• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Monday, November 10, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Kematian Odha Makin Tinggi di RS Sanglah

Luh De Suriyani by Luh De Suriyani
23 September 2008
in Kabar Baru
0 0
2

Oleh Luh De Suriyani

Satu orang dengan HIV/AIDS (Odha) atau people living with HIV/AIDS (PLWH) meninggal di rumah sakit Sanglah, Denpasar pada Selasa (16/9) lalu. Sampai saat ini, Odha yang telah meninggal di RS Sanglah sebanyak 179 orang.

Pria yang meninggal karena tuberkulosis (TB) paru kemarin berusia 33 tahun. HIV telah melemahkan sistem kekebalan tubuhnya hingga gejala penyakit mudah menyerangnya. Salah satunya TB yang menjadi penyebab tertinggi kematian Odha.

Jumlah kematian Odha ini makin meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan peningkatan jumlah Odha yang melakukan pemeriksaan tes HIV secara sukarela (Voluntery Counseling and Testing/VCT) di Klinik VCT RS Sanglah. Rumah sakit ini menjadi rujukan bagi sebagian besar pasien Odha di Bali.

“Penjangkauan yang semakin banyak dari LSM membuat jumlah orang yang bersedia tes HIV makin tinggi,” ujar Sagung Suryani, kepala klinik VCT Nusa Indah RS Sanglah. Sagung yang juga kerap merawat Odha ini menyesalkan karena lebih banyak pasien Odha datang pada saat kondisinya sudah amat parah, yakni stadium IV. Suatu kondisi dimana gejala penyakit sudah sulit diobati karena kekebalan tubuh turun drastis.

Selain itu, menurutnya banyak Odha adalah orang miskin, sehingga sulit melakukan perawatan maksimal. RS Sanglah hanya menyediakan obat anti retro viral (ARV) gratis. Obat penghambat berkembangnya HIV dalam tubuh memang digratiskan untuk semua pasien Odha di seluruh Indonesia.

“Tapi, penyakit Odha kan banyak sekali. Ada TB, infeksi kulit, dan lainnya,” ujarnya.

Kematian Odha di RS Sanglah meningkat dua kali lipat dari tahun 2004, yakni dari 32 orang meninggal menjadi 71 orang pada 2007. Jumlah ini dari 370 Odha yang menjalani VCT di RS Sanglah. Faktor risiko mereka yang terkena HIV ini kini lebih banyak karena hubugan seks dari pasangan heteroseksual, sebanyak 353 orang.

Padahal sebelumnya, faktor risiko tertinggi adalah pengguna narkoba suntik (Injecting drug users/IDUs). Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali menunjukkan hingga Juli ini, jumlah Odha di Bali adalah 2208 orang. Tahun ini mengalami peningkatan pesat, hampir 50%. Data ini dikumpulkan sejak 1987 di Bali, ketika kasus infeksi HIV pertama ditemukan  pada turis Belanda.

Dari jumlah itu, sebanyak 1297 terinfeksi dari hubungan heteroseksual, sebagiannya berstatus suami istri. Sebanyak 662 orang terinfeksi dari penggunaan narkoba suntik, 133 orang dari hubungan homoseksual/biseksual, akibat kelahiran 29 orang, dan sisanya tidak diketahui faktor risikonya.

Sagung Suryani mengatakan pasien Odha yang dirawat di Sanglah, tidak menadapat ruang perawatan khusus agar tidak terkesan didiskriminasikan. “Semua ruangan bisa digunakan untuk merawat Odha karena kami telah mempraktekkan universal precuation,” ujarnya.

Hanya saja, ia menambahkan, dalam hal data medis, perawat dan dokter memegang prinsip kerahasiaan untuk status HIV pasiennya. Jadi, tidak diperkenankan menyebut status HIV tanpa persetujuan pasien itu sendiri.

Yusuf Rey Noldy, salah seorang konselor Odha mengakui semakin banyak mendampingi suami istri yang terinfeksi HIV. “Kebanyakan, suami yang menulari istrinya. Persoalannya banyak yang tidak tahu sudah terinfeksi HIV, istrinya hamil, dan anaknya pun tertular,” ungkap Noldy, aktivis Yayasan Hatihati, lembaga penanggulangan AIDS dan narkoba di Bali.

Ia sendiri merasa makin kesulitan karena harus mendampingi Odha yang makin banyak di pelosok pedesaan di Bali, khususnya di Kabupaten Buleleng dan Karangsem. “Ironisnya lagi, mereka semuanya sangat miskin. Akses air bersih saja susah, karena itu gejala penyakit sangat mudah menyerang,” tutur Noldy. [b]

Tags: BaliDenpasarHIV/AIDSKesehatanNarkoba
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Luh De Suriyani

Luh De Suriyani

Ibu dua anak lelaki, tinggal di pinggiran Denpasar Utara. Anak dagang soto karangasem ini alumni Pers Mahasiswa Akademika dan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Pernah jadi pemimpin redaksi media advokasi HIV/AIDS dan narkoba Kulkul. Menulis lepas untuk Mongabay.

Related Posts

Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

3 November 2025
Ketimpangan Ruang dan Kelas di Pasar Badung

Ketimpangan Ruang dan Kelas di Pasar Badung

21 October 2025
Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

18 October 2025
Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

15 October 2025

Ancaman Kesehatan Pasca Banjir di Bali

8 October 2025
Mengelola Dana Darurat Banjir Bali: Antara Potensi dan Transparansi

Mengelola Dana Darurat Banjir Bali: Antara Potensi dan Transparansi

20 September 2025
Next Post

Peluang dan Batas Seni Pertunjukan Bali

Comments 2

  1. dewabenny says:
    17 years ago

    Sesuatu yang sangat ironis memang…. kemiskinan membuat banyak masyarakat di bali tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan yang memadai.
    Menurut saya peningkatan kematian ODHA dipengaruhi karena semakin meningkatnya jumlah ODHA di masyarakat. Fenomena gungu esnya seperninya udah kelihatan “sedikit”

    Reply
  2. wawan says:
    17 years ago

    ih serem banget baca tulisan ini. tapi ini realita yang harus dicari solusi terbaiknya. sosialiasi juga harus lebih gencar ke masyarakat.

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

10 November 2025
Ratusan Titik di Bali Alami Bencana

Memetakan Lokasi Banjir dari Media Sosial

9 November 2025
Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

8 November 2025
Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

7 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia