Aktivis Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali mendatangi DPRD Bali.
Para aktivis lingkungan dan mahasiswa pencinta alam tersebut menyampaikan penolakan perluasan izin pengusahaan pariwisata alam (PPA) di kawasan Hutan Dasong oleh PT Nusa Bali Abadi (PT NBA). Dalam dengar pendapat, mereka diterima Sekretaris Komisi III DPRD Bali I GM Suryantha Putra Sena didampingi anggota komisi III DPRD Bali, Nyoman Adnyana.
KEKAL Bali menuntut komitmen DPRD Bali konsisten mengawal penolakan perluasan pengelolaan pariwisata alam di kawasan hutan Dasong. Sebab proyek itu menjadi ancaman bagi kelestarian kawasan tersebut. “Hutan Dasong selain kawasan konservasi dan kawasan strategis juga menjadi kawasan suci berdasarkan Perda no. 16 tahun 2009,” jelas Viar M Sugandha, Koordinator KEKAL Bali.
Suriadi Dharmoko, perwakilan Walhi Bali menyatakan bahwa luas hutan di pulau Bali saat ini tinggal 23 persen dari luasan idealnya yaitu 30 persen.”Eksploitasi hutan Dasong jelas akan semakin mengurangi proporsi hutan di Bali,” jelas Suriadi.
Menurutnya, eksploitasi kawasan hutan akan semakin meningkatkan risiko bencana antara lain longsor, sedimentasi danau, berkurangnya wilayah resapan air dan meluapnya air di sekitar danau seperti sekarang.
Nyoman Suka Ardiyasa, perwakilan Pemuda Peduli Lingkungan Bali menyayangkan sikap Pemkab Buleleng yang meloloskan pengajuan permohonan izin PPA dari PT NBA. “Izin yang dikeluarkan seharusnya diselaraskan dengan fungsi lingkungan hidup bukan untuk pundi-pundi pemasukan daerah,” ujarnya.
Yoga Sastrawan, perwakilan Mapala Giri Sakti Universitas Hindu (Unhi), menyatakan bahwa rencana privatisasi kawasan hutan Dasong akan menutup akses terhadap ruang publik. “Kami sebagai mahasiswa pecinta alam menganggap alam adalah rumah kedua bagi kami. Bagaimana kami akan mendapat akses seandainya kawasan hutan Dasong diprivatisasi,” tanya Yoga.
PT. NBA sejak tahun 2004 telah mengajukan izin PPA. Mereka mendapatkan izin berupa Izin Prinsip dari Kementrian Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Buleleng pada tahun 2007 seluas lebih dari 20 ha.
Faktanya dalam mengeluarkan izin tersebut, Menteri Kehutanan belum mendapatkan pertimbangan atau rekomendasi teknis dari Gubernur Bali. Padahal, pertimbangan ini salah satu persyaratan utama seperti diatur amanat PP No. 18 tahun 1994 Ps 5 Ayat (3). PP ini menyebutkan bahwa Izin Pengusahaan Pariwisata Alam harus mendapatkan pertimbangan dari Gubernur Bali.
Langkah Kementerian Kehutanan tersebut dianggap mengabaikan posisi dan kewenangan Pemprov Bali dalam penentuan izin pengelolaan pariwisata alam hutan Dasong. “Perlu diambil tindakan politik untuk mempertanyakan kebijakan menteri kehutanan yang dianggap mal-administrasi dan mengabaikan PP 18 Tahun 1994 dan Perda 16 Tahun 2009,” kata Wayan “Gendo” Suardana, Ketua Dewan Daerah Walhi Bali.
PT. NBA dianggap tidak merefleksikan diri dengan mengajukan perluasan pengelolaan pariwisata alam hutan Dasong seluas 102 hektar di tengah kegagalannya dalam mengelola izin pengusahaan pertama seluas 20,3 hektar. “Karena itu, kami mendorong Gubernur dan Komisi III mencabut sepenuhnya izin PT. NBA dalam pengusahaan pariwisata alam di kawasan hutan Dasong,” tegas Gendo.
Menanggapi penolakan yang disampaikan para aktivis KEKAL, Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Bali I GM Suryantha Putra Sena menyatakan sikap tegasnya. Mereka menolak eksploitasi kawasan hutan Dasong berkedok pengusahaan pariwisata Alam. “DPRD Provinsi Bali tidak akan memberikan rekomendasi apapun untuk membangun vila maupun eksploitasi lainnya di Kawasan Hutan Dasong,” kata Sena.
Untuk itu, menurut Sena, Komisi III akan segera memanggil pihak yang terlibat yakni PT. NBA dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk meminta keterangan terkait rencana pengusahaaan pariwisata alam di hutan Dasong.
Sekretaris Komisi III DPRD Bali ini juga menyatakan akan meninjau hutan Dasong dalam waktu dekat dengan mengajak Mapala dan aktivis lingkungan. [b]