Teks dan Foto Anton Muhajir
Begitu selesai turun hujan, tempat lewat itu lebih mirip kubangan daripada jalan.
Air menggenangi sebagian jalan sepanjang sekitar 10 meter itu. Memang tidak seluruh panjang jalan itu tergenang air, tapi karena genangan air itu memenuhi lebar jalan maka pengguna tak ada pilihan lain. Mereka harus nyebur ke tengah kubangan, eh, jalan tersebut.
Jalan yang saya maksud adanya di kawasan Banjar Tegeh Sari, Denpasar Timur. Jalan ini hamoir tiap hari saya lewati. Selain saya, ratusan atau bahkan ribuan pengunjung juga melewati jalan penghubung antara Jalan Gatsu I/XXIII dengan Subak Dalem ini.
Kawasan di tempat jalan berkubang ini berada, sebenarnya termasuk kawasan elit. Salah satu penanda paling jelas adalah rumah-rumah mentereng bertingkat dua atau bahkan tiga di sekitarnya. Mobil seharga ratusan juta juga tiap hari melewati jalan ini ataupun diparkir di garasi rumah persis di samping jalan ini.
Karena masuk kawasan elit dan banyaknya orang kaya menggunakan jalan ini itulah, bagi saya, sangat mengherankan melihat jalan ini rusak parah. Jalan ini belum diaspal. Masih berupa batu kerikil. Di bagian tengah ada beberapa lubang yang langsung menjadi kubangan ketika hujan turun agak lebat. Dalamnya kira-kira cukup untuk membuat ban, bukan roda lho ya, sepeda motor tenggelam.
Tiap kali ada orang lewat, jalan itu akan menciptakan gelombang. Kadang-kadang saya merasa seperti berlayar karena tingginya gelombang yang harus saya lewati di kubangan, eh, jalan ini. Hehe..
Di bagian barat jalan ini juga ada kondisi yang lebih menyedihkan. Persis di tengah jalan, ada lubang berdiameter sekira setengah meter. Lubang ini adanya di atas semacam terowongan selokan. Jadilah bagian bawah lubang menganga ini aawlah seloka.
Toh, meski lubang di atas terowongan selokan ini sudah ada sejak sekitar tiga bulan lalu, tak juga ada yang memperbaiki. Hanya ada penanda berupa patahan pohon dimasukkan ke dalam lubang itu. Kira-kira ngasi tahu saja pada yang lewat, “jangan masuk lubang ini atau terperosok dan malu..”
Kami semua, termasuk saya, cuma bisa menggerutu. Tak tahu dan tak mau ikut bertanggung jawab memperbaiki jalan.
Begitu pula dengan jalan lain tak jauh dari jalan pertama. Kalau jalan pertama tadi hanya saya salah satu pilihan dari jalan lain yang bisa saya lewati, maka jakan kedua ini mau tak mau harus saya lewati tiap hari karena memang tak ada pilihan lain sama sekali.
Sori. Jalan ini memang belum punya nama. Yang jelas, dia juga menghubungkan Jalan Subak Dalem di mana saya tinggal dengan jalan-jalan besar lainnya, seperti Jalan Bedahulu dan Jalan Gatsu I.
Sejak sekitar dua bulan ini, jalan berkapur ini makin rusak. Saya haqqul yakin salah satu penyebabnya adalah pembangunan perumahan di sekitarnya. Tapi, ini bukan satu-satunya penyebab.
Ketika saya mulai tinggal di kawasan Denpasar pinggiran pada tahun 2005, jalan ini biasa dan bisa dilewati. Tidak ada masalah sama sekali. Kalau ada hujan sederas apa pun, air di jalan ini akan meresap ke tanah kosong di sampingnya. Apalagi ada selokan lumayan lebar di sampingnya.
Begitu ada perumahan, selokan itu ditutup, setidaknya sejak mulai hingga selesainya pembangunan perumahan tersebut. Tanah kosong itu sudsh berganti rumah. Tak ada lagi selokan. Tak ada lagi tanah resapan.
Lalu, mulailah terjadi genangan-genangan. Jakan mulai terlihat rusak. Kalau hujan sedikit saja, air langsung menggenang.
Situasi makin parah ketika jalan ini diuruk dengan batunkaour dan menyisakan sedikit tanah liat. Tiap kali ada hujan, jalan ini tak hanya jadi kubangan tapi juga mirip taman es untuk berselancar, licin. Makin parsh lagi karena tanah itu tidak rata dengan pengurukan yang cuma ditaruh begitu saja tanpa diratakan.
Kini, jalan-jalan rusak itu juga mulai masuk gang rumah kami. Tiap kali ada hujan, air langsung menyerbu masuk gang. Di bagian depan gang air mulai sering menggenang. Gara-garanya sama, selokan air yang pada mulanya adalah saluran subak, itu kini telah ditutup oleh salah satu pengembang.
Mereka membangun rumah-rumah mewah dan mahal untuk dijual, tapi di sisi lain menciptakan jalan kubangan bagi kami. [b]