• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Sunday, September 24, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Bali Kian Mengalami Ketergantungan Pangan

Anton Muhajir by Anton Muhajir
24 June 2016
in Berita Utama
0 0
0

Seminar Unud dengan Graeme McRae dan Thomas Reuter

Dua peneliti membahas tentang sistem pangan di Bali. 

Mereka adalah Graeme McRae dari Universitas Massey, Selandia Baru dan Thomas Reuter dari Universitas Melbourne, Australia. Keduanya antropolog yang sedang melakukan riset tentang sistem pertanian di Bali.

Pada Kamis kemarin, mereka menjadi narasumber dalam seminar di Fakultas Sastra Universitas Udayana (Unud), Bali. I Nyoman Darma Putra, dosen Fakultas Sastra menjadi moderator seminar bertema Dampak Pariwisata dan Globalisasi terhadap Sistem Pangan di Bali itu.

Graeme membuka diskusi tentang peran petani di Bali. Menurut Graeme, secara tradisional petani Bali melahirkan dua jenis karya yaitu karya sebagai hasil pekerjaan secara skala atau yang terlihat dan karya secara niskala melalui upacara-upacara atau ritual. Dalam Bahasa Bali sendiri, karya memang bisa berarti upacara agama Hindu di Bali.

“Karya secara niskala itu justru hal paling penting bagi petani Bali,” katanya. Ada 9-10 karya secara niskala bagi petani Bali mulai dari pembenihan hingga panen. Tiap tahap memiliki upacara sendiri-sendiri dalam skala kecil maupun besar.

Bagi petani Bali tradisional, bertani adalah juga kegiatan komunal. Panen, misalnya, adalah proses kolektif. Mereka melakukannya bersama-sama di subak. “Ada proses pertukaran dan saling membantu di antara sesama anggota sekaa panen,” ujarnya.

Padi hasil panen kemudian disimpan di lumbung sebagai cadangan pangan. Dengan prinsip kebersamaan, mereka saling membantu termasuk dalam hal pangan. Jika ada petani yang tak punya padi untuk bahan pangan, mereka saling membantu pula.

Model ekonomi yang berjalan di kalangan petani tradisional Bali adalah ekonomi antar-komunitas. Tidak ada jual beli. “Bahkan mereka merasa malu jika harus menjual padi kepada tetangga,” ujarnya. Menurut Graeme, tradisi pertukaran pangan itu terganggu ketika muncul Revolusi Hijau pada dekade 1970-an.

Dia tidak membahas lebih detail bagaimana gangguan itu diakibatkan oleh Revolusi Hijau. Namun, menurut saya, dampak Revolusi Hijau termasuk di Bali itu sangat mungkin terjadi akibat berubahnya pola produksi. Revolusi Hijau yang pada awalnya bertujuan untuk memproduksi pangan sebanyak-banyaknya justru memaksa lahirnya mekanisasi pertanian. Penggunaan teknologi dan masifnya bahan-bahan kimia hanya dua di antaranya.

Karena sudah menggunakan mekanisasi semacam traktor, petani bisa bekerja secara individu. Tak perlu lagi kerja sama dalam kelompok. Pada saat panen juga tinggal cari buruh panen. Mudah dan murah.

Padahal, dampaknya kemudian adalah hilangnya perasaaan sebagai satu komunitas di antara sesama petani. Kemauan saling membantu termasuk dalam pemenuhan pangan pun kian hilang.

Revolusi Hijau sendiri semula memang mampu menjawab kebutuhan pangan. Namun, terlalu banyak dampak negatif daripada positifnya. Penggunaan bahan kimia pertanian secara berlebihan malah merusak tanah. Untuk sementara memang hasil produksi naik. Tapi, setelah kesuburan tanah kian hilang, jumlah produksi pun terus turun. Banyak contoh dan buktinya.

Maka, menurut Graeme, kegagalan Revolusi Hijau tak semata pada teknologi dan ekologi tapi juga ideologi. “Dulu petani Bali merasa tidak enak melakukan jual beli padi. Lebih baik memberi kepada tetangganya,” ujarnya.

Dengan kian berubahnya ideologi petani tersebut, maka ketahanan pangan pun makin rentan. Makin tergantung pada pasokan pangan, termasuk beras dan ikan, dari luar Bali.

kebun-kopi-jeruk

Jeruk Kintamani
Thomas Reuter kemudian memberikan contoh-contoh dari lapangan terkait rentannya ketahanan pangan Bali tersebut. Antropolog dari Universitas Melbourne ini meneliti petani di Kintamani, daerah di ketinggian Bangli.

Thomas terlebih dulu membahas makin sulitnya irigasi pertanian di Sungai Mekong, kawasan yang meliputi enam negara di Asia Tenggara dan sebagian China. Pengairan sawah di kawasan Mekong yang makin susah berdampak pada menurunnya jumlah panen.

