• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Sunday, November 9, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Hentikan Menjadikan ODHA sebagai Objek

Anton Muhajir by Anton Muhajir
1 December 2008
in Kabar Baru
0 0
0

Oleh Anton Muhajir

Memperingati Hari AIDS Sedunia (HAS) hari ini, beberapa aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) penanggulangan AIDS di Bali menyerukan agar Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) tidak terus dijadikan objek. Mereka ingin agar ODHA lebih dilibatkan dalam penanggulangan AIDS di Bali.

Ikatan Korban Napza (IKON) Bali, komunitas injecting drug user (IDU) di Bali lewat pernyataan sikapnya meminta agar pemerintah, LSM, maupun lembaga penanggulangan AIDS lainnya menghentikan segala program yang menjadikan orang yang terinfeksi HIV sebagai objek. “Upaya melibatkan ODHA saat ini hanya bersifat formalitas. ODHA diundang rapat tapi hanya untuk menyatakan setuju dengan program yang akan dilakukan pemerintah maupun LSM,” kata I Gusti Ngurah Wahyunda, Koordinator IKON Bali.

Wahyu, mantan IDU yang juga aktivis Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba) tersebut memberi contoh penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang HIV dan AIDS. “ODHA hanya diajak untuk tanda tangan untuk setuju tapi tidak dilibatkan ketika penyusunan,” katanya.

Demikian pula dalam penanggulangan AIDS oleh LSM. Wahyu mengatakan bahwa ODHA hanya semata menjadi angka dalam program penanggulangan AIDS. “Makanya tiap kali pertemuan koordinasi antara LSM, KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), dan lembaga donor, mereka hanya menanyakan soal pertambahan angka. Parahnya lagi LSM-LSM itu terlihat sangat bangga dengan penambahan jumlah klien,” ujar Wahyu.

“Eksploitasi ODHA bukan hanya dilakukan oleh KPA tapi LSM juga,” tambahnya.

Yusuf Rey Noldy, Petugas Pendamping di Yayasan Hatihati mengatakan hal tak jauh berbeda. Menurut Noldy, pemberdayaan ODHA oleh LSM di Bali belum jelas arahnya. Dia mencontohkan adanya pendampingan lewat Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang sampai saat ini lebih bersifat untuk membagi perasaan ODHA sebagai orang yang patut dikasihani.

“Kami hanya datang, duduk, lalu nangis bersama setelah saling berbagi perasaan. Yang lebih penting kan setelah itu lalu apa,” kata Noldy.

“Sampai saat ini KDS-KDS yang ada hanya menekankan pada jumlah ODHA. Jadi yang datang adalah orang yang akan mengakui statusnya sebagai ODHA sehingga satu sama lain bisa meringankan beban,” tambahnya.

Noldy menambahkan, sampai saat ini sebagian orang memang menganggap terinfeksi HIV seperti bencana. Karena itu mereka langsung merasa perlu teman untuk berbagi, salah satunya lewat KDS. “Akibatnya sering kali KDS hanya jadi tempat untuk kami menangis bersama. Padahal akan lebih baik kalau ada sesuatu yang bisa kami kerjakan selain hanya meratapi nasib,” katanya.

Noldy, yang juga anggota KDS Addict + mengatakan pemberdayaan ODHA sebaiknya bersifat berjenjang sehingga pada satu titik, ODHA juga akan bisa mengambil keputusan sendiri yang terbaik untuknya. “Silakan lihat. ODHA yang berdaya itu justru lebih banyak ODHA yang sudah keluar dari LSM. Sebab ketika di LSM, mereka masih merasa tidak bisa memberdayakan diri. Mereka merasa dibatasi,” kata Noldy.

Luh Putu Ikha Widari, Koordinator Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Bali pun mengatakan hal yang sama. “Sengaja atau tidak, LSM di Bali banyak yang membuat ODHA ketergantungan pada mereka,” kata Ike.

Ike memberikan contoh dalam hal mengakses layanan kesehatan. Selama ini, tambahnya, banyak LSM yang sampai mengantarkan ODHA sampai ke tempat layanan bahkan untuk ambil obat. “Kalau pertama kali sih boleh saja. Tapi kalau seterusnya ya membuat ODHA jadi tergantung,” katanya.

“Menurutku, LSM masih melihat penanggulangan AIDS sebagai proyek. Jadi mereka takut kalau ODHA akan benar-benar berdaya dan tidak butuh LSM lagi,” tambah Ike yang pernah bekerja di LSM Bali Plus.

Menurut Ike, pemberdayaan ODHA sebaiknya cukup dengan memberikan informasi dasar pada ODHA. Misalnya tentang hak asasi manusia ataupun standar kesehatan umum. “Kalau ODHA sudah tahu, maka mereka akan menentukan sendiri apa yang terbaik untuknya,” kata Ike.

Hal inilah yang sekarang dilakukan Ike melalui IPPI Bali yang beranggotakan 20 ODHA dan Orang yang hidup dengan ODHA (ODHA) di Bali, Lombok, dan Kupang. “Kami sering berdiskusi tentang hak dasar ODHA bersama kawan-kawan LBH sehingga kami jadi lebih sadar tentang hak sebagai manusia maupun ODHA,” tambahnya.

Hatara Sugito, Manajer Program Yayasan Bali Plus, tak sependapat dengan Wahyu, Noldy, maupun Ike. Menurut Hatara, Bali Plus sudah melakukan pemberdayaan secara berjenjang terhadap ODHA. “Kami memulai dari masalah kesehatan. Misalnya terapi dan tanggungjawab mereka sebagai ODHA. Kalau mereka sudah tahu maka mereka bisa memilih sendiri,” katanya.

Setelah persoalan kesehatan teratasi, maka selanjutnya ODHA diberikan pemberdayaan di bidang ekonomi. “Kami menjembatani ODHA agar bisa mandiri secara ekonomi,” katanya.

Hatara memberikan contoh bagaimana Bali Plus menjembatani Warcan +, KDS di kalangan waria, untuk belajar bekerja di salon. “Itu cara kami untuk memberdayakan mereka dari sisi kemampuan kerja,” katanya. Selain Warcan Plus, Bali Plus juga menjadi organisasi payung bagi delapan KDS lain di Bali. [b]

Tags: AdvokasiHIV/AIDSKesehatanNGO
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Ancaman Kesehatan Pasca Banjir di Bali

8 October 2025
Mengenal 4 F, Respon terhadap Stres dan Trauma

Mengenal 4 F, Respon terhadap Stres dan Trauma

4 June 2024
Ledok, Gizi Bubur di Pulau Kapur

Ledok, Gizi Bubur di Pulau Kapur

15 April 2021
COVID-19 : Spiritualitas Orde Paling Baru

Benarkah Orang Gendut Lebih Mudah Terinfeksi COVID-19?

12 March 2021
Karut Marut Mendata Maut

Inovasi Layanan Rumah Sakit pun Menjadi Keniscayaan

17 December 2020
Karut Marut Mendata Maut

Menangani COVID-19, dari Awam Sampai Berkawan

5 November 2020
Next Post

Pedasnya Nasi di Nasi Hot

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Warisan Pasca Kolonialisme dalam Film Roots

Warisan Pasca Kolonialisme dalam Film Roots

7 November 2025
Ini Cerita Arsa, Remaja Rasa Anak-anak

Pengalaman Orang Tua dengan Anak Neurodiversitas

6 November 2025
BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

6 November 2025
Pelatihan Olah Limbah Bambu di Bamboo Academy

Pelatihan Olah Limbah Bambu di Bamboo Academy

5 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia