“Jargon Bali Clean and Green hanya wacana yang selalu dikampanyekan tanpa adanya upaya nyata untuk menjaga lingkungan hidup di Bali,” teriak Suariadi Darmoko, aktivis Walhi Bali.
Puluhan Aktivis peduli lingkungan yang tergabung dalam Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali kembali menggelar aksi di depan kantor Gubernur Bali kamis, (11/10/2012).
KEKAL Bali menilai Hutan mangrove di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai adalah benteng terakhir bagi kawasan pesisir dari abrasi pantai, bencana tsunami dan juga berfungsi untuk mencegah intrusi air laut. Selain itu juga hutan mangrove juga sebagai tempat hidup bagi sejumlah binatang dan biota laut serta sangat berperan karena mampu menyerap karbondioksida (CO2) lima kali lebih besar dibandingkan dengan jenis hutan lainya.
Melihat manfaat yang diberikan hutan mangrove yang begitu luar biasa, Suriadi Darmoko sebagai Deputi Direktur Walhi Bali mengatakan “Sangat ironis jika saat ini Gubernur Bali justru mengeluarkan izin pemanfaatan hutan mangrove seluas lebih dari 100ha kepada PT. Tirta Rahmat Bahari untuk akomodasi pariwisata,” bebernya.
Dia juga mempertanyakan keseriusan Gubernur Bali dalam menjalankan jargon Bali Clean and Green yang selama ini selalu dikampanyekan oleh Gubernur Bali, “Apakah Jargon Bali Clean and Green hanya dijadikan sebagai alat kampanye oleh Gubernur Bapak Made mangku Pastika tanpa adanya tindakan nyata dari Bapak Gubernur untuk menjaga lingkungan di Bali?” tanya Darmoko.
Selain itu Suriadi juga mempertanyakan mudahnya ijin pemanfaatan yang dikeluarkkan gubernur Bali “Bagaimana bisa izin pemanfaatan hutan mangrove seluas lebih dari 100 ha tersebut keluar dengan cepat dan mudah, siapa di belakang PT. TRB tersebut,” cetusnya.
Humas Aksi, Adi Sumiarta juga menambahkan “Kawasan Hutan di Bali yang tersisa saat ini hanya sekitar 23% saja dari luas wilayah pulau Bali, belum lagi akibat kebakaran hutan yang terjadi kemarin mengakibatkan semakin berkurangnya kawasan hutan di Bali, itu artinya Bali masih kekurangan kawasan hutan seluas lebih dari 7% seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang yaitu Bali minimal harus memiliki kawasaan hutan seluas 30% dari luas pulau Bali,” paparnya.
Adi menyatakan seharusnya Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali menambah kawasan hutan. Bukan malah memberikan izin kepada investor untuk mengelola hutan mangrove apalagi dengan luas yang sangat mencengangkan yaitu seluas lebih dari 100 ha.
Adi sumiarta menambahkan, “Demi untuk memenuhi kebutuhan luas hutan, kami juga menuntut Gubernur Bali agar segera mencabut izin dari PT. TRB, menolak segala upaya perusakan lingkungan hidup di Bali, khususnya dibkawasan taman hutan Raya Ngurah Rai,” tandasnya.
Komite Kerja Advokasi Lingkungan (Kekal) Bali menduga adanya orang yang mempunyai kedekatan dengan Gubernur Bali yang berada dibalik PT Tirta Rahmat Bahari, karena proses perijinan pengelolaan kawasan TNR seluas 102,22 ha sangat mudah dan cepat. Kekal menyebut DPRD Provinsi Bali sebagai lembaga Legislatif yang mengawasi Gubernur tidak mengetahui Gubernur Bali telah mengeluarkan izin untuk memanfaatkan kawasan tersebut.
Selain tuntutan tersebut, masa aksi juga menyerukan dan menuntut pemerintah untuk melaksanakan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata sepenuhnya demi keberlangsungan pariwisata yang berkelanjutan di Bali.
KEKAL Bali yang terdiri dari Walhi Bali, Frontier Bali, Bali Outbound Community, LPM Kertha Aksara FH UNUD, dan komponen lingkungan yang peduli terhadap lingkungan melakukan aksi terkait dengan pemberian izin pemanfaatan Hutan Mangrove untuk akomodasi pariwisata kepada investor seluas lebih dari 100 ha. Aksi ini juga diikuti oleh musisi yang peduli terhadap lingkungan seperti Jrx dan Bobby dari Superman Is Dead dan Prima dari Geekssmile. (sumber: Siaran Pers Kekal Bali)