Tidak sulit membayangkan bahwa Indonesia pasti akan terkena dampak jika Mekong mengalami kekeringan. Sebab, dari sinilah sebagian besar impor beras ke Indonesia berasal. Impor beras dari Vietnam saja mencapai 700 ton pada tahun lalu dari 1,5 juta ton.

Dari Mekong, Thomas kemudian membahas perubahan pola pertanian di Kintamani dan perdagangan pangan di daerah ini.

Salah satu yang penting menurut saya adalah soal pertanian jeruk kintamani. Menurut Thomas, di satu sisi ini memang menguntungkan secara ekonomi tapi mengancam ketahanan pangan. Dengan bertani jeruk, petani Kintamani mendapatkan uang lebih banyak. Tapi di sisi lain sumber pangan justru hilang.

Keuntungan secara ekonomis dari pertanian jeruk juga lebih banyak lari ke middle man, seperti tengkulak. Bukan ke petani. Hal ini, menurut Thomas, karena rantai pemasaran yang terlalu panjang, sampai 8 langkah. Rantai pemasaran adalah tahap-tahap dari petani hingga ke konsumen akhir.

“Harga jual jadi tidak berpihak kepada petani. Penjualan jeruk sama sekali tidak menguntungkan petani,” kata Thomas.

Di sisi lain, petani justru mendapatkan akibat buruknya. Thomas memberikan contoh terlalu banyaknya penggunaan bahan-bahan kimia, seperti pembasmi rumput yang mengakibatkan tanah cepat terbawa air jika terjadi hujan. Padahal, akar jeruk kurang bisa menahan air. Tidak seperti pohon kopi.

Tanah pun cepat hilang kesuburannya.

Penggunaan bahan kimia berlebihan yang kemudian dibawah air saat hujan juga ikut meracuni ikan di danau dan sungai. Menurut Thomas, kasus keracunan ikan massal di Danau Batur terjadi akibat penggunaan bahan kimia untuk pertanian jeruk. Matinya ikan juga menambah kian terancamya sumber pangan.

Lengkaplah sudah. Di kebun, tanaman-tanaman sumber pangan seperti jagung dan umbi-umbian kini hilang berganti dengan tanaman yang menghasilkan uang dengan cepat (cash crop), seperti jeruk. Di danau, sumber-sumber pangan lain, seperti ikan juga mati.

Menurut Thomas, pemerintah Bali sendiri sudah berusaha membuat inisiatif-inisiatif baru untuk mengatasi masalah pertanian secara umum termasuk rentannya ketahanan pangan Bali. Salah satunya program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri). Petani menggunakan pupuk organik dari ayam dan sapi. Biogas dari kotoran juga diubah menjadi energi ramah lingkungan.

“Program ini sudah berjalan namun di Kintamani hanya satu dua yang bisa membeli alat pengolahan menjadi biogas itu,” kata Thomas.

Sebagai penutup presentasi, Thomas juga memberikan contoh bagaimana perubahan sistem pangan di Bali berdampak hingga ke ritual umat Hindu di pulau ini. Dia memperlihatkan foto banten berisi camilan ringan bermerek global. Saat upacara sehari-hari juga kita dengan mudah melihatnya, seperti Pocari Sweat di gebogan, dan semacamnya.

Penggunaan camilan, makanan, ataupun minuman bermerek global dalam banten dan gebogan itu membuktikan, bahkan sarana upacara di Bali pun makin tergantung pada sistem pangan global. [b]

Tags: BaliPertanian
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

13 September 2023
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

4 September 2023
Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

3 September 2023
Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

22 August 2023
Relief Bebitra, Situs Sejarah Tersembunyi di Gianyar

Relief Bebitra, Situs Sejarah Tersembunyi di Gianyar

17 August 2023
Next Post
Virus Zika, Travel Warning bagi Bali

Virus Zika, Travel Warning bagi Bali

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

10 September 2023
Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

5 June 2013
Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

5 September 2023
Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

26 July 2023
Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

4 June 2012
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

2
Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

1
Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

2
Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

1
(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

23 September 2023
Jalan Kaki Menikmati City Tour Semarapura

Produksi Air Minum dalam Kemasan Kian Menjamur

23 September 2023
Saran untuk yang Terhormat Para Caleg

Tantangan Perempuan di Panggung Politik dan Sekolah Perempuan Inklusi

22 September 2023
Menguji Efektivitas Bus Umum Rute Bukit Jimbaran

Menguji Efektivitas Bus Umum Rute Bukit Jimbaran

21 September 2023

Kabar Terbaru

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

Menguji Akses Publik di KEK Kura Kura Bali Hasil Reklamasi Serangan

23 September 2023
Jalan Kaki Menikmati City Tour Semarapura

Produksi Air Minum dalam Kemasan Kian Menjamur

23 September 2023
Saran untuk yang Terhormat Para Caleg

Tantangan Perempuan di Panggung Politik dan Sekolah Perempuan Inklusi

22 September 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In