Oleh Luh De Suriyani
Lima pedagang dan tukang suun (buruh angkut) di Pasar Badung, Denpasar, hanya tertawa ketika ditanya soal Pemilu. Mereka mengaku tidak tahu kapan pelaksanaan pemungutan suara, terlebih soal calon-calon pemimpin pilihan mereka.
“Sekarang lebih penting bagaimana caranya cari uang untuk Galungan, Kuningan, dan Nyepi,” sahut I Wayan Darsa, pedagang janur. Maret adalah bulan penuh upacara adat besar bagi umat Hindu di Bali.
Mulai Senin lalu, warga disibukkan persiapan Hari raya Galungan. Lalu Minggu depan Kuningan, dan Panca Wali Krama, upacara yadnya lima tahun sekali yang berpusat di pura induk, Besakih di Kabupaten Karangasem.
Namun, tak hanya bagi umat Hindu. Imin, pria asal Solo yang juga jualan bakso di Pasar Badung ini mengaku sama sekali tidak pernah memikirkan pelaksanaan Pemilu nanti. “Kalau pengurus banjarnya menyuruh memilih, nyoblosnya sesuai pikiran saat itu saja. Semua sama saja,” kata pria yang menetap di Bali lebih dari 10 tahun ini.
Rendahnya perhatian warga ini diakui Winarty Eka Widiastuti, caleg DPRD Badung, sangat menyulitkan kampanye. “Tim kami membatalkan kampanye terbuka dan menggantinya dengan door to door,” ujar caleg perempuan ini.
“Tidak ada hari raya pun, warga banyak yang tidak peduli dengan Pemilu,” tambahnya.
Apalagi, bagi Winarty yang mengaku tidak punya banyak uang, kampanye secara personal di kelompok simpatisan partai politiknya adalah cara yang paling pas.
Kampanye tatap muka langsung, mendatangi warga disebut Winarty dilakukan hampir semua caleg yang dikenalnya. Terlebih, saat ini di Badung, semua atribut partai dan caleg harus dicabut untuk menghormati hari raya.
Di Bali saja, tercatat 5065 orang caleg yang memperebutkan 399 kursi parlemen di DPR, DPD, DPRD Provinsi dan kabupaten/kota. Jadi dipastikan 92% dari mereka akan gagal.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun kini hanya mengandalkan semangat. “Bagaimana pun saya harus optimis, Pemilu harus berlangsung,” kata Ray Misno, Ketua KPU Denpasar.
Upaya menarik perhatian pemilih telah mulai dilakukan dengan mengumumkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditempel di papan pengumuman banjar-banjar, lokasi pemungutan suara. “Namun, tak juga banyak pemilih yang mengecek apakah sudah menjadi pemilih. Padahal kali ini pemilih yang harus aktif mengecek sendiri, tidak ada petugas yang datang ke rumah-rumah, seperti Pemilu sebelumnya,” ujarnya.
Beberapa hari ini, Ray Misno, Ketua KPU Denpasar mengaku pusing. Selain karena pasifnya pemilih, juga molornya jadwal penghitungan suara.
“Dari sejumlah simulasi, warga yang memilih menghabiskan waktu lebih dari lima menit di dalam bilik suara. Mereka langsung nervous setelah membuka surat suara karena banyaknya partai dan nama,” kata Ray.
Padahal menurut kalkulasi, tiap pemilih maksimal mempunyai waktu empat menit untuk mencontreng di tiga kertas suara berbeda. “Jangankan pemilih, caleg yang melakukan simulasi saja banyak yang melebihi lima menit. Padahal pilihannya kan sudah jelas,” Ray heran.
Ia mempridiksi, rekapitulasi hasil pemungutan akan berlangsung hingga larut malam. “Ini pemilu yang berat bagi panitia pemilu dan juga pemilih,” katanya. [b]
Berita ini dimuat di http://www.thejakartapost.com/news/2009/03/17/festivals-take-balinese-mind-election.html
Makanya, jangan kebanyakan parpol. Banyak parpol kualitasnya ndak jelas, ya kaya gini jadinya, masyarakat males ngadepin pemilu. Banyak parpol ndak berarti negara ini sudah demokratis. Demokratis kok banyak parpol. Parpol cukup 5 saja atau kalo perlu 2, tapi berkualitas bagus, daripada banyak ndak ada mutunya.
Tapi saya tetap milih. Doakan pilihan saya tepat. Hehe!
aku yo bingung ki mo milih apaan 😀 harusnya dibawah kertas suara ada option others yg ada isiannya, tar aku bisa contrng others itu trus tulis namaku ndiri xixixixixix