PT. TPB pada Juli 2022.
Sejumlah warga disebut menguasai lahan sejak 1920-an sebelum letusan dahsyat Gunung Batur pada 1926 dimana saat itu warga desa direlokasi ke wilayah lain, namun beberapa memilih tetap tinggal di lahan. Saat ini terdapat puluhan KK yang kini mendiami kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang dan terdampak proyek PT. TPB.
YLBHI-LBH Bali menilai permasalahan ini merupakan akibat dari ketidakpastian dan ketimpangan penguasaan kawasan hutan. Proses pengukuhan kawasan hutan di TWA Gunung Batur Bukit Payang tidak melibatkan warga yang menguasai secara turun temurun. Pengukuhan kawasan hutan harus memastikan adanya penyelesaian hak-hak pihak ketiga/hak warga atas tanah. Hal ini telah lama jadi praktik yang memicu konflik di kawasan hutan di berbagai daerah.
YLBHI – LBH Bali dalam pernyataan sikapnya menyatakan sejumlah hal. Pertama, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Kabupaten Bangli, dan lembaga terkait untuk menghormati dan mendengarkan penolakan yang dilakukan oleh Warga di TWA Gunung Batur Bukit Payang;
Kedua, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meninjau ulang pengukuhan kawasan hutan yang merampas tanah masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan di TWA Gunung Batur Bukit Payang;
Ketiga, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghentikan izin usaha penyediaan sarana wisata alam PT. TPB;
Keempat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Kabupaten Bangli, dan lembaga terkait segera mengembalikan hak-hak atas tanah masyarakat.
Kelima, Pemerintah Kabupaten Bangli memastikan terpenuhinya hak-hak warga dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya;
Keenam, Polres Bangli untuk menghormati hak warga yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya;
Ketujuh, Polres Bangli untuk menghentikan setiap upaya kriminalisasi atas perjuangan warga.
Tawaran Perjanjian Kerja Sama dari PT. Tanaya
Ketika diminta konfirmasinya, Direktur PT TPB, Ida Bagus Putu Agastya mengatakan sudah mendapat izin dari pemerintah untuk membangun dan menata TWA ini selama 35 tahun dan bisa diperpanjang.
Menurutnya sebagian besar warga yang mukim di kawasan sudah setuju, namun ia mengakui masih ada beberapa belum setuju dengan asumsi tidak dilibatkan. “Lahan TWA ini di bawah kementerian. Sifatnya (warga tinggal di sana) tidak sah,” sebutnya.
Pihaknya sudah mengajukan perjanjian kerja sama (PKS) karena BKSDA mewajibkan ada pemberdayaan warga. Isinya di antaranya memberikan fasilitas akses jalan kepada pihak kedua (warga) untuk melakukan aktivitas menuju danau Batur yang terbatas hanya untuk aktivitas budidaya perikanan, aktivitas kemasyarakatan, dan aktivitas keagamaan.
Prusahaan juga akan menyediakan saluran irigasi untuk menunjang kegiatan pertanian. Pihak pertama (perusahaan) bersedia untuk menyiapkan dan melakukan penataan ulang kawasan di areal atau lokasi yang baru dan akan dikhususkan untuk melakukan aktivitas pertanian dengan pola yang disepakati secara bersama.
Pihak kedua berkewajiban pindah ke lokasi lahan pertanian yang telah ditetapkan dan disiapkan oleh pihak pertama. Segera setelah fasilitas pertanian, tempat istirahat untuk petani di dekat lahan pertanian dan melakukan penataan bangunan-bangunan tempat persembahyangan yang disungsung oleh beberapa kepala keluarga.
“Masih tetap bertani, tapi alokasinya dipindahkan, di seputaran sana saja sehingga bisa bertani legal, aman, dan sesuai aturan,” tukas Agastya.
Izin yang didapat di area 86 Ha, namun yang akan dibangun baru di zona A, dekat danau sekitar 22 Ha. Bahkan sejumlah fasilitas wisata seperti Batur Hotspring yang dikelola desa adat juga termasuk. “Kami secara otomatis melegalkan dengan satu naungan dengan PT Tanaya, agar tak ada ketelanjuran, tidak berizin,” jelasnya.
Ia menambahkan, warga yang keberatan sudah diberikan solusi, melibatkan tokoh masyarakat, kepolisian, dan adat. “Tetap dikasi bertani, lokasinya digeser, jadi satu hamparan dan bisa tertata. Kalau tempat tinggal, tidak diperbolehkan sama sekali dalam kawasan hutan,” sebut Agastya.
Untuk pengembangan awal adalah fasilitas hotspring, amphiteater, villa, loby, dermaga, dan jalan setapak. Diperkirakan sudah dibuka untuk publik 2024 nanti.
Sebuah baliho yang dipasang PT TPB di hutan ampupu memperlihatkan kawasan rekreasi baru di pinggiran danau. Ada juga gambar petani sedang mengurus kebunnya berada di antara bangunan villa/fasilitas yang akan dibangun.
Inilah salah satu yang dirisaukan oleh salah seorang warga yang menolak, Jro Komang Dewi. Menurutnya jika setuju nanti akan kebingungan mengurus kebun karena di bawah perusahaan. “Mau jadi apa? Jadi tontonan. Hasil belum tentu seperti sekarang,” keluhnya.
Sejumlah warga memasang beberapa spanduk penolakan pada 8 Oktober 2023. Spanduk dipasang di sejumlah titik di sekitar kawasan konflik ini. Namun demikian, Danau Batur yang dikelilingi perbukitan masih terasa menenangkan.
Kawasan ini memang terlihat makin ramai, di atas dengan terus bertambahnya cafe kopi mewah, sementara di bawah ada jasa-jasa wisata baru seperti penyewaan skuter dan sepeda motor listrik. Lengkap dengan tukang potretnya. Sebelumnya sudah ada jasa pemandu gunung dengan berbagai mode, jalan kaki, sepeda motor, jeep. Panorama bebatuan vulkanis, pertanian, gunung, dan danau menjadi daya tarik utama. Bagaimana menjaga kelestariannya?
situs mahjong