Musim kemarau tahun ini merupakan musim kemarau panjang dan sangat menyengat. Di Dusun Pekarangan saya menanyai salah satu warga yaitu Komang Pasek. Bapak kelahiran 1970 ini mempunyai 4 orang anak, dan penhasilan utamanya dari bertani.
Mang Pasek, panggilannya mengeluhkan musim kemarau tahun ini terlalu panjang dan membuat berkurangnya hasil kebun dan sawah. Bisanya sudah musim hujan sejak beberapa bulan lalu tapi tahun ini sampai Desember belum juga turun hujan. Tanah kebunnya kering kerontang dan hasil panen menurun.
Ia mengeluh banyak pohon pisang, kelapa, dan pandan juga mati dikarenakan kekurangan air akibat musim kemarau yang berkepanjangan. “Lamun najuk buin lebih mekelo hasilne (untuk menanam kembali, akan membutuhkan waktu cukup lama),” keluhnya tentang tantangan bertanam pisang jika musim kemarau terlalu lama. Anakan pisang bisanya muncul sendiri, tapi karena sekarang induknya mati lebih sulit menumbuhkan.
Selain pisang, tanaman pandan berduri yang menjadi bahan kerajinan tikar di dusun ini juga makin sulit dicari. Pandan banyak yang layu dan tumbang. Bebukitan kering dan juga sulit mencari makanan sapi.
Hasil pertaniannya menurun hingga 50 persen dari tahun sebelumnya. Untuk kepentingan upacara Mang Pasek malah harus membeli pisang yang harganya cukup mahal. Biasanya bisa panen sendiri di abian (kebun) bahkan bisa menjualnya.
Mang Pasek juga merasakan semakin terhimpit dengan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat. Harga-harga kebutuhan sehari-hari naik tapi hasil panen jauh menurun.
Menurutnya, kemarau tahun ini membuat para petani geleng kepala dan menarik nafas panjang sambil berdoa hujan cepatlah turun agar tumbuh-tumbuhan bisa tersenyum kembali. [b]