Tema Ubud Writers and Readers Festival tahun ini terdengar ada yang bertuah.
Bukan dikarenakan gengsi festivalnya melainkan kelanjutan kalimatnya, ...tong ngelah karang carik, karang awake tandurin, guna dusun ne kanggo ring desa-desa. Tidak punya tanah sawah, “pekarangan” dirilah yang ditanami, ilmu yang bisa diterapkan di desa-desa.
Kalimat tersebut merupakan nukilan percakapan yang disampaikan Ida Pedanda Made Sidemen kepada sang istri. Dia lalu jadi tema UWRF tahun ini, Nandurin Karang Awak, Cultivate the Land Within, Menanami “Pekarangan” Diri.
Ya, “menanami pekarangan diri”. Analogi sederhana yang ditulis Ida Pedanda Made Sidemen dalam geguritan Salampah Laku. Karya sastra berisi kisah perjalanan hidupnya, filsafat hidup yang beliau laksanakan dan ajaran-ajaran yang ia sampaikan. Dia menulisnya ketika berumur 80 tahun dan tinggal di Desa Canggu, Kuta, Badung.
Ida Pedanda Made Sidemen disebut sebagai pengarang besar Bali abad ke-20. Selain nyastra sebagai seorang kawi, beliau juga ahli dalam bidang kearsitekturan Bali dan seni pahatan. Kedua bakatnya itu diturunkan dari kedua orang tuanya. Sang ayah yang pandai mengarang dan sang ibu yang pandai dalam hal kearsitekturan.
Meminjam pernyataan IBG Agastia yang menulis tentang Ida Pedanda Made Sidemen, konsep kerja beliau diibaratkan sebagai suatu Gandha Sesa dan Bhasma Sesa. Ajaran kebisaan yang berdasarkan dua bhagawan; Gandha Sesa (berkaitan dengan kegiatan karang mengarang mengikuti Bhagawan Byasa) dan Bhasma Sesa (berkaitan dengan kegiatan kearsitekturan menuruti jejak Bhagawan Wiswakarma).
Sederhana
Beliau juga seorang pandita. Dalam tulisan IBG Agastia, disebutkan beliau menjadikan Sang Hyang Siwa, Sang Hyang Budha atau Sang Hyang Kawi sebagai Tuhan yang dipujanya. Tertera dalam pembuka yang beliau haturkan dalam karya-karyanya. Beliau mengatakan, tongkat seorang pandita bukan naga, tapi sastra.
Menelisik kisah hidupnya, meskipun melalui sebuah buku, seorang kawi wiku ini betapa sederhana dalam laku. Lewat filsafat hidupnya; tusing ngelah karang carik, karang awake tandurin, pesan beliau abadi mengingatkan. Juga prinsip guna dusun, guna bagi seseorang; ilmu pengetahuan yang beliau terapkan langsung dengan tindakan nyata. Beliau mengabdi, menghaturkan persembahan atau melakukan yoga melalui karya-karya sastra dan seni.
Selain Geguritan Salampah Laku, beliau juga mengarang di antaranya kakawin Chandra Bherawa, Siwagama, kidung Pisacarana dsb. Kakawin Chandra Bherawa terasa familiar, ketika itu melalui sebuah sinopsis yang ditulis novelis Cok Sawitri untuk sebuah pementasan di Budakeling, Karangasem.
Dikisahkan tentang seorang raja kerajaan Diwantara, Chandra Berawa yang menganut ajaran Budha. Karena tidak berkenan dengan perintah penguasa kerajaan Hastinapura untuk bersama-sama melakukan upacara ruwatan, Sudamala. Penguasa Hastinapura menjadi tersinggung dan penyerangan pun segera dilakukan. Namun Candra Berawa adalah raja yang bijak di negerinya dengan kepandaiannya ia mengajukan diri sebagai tumbal penyerangan itu.
Sekilas cuplikan pentasnya bisa dilihat di Yotube.
Demikianlah, Ida Pedanda Made Sidemen. Beliau yang juga dijuluki Mpu Tan Arsa. Sebab dalam karya-karyanya tak pernah meletakkan nama asli beliau. Anake ngadanin, orang yang menilai.
Ajaran beliau, sama halnya seperti Mpu Tantular, sama-sama dihidupkan kembali melalui sebuah selebrasi. Bhineka Tunggal Ika yang dijadikan tema UWRF tahun 2011 dan merupakan sebuah tribute pada sosok Gus Dur. Sedangkan Nandurin Karang Awak didaulat sebagai tema UWRF tahun 2011, dengan tribute-nya pada sosok Ida Pedanda Made Sidemen.
Tahun kemarin saat opening UWRF tahun 2010, drama tari Percakapan Sunya Nirvana yang mengambil fragmen pertempuran Sutasoma dan Jayantaka dipentaskan dengan ending bunga-bunga jepun berjatuhan di kursi penonton. Disutradarai Cok Sawitri dan tariannya dikoreografi Dayu Ani.
Malam ini, 5 Oktober, semoga akan ada sebuah “penghargaan” yang tak kalah memikat bagi sosok Ida Pedanda Made Sidemen yang cemerlang. Meski festival sastra ini bertaraf internasional, ada hal yang setidaknya bisa ia sentuh. Seperti pesan Ida Pedanda Made Sidemen, Guna Dusun, menjadi berguna. Agar ia tak hanya menjadi ingar bingar selebrasi yang jauh dari esensinya; lango, kalanguan, keindahan yang hakiki itu. [b]
wow, mungkin dari beliau ini nama sidemen terkenal sebagai desa yg sastrawi
koreksi: “Bhineka Tunggal Ika yang dijadikan tema UWRF tahun 2011”, tepatnya 2010.
Salam,
saya adalah salah seorang pengaggum beliau, setiap membaca buku-buku tentang Ida Pedanda Made Sidemen ada sisi nurani saya yang paling dalam tersentuh. Betapa agungnya beliau, betapa sederhannya dan betapa bijaknya beliau oleh sastra.