
Masyarakat Hindu di Bali selalu menyambut Nyepi dalam kemeriahan sebelum merenung dalam sepi.
Prosesi melasti dan ngerupuk begitu riuh. Ribuan manusia tumpah ruah di jalan-jalan menjadi penanda. Saat Nyepi, suasana itu sirna. Hanya keheningan, begitu sunyi dan tenang.
Serupa dengan perhelatan besar politik di Bali bulan Mei nanti. Bulan ini kita sudah bisa melihat kemeriahan muncul di jalan-jalan. Pasangan-pasangan yang akan mengabdikan dirinya untuk Bali sudah terlihat menebar senyum di mana-mana.
Dengan berbusana adat Bali, hanya beda warna, gambar para pasangan terpampang dengan slogan dan senyum. Pada baliho-baliho itu, yang dipasang di jalan-jalan besar hingga ke pelosok-pelosok, rupanya harapan untuk Bali yang lebih baik sedang ditawarkan.
Serupa dengan Melasti, kemeriahan ini biasanya sepi dari cerita bentrokan. Semua berjalan dengan tenang menuju tujuannya masing-masing. Jadwal sudah diatur, tempat pun sudah ditata. Bulan ini masyarakat Bali, utamanya para pendukung pasangan-pasangan calon gubernur dan wakil gubernur seperti sedang mengarak “pretima-pretima” yang penuh ketenangan.

Ketika saatnya tiba, kampanye dialogis atau bahasa gampangnya pengerahan massa dukungan. Arak-arakan massa akan menuju satu titik yang telah ditentukan. Biasanya, berbagai polah dan kreativitas muncul. Mulai gaya rambut hingga knalpot kendaraan. Menarik meskipun kadang mengganggu.
Mantap
Serupa dengan ngerupuk, sering terdengar bentrokan kecil-kecil pada periode ini. Yang lazim, pelemparan oleh oknum tak jelas pada posko, rumah atau kantor relawan pendukung pasangan lain. Ada pula intimidasi terhadap satu kelompok oleh kelompok yang lain untuk menyamakan dukungan. Rupanya ogoh-ogoh yang diarak saat pengrupukan “nyruti rupa” kedalam sifat dan pemikiran seperti raksasa.
Makan-makan dan pamer otot, otak pun berpikir pragmatis saat ini.
Tentu, semakin tahun, dampak negatif dari pengerahan massa ini harus semakin bisa dikurangi, seperti usaha desa adat bersama aparat terkait mencegah keributan-keributan saat pengarakan ogoh-ogoh di malam pengrupukan. Pemerintah, KPU dan Panwaslu tentunya dengan mengajak aparat desa atau banjar adat untuk bersama-sama, secara terus-menerus membangun pola untuk menjaga kenyamanan pada saat kampanye pengerahan massa.
Semakin tahun sudah sewajarnya proses pendewasaan dalam pilitik massa semakin baik.

Di bulan Mei akan ada masa tenang, saatnya semangat Nyepi bisa diterapkan. Merenung dan memikirkan dengan bijak sebelum menentukan pilihan. Saat-saat minggu tenang harus benar-benar dilaksanakan. Jangan lagi ada serangan fajar, tidak usaha mesimakrama dulu dan tidak ada lagi tim sukses pasangan ini dan pasangan itu. Semua menyepi, menenangkan hati untuk memilih pemimpin Bali yang baik buat Bali dan baik juga buat kehidupan berbangsa dan bernegara.
Setelah itu, di saat hari pemilihan 15 Mei 2013, bersama kita menuju TPS yang sudah ditentukan. Tidak usah berbekal atribut pendukung si anu. Datanglah sebagai warga Bali. Datanglah dengan pikiran yang tenang, keyakinan yang mantap bahwa kita memilih pemimpin Bali, sebagaimana saat pengembakan geni atau manis nyepi, kita saling mengunjungi sanak keluarga dengan perasaan yang baik. Tidak ada sesal dan dendam.
Ikuti penghitungan suara dengan semangat manis Nyepi. Tentunya bila semua komponen masyarakat Bali benar-benar bisa menyelaraskan rangkaian hari raya Nyepi dengan rentetan pilgub. Hasilnya sudah tentu, kita akan memiliki pemimpin Bali sesungguhnya. Seorang pemimpin dengan jiwa Satria Rsi, pemimpin yang berani dan bijaksana, Cerdas pikiran dan hatinya
Selamat menyambut Tahun Baru Caka 1935, semoga pikiran dan sikap yang baik memenuhi jiwa masyarakat Bali sehingga mampu memilih pemimpin yang baik dan benar untuk Bali. [b]
Pemaparan yg menyentuh,,, demi Bali kedepan. Matur suksma Bpk. Dudik