• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Sunday, September 24, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Harga Garam Adalah Masa Depan

Happy Ari by Happy Ari
22 August 2016
in Kabar Baru, Lingkungan
0 0
0
Pembukaan Acara Worksop, wantilan wisata Jemeluk, Amed
Pembukaan Acara Worksop, wantilan wisata Jemeluk, Amed. Foto Happy Satyani.

Dua belas tahun lalu Komang Januarini memulai hidup sebagai petani garam. 

Akhir Juli 2016 lalu Komang dan petani garam anggota kelompok Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) garam Amed Bali lainnya mengikuti workshop Seni untuk Keberlanjutan Lingkungan.

Program dalam wadah Mabesikan Project itu diadakan di wantilan kawasan wisata Jemeluk, Amed, Kecamatan Abang, Karangasem.

Komang Januarini salah satu dari dua orang perempuan petani garam yang aktif mengerjakan pertanian garam tradisional Amed. Dia meneruskan kemampuan mengolah garam tradisional keluarga suaminya bersama kakak iparnya yang tidak menikah.

Sementara itu, suaminya merantau ke Tabanan bekerja di pabrik penggilingan beras.

Januarini merupakan satu dari lima anggota keluarga suaminya yang memproduksi garam di Amed. Hampir semuanya menyewa lahan untuk membuat garam. “Hanya satu orang yang punya tanah sendiri,” ujarnya.

Saat ini di Amed hanya tinggal 20-an petani garam yang tersisa. Rata-rata petani garam di Amed mengelola tanah seluas tiga are untuk memproduksi garam. Dua are untuk petak penggaraman, satu are untuk penjemuran.

Bermodal tanah seluas tiga are yang disewanya dari warga lokal Amed, petani garam perempuan ini mantap mengelola pertanian garamnya. “Modal alat-alat penggaraman sudah disediakan pemilik tanah saat awal dulu,” katanya. Sementara itu Januarini hanya tinggal menyediakan tenaga dan waktu.

Modal awal produksi garam ini cukup besar, menurutnya menghabiskan kurang lebih Rp 5 juta. Kemudian tiap musim produksi juga perlu mengganti bambu untuk penyangga alas penjemuran. Garam tradisional Amed tidak dijemur di tanah, melainkan pada alat yang disebut Palungan. Hasil dari pertanian garam tersebut kemudian akan dibagi dua sama rata dengan pemilik tanah.

Daerah asal ibu dua anak ini adalah daerah pertanian padi. Tetapi, Januarini mengaku tidak mengalami kesulitan ketika awal menjadi petani garam. “Tidak ada cara khusus,” katanya. Dia belajar sedikit demi sedikit dari kakak iparnya yang lebih dahulu belajar teknik membuat garam dikeluarganya.

Keseharian Petani Garam
Pada musim-musim produksi garam, sehari-harinya Komang berada di lahan garamnya. Berbeda dengan bercocok tanam, memproduksi garam memerlukan aktivitas sepanjang musim produksi. Sementara hari-hari lain diluar musim garam, dia ataupun petani lainnya mengerjakan ladang, menanam palawija.

Mula-mula pada pagi hari dia dan petani lainnya akan menurunkan tanah dari alat penyaring air laut yang disebut Tinjungan. Tinjungan ini di dalamnya diisi batu, pasir dan tanah sebagai penyaring alami mineral-mineral yang terkandung dalam air laut. Kemudian dia akan menyiram petak tanah yang sudah dirapikan dengan air laut. Petak-petak disiram menggunakan mesin diesel.

Januarini mengatakan baru mulai empat tahun lalu menggunakan diesel tersebut, sebelumnya mereka hanya menggunakan ember untuk mengambil air laut. Setelah itu dia akan menjemur air tuah, air hasil penyaringan di Tinjungan ke Palungan. Palungan ini dibuat dari bilah-bilah kelapa untuk mengeringkan mineral air laut menjadi Kristal-kristal garam. Aktivitas ini dilakukan sejak pagi hari hingga matahari belum meninggi.

