
Apakah kamu pernah mengikuti car free day (CFD) di daerah Renon? Jika pernah, kamu tentu melihat sejumlah orang yang membawa kamera di sekitar area CFD. Orang-orang yang membawa kamera ini biasanya mangkal di sisi selatan Niti Mandala Renon, yaitu di depan kantor KPU Kota Denpasar dan di dekat kantor BPD Bali. Sementara itu, di sisi utara lapangan merupakan area steril dari kamera karena terdapat kantor Gubernur Bali dan DPRD Provinsi Bali.
Orang-orang yang membawa kamera ini tampak duduk berjejer dari sisi jalan hingga ke tengah. Ada yang duduk lesehan, ada yang membawa bangku, bahkan ada yang membawa tangga. Mereka berlomba-lomba memotret pelari, pesepeda, hingga pejalan kaki yang melintas.
Sebagian besar adalah fotografer yang menjual hasil jepretannya di Fotoyu, layanan jual beli foto. Mengutip dari laman Fotoyu, Fotoyu merupakan platform marketplace foto atau konten pribadi dengan teknologi kecerdasan buatan pencari foto yang mempertemukan fotografer (kreator) dengan user.

Ada beberapa teknologi yang digunakan oleh Fotoyu, yaitu Artificial Intelligence (AI), komputasi awan, otomatisasi, ponsel pintar, GPS, fintech, enkripsi, dan crowdsourcing. Selain itu, Fotoyu juga menggunakan pengenalan wajah (face recognition) dan data lokasi.
Untuk mengetahui cara kerja Fotoyu, saya mencoba membuat akun melalui situs Fotoyu.com. Ketika mendaftar ada beberapa informasi yang diminta, yaitu nomor WhatsApp, username, dan tanggal lahir. Pada kolom tanggal lahir terdapat keterangan ‘di bawah 17 tahun butuh persetujuan orang tua’.


Pengguna diwajibkan untuk mengambil foto wajah atau selfie saat mendaftar. Foto wajah ini nantinya akan digunakan sebagai pengenal biometrik wajah yang memungkinkan pengguna melakukan pencarian foto-foto berdasarkan tingkat kemiripan wajah.
Dalam situsnya, Fotoyu menyebutkan verifikasi wajah menggunakan teknologi kecerdasan buatan anti spoofing liveness, yaitu teknik yang memastikan bahwa data biometrik yang diambil berasal dari objek hidup, bukan rekaman atau replika. Setelah menekan menu daftar akan muncul menu pop up yang berisi ketentuan penggunaan.
Daeng Ipul, Kepala Divisi Keamanan Digital SAFEnet sempat mengorek-ngorek ketentuan di Fotoyu dan menemukan bahwa semua foto di platform tersebut terenkripsi. “Jadi hanya bisa dilihat oleh kita sebagai pengguna. Jadi di luar dari pengguna Fotoyu tidak bisa lihat,” terang Ipul.
Ipul menambahkan bahwa syarat dan ketentuan di laman Fotoyu dijabarkan secara jelas. “Dia menjelaskan secara detail cara kerjanya seperti apa. Ada ketentuan pemusnahan data juga. Jadi kalau misalnya kita menghapus akun, datanya akan dihapuskan data-data biometrik kita,” imbuhnya. Apabila kamu penasaran, kamu bisa melihat cara kerja Fotoyu di sini.
Ketika masuk ke Fotoyu setelah mendaftar, platform akan meminta izin akses lokasi untuk meningkatkan akurasi pencarian. Setelah izin lokasi diberikan, akan muncul kumpulan foto di platform. Foto-foto tersebut adalah foto dengan wajah yang terdeteksi mirip dengan pengguna. Namun, foto tersebut masih berisi watermark dan bagian wajah yang disensor. Pengguna bisa mendapatkan foto tanpa watermark dan tanpa sensor dengan membeli foto tersebut.


Ketika bertanya dengan salah satu pengguna Fotoyu, ia menyebutkan dirinya pernah membeli foto dan video melalui aplikasi tersebut. Satu foto bernilai Rp20.000, sedangkan satu video bernilai Rp35.000. Pembayaran bisa langsung melalui aplikasi, tanpa menghubungi fotografer. Dalam hal menerima pembayaran, fotografer harus berfoto bersama KTP dan memasukan data pembayaran ketika mendaftar sebagai fotografer atau kreator.
Foto yang dibeli dari platform Fotoyu hanya foto pengguna itu sendiri. Pengguna tidak bisa membeli foto orang lain. Dilansir dari Fotoyu, platform ini menggunakan transfer lisensi hak cipta khusus. Artinya, kreator setuju untuk melepaskan seluruh hak cipta dari konten yang dijual kepada pengguna yang membeli. Setelah itu, pengguna akan mendapatkan lisensi hak cipta khusus.
Jika dilihat dari laman Fotoyu dan ketentuan yang ada dalam laman mereka, Ipul menyebutkan idealnya platform ini memiliki keamanan yang sangat berlapis. Namun, tentu hal ini tidak bisa ditentukan hanya dari pengamatan semata.
Hal yang perlu diwaspadai pengguna Fotoyu adalah risiko terjadinya kebocoran data. “Bayangkan kita punya data biometrik, data lokasi, data alamat, bahkan kalau untuk kreatornya kan mereka harus foto selfie dengan tanda pengenal. Ya itu kebocoran data-data itu yang bisa dimanfaatkan kemudian oleh pihak-pihak lain di luar Fotoyu sendiri,” terang Ipul.
Meski terbilang lengkap, Fotoyu belum menjelaskan jangka waktu retensi dokumen yang memuat data pribadi pengguna. Fotoyu hanya menjelaskan bahwa data pribadi pengguna akan terhapus ketika pengguna mengirimkan permintaan hapus akun. Begitu pula dengan foto pribadi pengguna tidak dijelaskan sampai kapan masa penyimpanannya. Salah satu pengguna Fotoyu menjelaskan dirinya pernah membeli foto di platform tersebut pada tahun lalu dan masih bisa diakses di Fotoyu sampai saat ini. Fotoyu hanya menjelaskan apabila pengguna menemukan fotonya dan ingin foto tersebut dihapus, pengguna dapat mengirimkan permintaan menghapus foto tanpa membayar.
Penulis berusaha kontak admin di media sosial Fotoyu, namun belum direspon. Dalam Undang-undang 27/2022 tentang Perlindungan Data disebutkan Data Pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a meliputi: a. data dan informasi kesehatan; b. data biometrik; c. data genetika; d. catatan kejahatan; e. data anak; f. data pribadi lain. Pemilik data disebut subjek data. Subjek Data Pribadi berhak mendapatkan informasi tentang kejelasan identitas, dasar kepentingan hukum, tujuan permintaan, dan penggunaan data pribadi, dan akuntabilitas pihak yang meminta data pribadi. UU ini selengkapnya bisa dibaca di sini.
Melihat foto kita nampak keren memang menarik, tapi pelajari risiko keamanan yang mesti dipertimbangkan oleh pengguna. Tidak hanya di Fotoyu, juga aplikasi lain. Semakin besar data yang diberikan, tentu risiko ke depannya juga semakin besar.
slot gacor gampang menang