• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Saturday, September 30, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Nyepi di Bali: Antara Banyaknya Sampah vs Penurunan Polusi

Sri Auditya Sari by Sri Auditya Sari
20 March 2018
in Berita Utama, Kabar, Lingkungan
0 0
0
Proses mengarak ogoh-ogoh termasuk kegiatan yang bisa menghasilkan sampah jika tidak ditangani dengan baik. Foto Anton Muhajir.

Bali, terima kasih. Keberanianmu menyepi di era globalisasi, sangat luar biasa bagi alam ini.

Terlepas dari esensimu mengajak kami untuk melaksanakan catur brata penyepian dan mengevaluasi diri melalui tri kaya parisudha. Tak sedikit yang mengakui, udara pagi hari pasca Nyepi sangat menyenangkan, segar, bersih tanpa polusi. Belum lagi manfaat hemat listrik yang dirasakan oleh penduduk di Bali.

Saya pernah tahu, terdapat tulisan ilmiah dari seorang abdi pengetahuan bernama Anak Agung Gde Raka Dalem [1] beberapa tahun lalu. Tulisan itu menggambarkan tabel perbandingan jumlah polutan yang di produksi di beberapa wilayah di Bali setiap hari dengan ketika Bali merayakan Nyepi.

Hasilnya tentu saja mudah diduga. Hari raya nyepi yang tanpa aktivitas selama 24 jam berhasil mereduksi jumlah polutan di udara seperti SO2, CO, O3, NO2 dan NO hingga 40 persen [2]. Siapa yang tidak merayakan segarnya udara pagi hari di Ngembak Geni sehabis Nyepi? Hampir tidak ada.

Semua berbangga. Hanya penduduk Bali satu-satunya di dunia yang bisa bekerja sama untuk menciptakan suasana sedemikian rupa. Nyepi pun disebut-sebut sebagai obat ampuh dalam upaya merawat bumi yang mulai renta. Banyak pula yang berandai-andai menginginkan Nyepi agar dilakukan lebih sering lagi di lebih banyak lokasi. Apa kalian kalian memiliki pemikiran yang sama? Saya juga.

Sampai akhirnya tukar pikiran dengan seorang kawan menghasilkan pemikiran yang lain.

Nyepi tahun ini, saya habiskan di rumah bersama dengan dua orang kawan, yang sama-sama perantauan dari desa. Kami memutuskan tidak bersama keluarga dengan alasan berbeda-beda. Kami menikmati semua kesederhanaan dan indahnya tapa brata penyepian. Hingga pagi harinya kami merayakan Ngembak Geni dengan mengunjungi pantai terdekat dan bermaksud untuk olahraga.

Pantai sudah ramai sekali meskipun saat itu masih sangat pagi. Banyak pemuda dan pemudi desa bersiap untuk memusnahkan ogoh-ogoh representasi dari asurisampad. Lalu, apa yang mengubah pikiran saya terkait duplikasi Nyepi di berbagai lokasi?

Sampah.

Kita boleh saja bangga, senang, bahagia saat menghirup segarnya udara bersih sehabis Nyepi di pagi hari. Tapi, jika kita lebih jeli memperhatikan sekeliling. Indra penciuman kita akan malu akan kemampuan indra penglihatan kita di sepanjang jalan-jalan. Banyak sekali sampah bertebaran. Terutama di lajur pengarakan ogoh-ogoh sebagai aktifitas bhuta yadnya hingga ke pusat kota.

Dapat dipastikan sampah plastik mineral berbentuk gelas dan botol ada dimana-mana. Waaah! Hilang sudah rasa bangga. Rasa malu mulai menyergap.

Jika dipikir dengan logika, benar saja. Kita bisa lihat gejala peningkatan konsumerisme dalam menyambut hari raya ini. Kita berbondong-bondong berbelanja, yang dari desa bahkan berbelanja hingga ke kota. Dan yang berdomisili di kota, tak lupa membeli bekal untuk di bawa ke desa. Swalayan-swalayan, supermarket, minimarket hingga gerai waralaba ramai tak terkira. Antrean menuju kasir panjang luar biasa.

Dan bisa dibayangkan, hampir semua jajanan dan bahan-bahan masakan yang terbeli dibungkus plastik! Sayangnya lagi, Negara kita ini masih minim mengenai tata kelola sampah yang baik. Terlebih lagi, sampah plastik. Kebanyakan sih, seperti yang sudah-sudah selama ini, dibuangnya ke aliran sungai hingga bermuara ke laut Bali yang kita banggakan keindahannya selama ini.

Mungkin kawan-kawan juga sudah melihat atau hanya sekadar mendengar. Nama Bali baru saja tercemar akibat sebuah video viral seorang penyelam berkebangsaan Inggris bernama Rich Horner. Dalam videonya, Rich Horner memperlihatkan ia sedang menyelam di perairan Nusa Penida, tepatnya di Manta Point. Bukannya keindahan alam bawah laut Bali yang tertangkap kamera, melainkan gumulan sampah plastik di mana-mana. [3] Menyedihkan.

