Sekitar pukul 7 pagi ini. Saya beserta anak dan istri masih lagi asik main di dapur untuk bikin sarapan. Gede Santika, tetangga kami, sudah mengetuk pintu gerbang rumah. Saya beranjak keluar membuka pintu. Menemuinya.
Gede, murid kelas II SMP yang hampir tiap hari main di ruangan depan rumah kami seperti sebagian besar anak di gang kami, sudah berpakaian adat madya. Berbaju safari dengan bawahan kamen (sarung) dan udeng di kepala. Dia membawa jotan untuk kami.
Jotan adalah semacam pemberian untuk orang lain. Biasanya diberikan saat si pemberi sedang punya upacara adat di rumah atau pura. Isi jotan berupa makanan yang dipakai untuk sajen saat upacara. Namun, kadang-kadang isi jotan juga memang khusus disiapkan untuk dihadiahkan, bukan sisa sembahyang.
Tradisi memberi jotan, disebut ngejot, dilakukan antar-tetangga atau antar-keluarga. Di jalan Subak Dalem gang V, Denpasar Utara di mana saya tinggal, saya mendapat jotan ini dari banyak tetangga yang merayakan Galungan.
Maka, sejak kemarin petang, para tetangga lain juga ngejot ke rumah saya. Bu Wayan, Dadong Devita, Bu Rizki, Bu Devi, dan banyak lagi. Hampir semua tetangga saya yang merayakan Galungan berbagi jotan ke rumah saya.
Tentu saja saya senang mendapat jotan. Sebab saya bisa makan-makan isinya. 😀 Apel, pisang, salak, roti, rengginang, jaja uli, lepet, krupuk mlinjo, dodol, dan buanyak lagi isi jotan ini lebih dari cukup untuk kami makan.
Di luar urusan perut kenyang, jotan bagi saya adalah simbol toleransi. Keluarga saya yang muslim, meski tidak taat-taat amat, bisa ikut merayakan Galungan dalam bentuk berbeda. Sebaliknya, ketika Lebaran misalnya, kami juga berbagi jotan untuk tetangga kami yang tidak merayakan Lebaran. Jotan dari kami biasanya berisi nasi dan lauk pauk. Mirip berkat kalau di Lamongan, Jawa Timur tempat di mana saya lahir dan besar sebelum tinggal di Bali.
Nah, pas Natal, saya dan tetangga juga mendapat jotan dari Pak Anton, tetangga kami yang merayakan Natal. Inilah bentuk toleransi di antara kami dalam merayakan hari raya agama masing-masing. Kami saling berbagi..
Yap, berbagi. Karena itu, ngejot juga bisa jadi waktu yang tepat untuk mengenal dan berbagi satu sama lain. Tidak peduli status sosial, ekonomi, maupun agama. Tidak setiap hari kami bisa berbagi. Maka, ketika kami merayakan hari raya agama masing-masing, jadilah hari raya itu waktu tepat untuk berbagi.
Selamat Galungan dan Kuningan untuk yang merayakan. Senang dan bangga bisa menjadi bagian dari keragaman ini.. [b]
Desain ucapan dari blog I Made Andi Arsana.
Waduh saya jadi teringat Ibu waktu membuat jotan Idul Fitri. Kalo Galungan selain ngincer jotan saya juga suka ngincer lungsuan. Nikmat sekali. I miss that moment so bad.
Saya suka logo ucapan Galungan karya Bli Andi 🙂