ForBALI dengan ini membantah pernyataan Sekda Pemprov Bali.
Sebagaimana diberitakan media, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Bali Cokorda Ngurah Pemayun meminta kepada penolak reklamasi Teluk Benoa untuk menunjukkan kajian ilmiah.
Berikut kutipan lengkap pernyataan Sekda Provinsi Bali, “Kepada kelompok yang menolak, para politisi dan komunitas apa pun. Tunjukanlah kajian ilmiah anda kenapa harus menolak. Jangan hanya asal menolak. Pokoknya reklamasi Teluk Benoa ditolak. Ini yang tidak kita inginkan.”
Berkaitan dengan hal tersebut kami akan menyampaikan fakta sebagai berikut
Pertama, kami Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), adalah gabungan masyarakat sipil lintas sektoral yang terdiri dari lembaga dan individu baik Masyarakat Adat, Pemuda Adat, Mahasiswa, LSM, seniman, pemuda dan individu-individu yang peduli lingkungan hidup dan mempunyai keyakinan bahwa Reklamasi Teluk Benoa adalah kebijakan penghancuran bagi kelestarian laut beserta isinya serta lingkungan di Bali.
ForBALI, sebagai salah satu forum yang kurang lebih selama tiga tahun belakangan memprotes dan melakukan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa, merasa sebagai salah satu pihak yang dituju oleh pernyataan Sekda Provinsi Bali tersebut.
ForBALI dalam melakukan protes dan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa berpegang teguh terhadap hasil riset dan kajian di antaranya adalah kajian pemodelan dari Conservation International dan juga hasil riset tentang kawasan suci Teluk Benoa oleh ForBALI yang juga dikuatkan oleh keputusan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang menyatakan Teluk Benoa sebagai kawasan suci.
Selanjutnya di dalam pembahasan AMDAL pada 29 Januari 2016, sebagai tanggapan dan argumentasi penolakan ForBALI atas proses Analisis Mengendai Dampak Lingkungan (AMDAL) rencana reklamasi Teluk Benoa, ForBALI juga menyampaikan kajian-kajian berkaitan dengan Sosial Budaya, Kebencanaan, Lingkungan Hidup dan juga dari segi pariwisata mengapa ForBALI menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
Di dalam pertemuan tersebut, Direktorat Jenderal (Dirjen) Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatan (KLHK) dan pemrakarsa juga mengakui bahwa terdapat banyak kelemahan yang ada di AMDAL yang bersifat fundamental. Dengan argumentasi tersebutlah maka ForBALI meminta proses AMDAL dihentikan dan rencana reklamasi Teluk Benoa dibatalkan.
Kedua, jika kita melihat ke belakang, berdasarkan rentetan peristiwa yang telah terjadi, pada 3 Agustus 2013, pada saat pertemuan di Wiswa Sabha, Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjelaskan bahwa persoalan reklamasi Teluk Benoa agar diserahkan kepada ahlinya untuk melakukan studi kelayakan sampai tuntas. Bahkan Gubernur Mangku Pastika berjanji jika hasil studi kelayakan menyatakan tidak layak dilakukan reklamasi maka secara tegas akan menolak reklamasi dan sebaliknya kalau hasil kajian LPPM UNUD menyatakan layak maka semua pihak harus bisa menerima.
Pernyataan tersebut juga termuat di berbagai media massa. Tapi, apa yang dilakukan Pemprov Bali Bali tatkala mengetahui hasil final kajian mengenai rencana reklamasi Teluk Benoa dinyatakan tidak layak berdasarkan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya dan ekonomi-finansial? Pemprov Bali terus berupaya untuk memuluskan rencana reklamasi Teluk Benoa dengan menggunakan segala cara termasuk mengajukan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk melakukan perubahan status Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi non konservasi agar bisa direklamasi.
Ketiga, fakta tersebut menjelaskan bahwa Pemprov Bali dalam setiap tindakannya tidak berdasarkan kajian bahkan pada saat itu ketika mempercayakan kepada Universitas Udayana (Unud) untuk melakukan studi kelayakan rencana reklamasi Teluk Benoa dan hasilnya tidak layak Gubernur tidak lantas menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa.
Bukti konkret bahwa tindakan Pemprov Bali tidak berdasarkan kajian ilmiah adalah penerbitan Surat Keputusan (SK) 2138/02-C/HK/2012 tentang Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa, karena pada saat itu UNUD sebagai lembaga yang ditunjuk belum melakukan kajian apapun padahal SK tersebut adalah SK pelaksanaan reklamasi. Pemprov Bali hanya memaksakan kehendak untuk mereklamasi Teluk Benoa dan ketika hasil studi kelayakan Unud bertentangan dengan keinginannya untuk mereklamasi Teluk Benoa yang terjadi adalah hasil studi Unud dikesampingkan dan nafsu untuk mereklamasi tetap dipaksakan.
Tindakan-tindakan Pemprov Bali melalui Sekda Provinsi Bali yang menantang Rakyat Bali menolak rencana reklamasi Teluk Benoa untuk menunjukkan hasil kajian ilmiah berbanding terbalik dengan perilaku Pemprov Bali yang gemar ingkar janji dan juga tidak menggunakan hasil risetnya dalam hal ini riset dari Unud yang dulu dipercaya untuk melakukan kajian kelayakan reklamasi Teluk Benoa. Jika saja Pemprov Bali tepat janji dan tunduk dengan hasil riset yang dilakukan maka seharusnya rencana reklamasi Teluk Benoa sudah dihentikan sejak saat itu juga.
Berkaitan dengan tudingan Sekda Provinsi Bali bahwa yang menolak reklamasi hanya mencari panggung politik di Bali untuk menarik simpati rakyat, ForBALI memandang argumentasi yang tidak mendasar. Karena, sebagaimana uraian di atas, jelas bahwa sikap ForBALI yang tegas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa berdasarkan hasil riset dan kajian sebagaimana yang telah kami uraikan di atas.
Pernyataan oleh Sekda Provinsi Bali tersebut adalah pernyataan tidak mendasar yang digunakan untuk menghancurkan gerakan dan perjuangan rakyat Bali menolak reklamasi Teluk Benoa. [b]