Pengakuan mengenai pelonjakan volume sampah mendekati hari raya juga dilontarkan oleh Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar, I Ketut Wisada. Dalam wawancaranya, Wisada menyampaikan bahwa saat hari normal, volume sampah hanya mencapai 2.700 meter kubik per hari dengan rata-rata setiap orang per harinya menghasilkan sampah 1,4 kilogram. Namun, menjelang hari raya, terjadi kenaikan produksi sampah hingga 60% – 70%. Itu hanya perhitungan sampah individual, belum termasuk dengan sampah kelompok, yakni sampah yang diproduksi selama melasti dan bhuta yadnya.

Perhitungan itu pun masih terdata dalam satu kota, belum wilayah lainnya. Hanya sebatas kuantitatif sampah plastik, belum lagi sampah organik. I Ketut Wisada menambahkan, fenomena tersebut biasa dikenal dengan istilah peningkatan sampah luar biasa, terjadi menjelang hari-hari besar seperti hari raya. [4]

Mengingat semua itu, masih pantaskah kita menyebut Bali berkontribusi dalam penyelamatan bumi di Hari Raya Nyepi? Sementara di saat yang bersamaan, justru Nyepi memproduksi sampah plastik yang luar biasa lebih banyak lagi. Jika hal seperti ini bisa dirumuskan dalam formulasi matematika sederhana, yang bahkan anak di bangku sekolah dasarpun bisa mengerjakannya.

Nyepi di Bali adalah NOL.

Mengapa? Angka +1 (plus satu) diberikan untuk penurunan polusi, dan harap kita mawas diri menerima angka -1 (minus satu) untuk peningkatan volume sampah, terlebih yang plastik. Belum lagi fakta bahwa kedua hal tersebut terjadi hanya satu hari, di hari raya Nyepi yang selama ini kita agungkan segala berkah dan amanahnya.

Ditambah, kekurangan kita dalam manajemen pengolahan sampah hingga saat ini. Yang tak ayal lagi, justru membuat daftar kekurangan lebih panjang dari kelebihan yang dimiliki.

Semoga, Nyepi kali ini benar-benar menjadi media intropeksi diri. Sejatinya apapun yang terjadi di dunia ini tetap membuat kita tetap memiliki sifat Abhyasa. Abhyasa yang artinya untuk perbuatan baik lakukanlah dan biasakanlah hal itu setiap hari, tidak perlu menunggu Nyepi. Minimalisir penggunaan plastik, hematlah terhadap air dan listrik, dan mulai bertanggung jawab terhadap kelestarian bumi.

Setidaknya, dimulai dari membuang sampah tidak sembarangan. Bukannya sejak kecil kita diajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya? Mengapa justru ketika kita dewasa, kita malah memberi kesempatan pada ego untuk merasakan menang walaupun hanya sementara? Toh, apapun dampaknya terhadap bumi ini, kita juga yang merasakannya.

Selain itu, semoga di kesempatan Nyepi kali ini kita menjadi lebih mawas diri dan mencapai sifat Sthitaprajña. Memulai hidup berkeseimbangan lahir dan batin, tidak terlalu bergembira bila apabila melakukan kebaikan dan mendapat keberuntungan, serta tidak putus asa bila menghadapi kemalangan atau kedukaan.

Selamat hari Raya Nyepi, tahun baru Caka 1940. [b]

 

Referensi

[1] A. Raka Dalam, Kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup, Denpasar: UPT Universitas Udayana, 2007.
[2] N. L. R. Tirtawati, “Makna Hari Raya Nyepi Bagi Lingkungan,” Lingkungan, pp. 1-5, 10 June 2016.
[3] 60detiknews, “Laut Nusa Penida Bali Penuh Sampah Plastik,” Sumber berita terkini dan terpercaya, pp. 1-2, 8 Maret 2018.
[4] D. K. d. P. K. Denpasar, “Laporan Volume Sampah Kota Denpasar,” Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar, Denpasar, 2015.

 

Tags: BaliBumiLestariLingkunganNyepiPolusiSampah
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Sri Auditya Sari

Sri Auditya Sari

Penyuka sepatu sendal, pecinta kebebasan, penganut keyakinan berhaluan. Berada di antara kedalaman dan ketinggian, menikmati segala hal tentang keberlanjutan.

Related Posts

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

13 September 2023
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

4 September 2023
Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

3 September 2023
Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

22 August 2023
Relief Bebitra, Situs Sejarah Tersembunyi di Gianyar

Relief Bebitra, Situs Sejarah Tersembunyi di Gianyar

17 August 2023
Next Post

Mari Kenali Gejala Depresi Anak Anda

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

10 September 2023
Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

5 June 2013
Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

5 September 2023
Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

26 July 2023
Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

4 June 2012
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

2
Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

2
Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

1
Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

1
Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

29 September 2023
Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

29 September 2023
Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

28 September 2023
Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

27 September 2023
Baksos di Panti Asuhan Dharma Jati II

Baksos di Panti Asuhan Dharma Jati II

26 September 2023

Kabar Terbaru

Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

29 September 2023
Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

29 September 2023
Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

28 September 2023
Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

27 September 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In