Palungan, Sebelum Musim Garam Tiba
Palungan, sebelum musim garam tiba. Foto Happy Satyani.

Siang harinya dia akan mengisi Tinjungan dengan tanah lagi dan membalik tanah di petak lahan dengan alat yang disebut bangkrak. Hal ini dilakukan berulang kali hingga masa panen garam pada hari keempat, jika cuaca mendukung. Hal-hal yang dilakukannya terdengar sederhana, meskipun begitu Januarini mengaku tidak mampu apabila mengerjakan lahan garam sendiri. Oleh karena itu dia mengerjakannya berdua.

Meskipun dia dan kakak iparnya seorang perempuan, mereka tidak merasakan kerumitan tertentu dalam mengerjakan lahan garam. Hanya saja menurutnya menjadi petani garam sangat bergantung pada cuaca, hal ini yang membuat persiapan produksi kadang harus berulang-ulang.

Menurut Januarini ini bagian tersusah menjadi petani garam, pengerjaan persiapan hingga proses produksi harus terurut, mulai dari pembersihan lahan, menyiapkan tempat penjemuran, menyaring di Tinjungan, mengisi petak dengan air, air laut yang bercampur tanah kemudian diratakan hingga panen. “Kalau pas musim penggaraman kemudian hujan, sudah dibersihkan tapi harus kembali dari awal,” ujar perempuan tiga puluh tahunan ini.

Suka duka menjadi petani garam sudah pernah dilalui oleh ibu yang memiliki anak pertama sudah menginjak sekolah menengah pertama ini. Tahun 2015 lalu garam panenan lahannya mencapai 2.5 ton, menurutnya ini merupakan panenan terbanyak. Sementara tahun 2012 lalu dia dan petani lainnya tidak dapat memproduksi garam karena musim tidak menentu.

Pada hari panen dia akan melakukan pengerikan dan memasukkan garam kedalam bakul. Bakul-bakul ini maksimum berisi lima kilogram. Sementara tiap panen, rata-rata petani dapat menghasilkan 12 bakul per panen. Menurutnya penghasilan satu lahan dengan lahan yang lain bisa berbeda. “Tergantung jumlah palungan atau kualitas tanah sarinya,” ujar Januarini. Garam-garam tersebut akan ditiriskan selama 8 hari baru dibawa ke gudang.

Harga Garam Amed
Komang Januarini menceritakan harga garam sebelum 2014 yaitu hanya Rp 2.500 per kilogram. “Baru tahun lalu mahal,” ujarnya. Para petani akan menjual garam mereka di warung-warung, kemudian warung akan mengemas kembali untuk dijual kepada wisatawan. “Dulu jual di warung, harga ditentukan mereka,” ujarnya.

Saat ini harga penjualan garam mencapai Rp 6.000 per kilogram. Sementara tiap panen hasil produksi garamnya mencapai enam puluh kilogram. Menurut Januarini jumlah tersebut cukup untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Harga garam yang meningkat ini dikarenakan garam Amed telah didaftarkan dalam MPIG pada tahun 2014. Banyak keuntungan kelompok petani garam setelah garam Amed terdaftar dalam MPIG. “Selain harganya bisa menentukan, jualnya juga gampang,” kata perempuan asal Negara ini.

Komang Januarini tidak paham benar ke daerah mana saja garam tradisional tersebut, hanya menyebutkan beberapa tempat distribusi diantaranya beberapa tempat di Denpasar, dikirim hingga ke Jepara dan hotel-hotel di Amed.

Setelah garam mendapatkan sertifikat MPIG ini, para kelompok petani juga semakin serius mengelola distribusi garamnya. Selain melakukan aktivitas produksi pada musim penggaraman, beberapa petani juga turut serta dalam proses pra distribusi, termasuk Komang Januarini. Bersama seorang petani lainnya Wayan Juni, dia melakukan pembersihan garam.

Bagian pengemasan ada seorang petani lain yang mengerjakannya, yaitu Wayan Slonok. Menurut ibu dua anak ini, sehari-harinya mereka mampu membersihkan kurang lebih 10 kilogram garam. Pekerjaan ini dilakukan diluar musim pembuatan garam dengan upah Rp 2.500 setiap kilonya. Garam-garam tersebut nantinya dikemas dalam ukuran 100 gr, 200 gr, 500 kilogram dan kemasan 1 Kg.

