Pembangunan jalan di atas perairan (JDP) mendapat sorotan publik mulai dari penentuan kawasan, konstruksi hingga tahapan pembangunannya.
Proyek ini digagas konsorsium empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, PT. Pelindo III, dan PT. Bali Tourism Development Corporation (BTDC). Proyek ini juga melibatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Sejak awal, pembangunan JDP yang rencananya dibangun menggunakan tiang pancang kini mulai berubah haluan karena salah prediksi pasang surut air laut. Meskipun tidak disebutkan pada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tapi saat ini pelaksana proyek mulai melakukan pemasangan tiang pancang dengan melakukan pengurugan di kawasan menuju Pelabuhan Benoa, Bali.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali memandang bahwa teknik pembangunan JDP telah menyalahi AMDAL yang disosialisasikan. Proyek ini juga mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di pesisir dan kelautan Bali. Menurut Suriadi, Deputi Direktur Walhi Bali, seharusnya pembangunan JDP memasang tiang pancang dan tidak melakukan pengurugan. Nyatanya, di lapangan saat ini berbanding terbalik. Saat ini terjadi pengurugan di lokasi pembangunan tersebut.
Dalam sosialisasi AMDAL secara gamblang dijelaskan tidak ada pengurugan. Namun, ternyata sekarang pengurugan itu dilakukan. “Pengurugan sudah secara otomatis merusak ekosistem kawasan tersebut,” kata Suriadi.
Komitmen untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup ekosistem pesisir kelautan di Bali harus konsisten dijalankan. Di dalam dokumen dinyatakan, pembangunan JDP seharusnya menggunakan tiang pancang tanpa melakukan pengurugan akan tetapi saat ini telah dilakukan pengurugan dalam mempercepat proses pembangunan JDP tersebut.
Proses pembangunan yang terlalu cepat, tergesa-gesa dan tidak melakukan perhitungan teknis secara cermat menyebabkan pesisir dan kelautan Bali lagi-lagi menjadi korbannya. Secara teknis sudah tidak memungkinkan membangun jalan itu dalam waktu relatif singkat karena ada ribuan tiang pancang yang harus dipasang. Pembangunan jalan dengan melakukan pengurugan untuk pemasangan ribuan tiang pancang ini sudah jelas-jelas merusak.
“Pesisir dan laut Bali yang selama ini tercemar sampah semakin diperparah dengan adanya pengurugan ini,” ujar Suriadi.
Kita harus belajar dari pembabatan bakau dan pengurugan di pesisir pulau Serangan, penimbunan limestone dalam proses pembangunan Mulia Resort yang telah merusak dan mematikan keanekaragaman hayati di kawasan pesisir dan laut.
Jika JDP ini tepat guna untuk mengurai kemacetan di ruas jalan By Pass Ngurah Rai dari Benoa sampai dengan Nusa Dua, maka perhitunganya harus matang sehingga tidak menambah deretan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Bali. Perhitungkan teknis dengan cermat agar jangan terus-terusan lingkungan hidup dijadikan korban.
Menurut Suriadi, jika saat pemasangan tiang pancang sampai ribuan dengan melakukan pengurugan, berapa ton material akan ditumpuk di kawasan konservasi tersebut. “Lalu, bagaimana dengan kerusakan yang ditimbulkan? Apakah sudah dilakukan studi komprehensif terkait pengurugan tersebut?” pungkas Suriadi. [b]











