Semakin banyak anak muda ikut aksi bali tolak reklamasi.
Belasan anak muda bergaya punker terlihat mencolok di kumpulan massa aksi ForBALI, forum rakyat Bali tolak reklamasi, Selasa kemarin. Kali ini aksi dilakukan di dalam kantor DPRD Bali di Denpasar.
Anak-anak punk ini bernyanyi lagu Bali tolak Reklamasi dengan iringan musik suling dan gitar akustik dari sejumlah band muda popular. Sedikitnya 150-an orang terlibat dalam aksi penolakan rencana reklamasi di Teluk Benoa ini. Sebagian besar anak muda dari berbagai latar belakang. Ada mahasiswa, seniman, dan lainnya.
Mereka minta anggota Dewan mendengarkan orasi mereka dan menjawab tudingan beberapa anggota dewan yang menyebut aksi penolakan ini ingin menyerang Gubernur secara pribadi. “Kami sekarang di kantor DPRD menjawab tuduhan salah itu. DPRD dan Gubernur adalah dua pihak punya peran dalam izin reklamasi ini,” seru Pande Taman, mahasiswa Universitas Udayana (Unud).
Setidaknya sudah tiga kali ForBali menggelar unjuk rasa sebulan terakhir ini. Sebelumnya selalu di depan kantor Gubernur Bali.
Ada banyak orasi dari sejumlah pihak yang ingin menyampaikan opininya tentang silang sengkarut kebijakan pemberian izin pengelolaan dan pemanfaatan Teluk Benoa ini. Salah satunya Gusti Putu Herniwati, perempuan difabel dari Bangli.
“Jika sudah dimiliki pribadi, bagaimana kami bisa menikmati tanah sendiri,” katanya.
I Wayan Suardana, motor ForBALI mengajak anak muda yang ikut demo menjadi generasi yang berani mengkritisi pembangunan yang merusak lingkungan. “Kalau pun kita kalah dan reklamasi terjadi, ingatlah ada gerakan yang pernah menolak reklamasi ini,” katanya menyemangati.
Kadek Duarsa, humas Gerakan Masyarakat Benoa Tolak Reklamasi membacakan surat keputusan Sabha Desa Desa Pekraman Tanjung Benoa pada Gubernur dan DPRD yang menolak segala upaya untuk melanjutkan reklamasi. Surat hasil keputusan rapat 13 Agustus lalu ini ditandatangani sejumlah tetua banjar di Kelurahan Benoa yang diketuai I Wayan Dibia Adnyana.
Landasan
Pada 26 Desember 2012 Gubernur Bali mengeluarkan Surat Keputusan nomor 2138/02-CL/HK/2012 tentang Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa kepada PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).
Keluarnya SK ini tidak terlepas dari peran Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana (LPPM Unud), yang mengeluarkan kajian tentang daerah penyangga tsunami. Kajian ini menjadi landasan yang dipergunakan Gubernur Bali untuk memberikan SK tersebut kepada PT. TWBI guna melakukan reklamasi di Teluk Benoa seluas 838 hektar.
Setelah itu rencana Reklamasi Teluk Benoa kemudian hangat dibicarakan di berbagai media massa dan oleh berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat dan media mempertanyakan ada apa di balik SK yang dibuat “diam-diam” ini. Dalam dokumen resmi, pemerintah menyebut reklamasi ini untuk mencegah tsunami di Bali Selatan dan mengurangi alih fungsi lahan sawah sehingga perlu ada pulau baru untuk akomodasi wisata.
Delapan bulan kemudian, tepatnya 2 September 2013, Rapat Senat Universitas Udayana menilai hasil kajian LPPM Unud tentang Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa, dan menyatakan bahwa Teluk Benoa tidak layak untuk direklamasi.
Dua minggu sebelumnya, pada 16 Agustus 2013, Gubernur Bali mencabut SK 2138/02-CL/HK/2012. Pencabutan ini tidak serta merta berarti reklamasi Teluk Benoa berakhir. Pada hari yang sama Gubernur Bali menerbitkan SK nomor 1727/01-B/HK/2013 tentang Izin Studi Kelayakan Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa.
Penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa pun terus bergelora, melintas komunitas dan usia. [b]
Foto-foto dari website ForBali.