Keseriusan kelompok petani mengelola garam tradisional ini menjadi harapan masa depan garam Amed. Selain harga yang membuat petani menjadi berdaya, juga ada kebanggaan pada diri petani. “Bangga karena ada yang memperhatikan, dulu tidak ada yang memperhatikan,” ujarnya.

Tapi di samping rasa bangga itu ada hal lain yang menjadi kekhawatiran, jumlah lahan garam semakin lama semakin berkurang. Katanya, baru-baru ini sudah ada empat lahan yang disewa petani kemudian digunakan sebagai penginapan oleh pemiliknya.

Pemetaan Lahan Garam Amed
Pemetaan Lahan Garam Amed

Mengenai generasi penerus Komang Januarini juga masih ragu. Dia sendiri tidak dapat memprediksikan apakah anak-anaknya akan meneruskan keterampilan keluarganya dalam membuat garam tradisional tersebut. “Tergantung kemauannya,” ujarnya.

Tetapi Komang Januarini optimis jika harga garamnya semakin bagus dan distribusinya lancar akan banyak yang mau menjadi penerus mereka. “Harapannya bisa lebih luas distribusinya, dan banyak lagi yang menjadi petani garam,” ujar perempuan petani garam ini. [b]

Tags: garam amedGaram TradisionalLingkunganlingkungan bali
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Happy Ari

Happy Ari

ALURA (Alumni Pencerah Nusantara| Pemerhati Kesehatan Masyarakat, Pencerah Nusantara Batch 3, Team Karawang| Belajar tentang isu-isu kesehatan| Menyukai Buku-buku

Related Posts

Refleksi Perilaku Eksploitatif Manusia Lewat Wallaby Project – Mereka

Refleksi Perilaku Eksploitatif Manusia Lewat Wallaby Project – Mereka

17 April 2023
Test Drive Bahan Bakar dari Sampah Plastik

Test Drive Bahan Bakar dari Sampah Plastik

30 September 2022
Get The Fest 2022, Konser Musik Berbahan Bakar Minyak Hasil Olahan Sampah Plastik

Get The Fest 2022, Konser Musik Berbahan Bakar Minyak Hasil Olahan Sampah Plastik

11 September 2022
Memahami Bencana Ekologi untuk Ketangguhan Masyarakat

Memahami Bencana Ekologi untuk Ketangguhan Masyarakat

28 August 2022
Nobar Pulau Plastik di Fairfield by Marriott Bali Kuta

Nobar Pulau Plastik di Fairfield by Marriott Bali Kuta

27 April 2021
Memperbaiki Kesalahan Masa Lalu pada Hutan Yehembang Kauh

Memperbaiki Kesalahan Masa Lalu pada Hutan Yehembang Kauh

19 April 2021
Next Post
Komponis Kini #3 A Tribute to Lotring

Komponis Kini #3 A Tribute to Lotring

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

10 September 2023
Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

5 June 2013
Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

5 September 2023
Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

26 July 2023
Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

4 June 2012
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

2
Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

1
Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

2
Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

1
(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

23 September 2023
Jalan Kaki Menikmati City Tour Semarapura

Produksi Air Minum dalam Kemasan Kian Menjamur

23 September 2023
Saran untuk yang Terhormat Para Caleg

Tantangan Perempuan di Panggung Politik dan Sekolah Perempuan Inklusi

22 September 2023
Menguji Efektivitas Bus Umum Rute Bukit Jimbaran

Menguji Efektivitas Bus Umum Rute Bukit Jimbaran

21 September 2023

Kabar Terbaru

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

23 September 2023
Jalan Kaki Menikmati City Tour Semarapura

Produksi Air Minum dalam Kemasan Kian Menjamur

23 September 2023
Saran untuk yang Terhormat Para Caleg

Tantangan Perempuan di Panggung Politik dan Sekolah Perempuan Inklusi

22 September 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In