
Memulai lembar baru di tahun 2025, LBH Bali mengeluarkan Catatan Tahunan 2023-2024 bertajuk Gema di Ruang Hampa: Perlawanan di Tengah Pembusukan Pembangunan dan Demokrasi. Catahu ini tidak hanya melaporkan kerja advokasi, tetapi juga situasi yang menjadi alasan pelaksanaan kegiatan advokasi.
Peluncuran Catahu ini digelar pada Senin, 13 Januari 2025, sekaligus dibukanya griya baru LBH Bali untuk publik yang berlokasi di Jalan Intan LC II. Gang VIII No. 1 Denpasar. Dalam acara tersebut hadir sejumlah komunitas, organisasi masyarakat sipil, organisasi nirlaba, hingga masyarakat adat. Hadir pula penanggap Catahu, yaitu Denik Puriati dari Yayasan Wisnu dan jurnalis Rofiqi Hasan.
Layanan LBH Bali sepanjang tahun 2023-2024
Sepanjang tahun 2023-2024, LBH Bali telah memberikan 289 layanan konsultasi dengan 1206 orang penerima manfaat. Setiap kasus memiliki dampak yang berbeda, ada satu kasus yang berdampak kepada 5-7 orang dan ada juga satu kasus yang berdampak kepada ratusan orang. Dari 289 permohonan bantuan hukum yang diajukan, hanya 38 kasus yang diberikan pendampingan.
“Pertama, LBH Bali punya working ideology namanya bantuan hukum struktural yang tidak sama dengan bantuan hukum nasional. Setiap kasus yang didampingi, kami coba orientasikan agar ada perubahan struktural yang didapatkan,” ungkap Ignatius Rhadite Prastika, Kepala Bidang Advokasi LBH Bali dalam sesi paparan. Artinya, pendampingan ini bukan mengedepankan kuantitas semata, tetapi juga perubahan yang dirasakan oleh publik atau masyarakat luas.

Pencari keadilan tersebar di seluruh Bali, tetapi Denpasar menjadi kota dengan pencari keadilan tertinggi, yaitu sebanyak 92 pencari keadilan. Kemudian diikuti dengan Badung sebanyak 21 pencari keadilan dan Tabanan sebanyak 15 pencari keadilan. Selain dari Bali, pencari keadilan juga banyak dari luar Bali, seperti Jawa Timur dengan 30 lebih pencari keadilan. Sebaran 289 layanan konsultasi tersebut masih didominasi oleh individu.
Kondisi Hak Asasi Manusia di Bali

LBH Bali menggambarkan kondisi HAM di Bali selama 2023-2024 melalui pendokumentasian kasus. Kekerasan berbasis gender menjadi kasus HAM yang paling banyak terjadi di Bali, yaitu sejumlah 49 kasus dengan 145 korban terdampak. Diikuti dengan kasus perburuhan, seperti perampasan hak burus, PHK, hingga praktik perburuhan tidak sehat. Ada pun pelanggaran HAM dengan jumlah korban terbanyak adalah isu perkotaan dan masyarakat urban.
Selain pendokumentasian kasus, LBH Bali melakukan kliping media untuk mengetahui bingkai media terhadap isu pelanggaran HAM di Bali. “Sepanjang tahun 2024 ditemukan 81 kasus pelanggaran HAM di Bali, dengan korban mencapai 2.753 orang dan 1.162 kartu keluarga (KK). Dari 81 temuan pelanggaran HAM tersebut juga memunculkan kerugian terhadap 2 desa, 3 banjat, lahan seluas 85.6 hektare dan 12.5 are, 16 rumah, 7 Pura, serta 2 sekolah,” ungkap Rhadite.
Denpasar dan Badung masih menjadi kabupaten/kota yang paling banyak terjadi pelanggaran HAM, yaitu Denpasar sebanyak 21 peristiwa dan Badung sebanyak 20 peristiwa. Meski Denpasar menempati posisi tertinggi, Badung mendominasi pelanggaran HAM di isu sumber daya alam (SDA), seperti lingkungan dan agraria, terutama dengan masifnya industri pariwisata. Sementara itu, di Denpasar banyak terjadi pelanggaran HAM di isu sipil politik dan minoritas kelompok rentan.
Pelaku pelanggaran HAM didominasi oleh pemerintah dengan 15 tindak pelanggaran HAM. “Ada kecenderungan bagaimana negara/pemerintah memberikan izin secara langsung, terutama pasca UU Cipta Kerja lewat online single submission (OSS) dengan gampang gitu,” jelas Rhadite. Selain itu, pemerintah juga lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan.
Potret kegagalan sebagai warga Bali
Berkutat dari tahun 1995 di ranah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Denik Puriati mengungkapkan bahwa terjadi pola yang sama dalam kasus pelanggaran HAM. “Bagaimana kalau melihat dari kasus tadi dengan 89 sekian kasus dan yang jadi panglimanya tetap pemerintah dan pengusaha dan yang tentunya paling menarik tadi adalah bagaimana pariwisata menjadi dominan dalam kasus yang disampaikan,” ungkap Denik.
Lebih lanjut, Denik menyampaikan bahwa dari dulu pemerintah dengan pengusaha tidak pernah lepas tangan. Kedua pihak tersebut selalu bergandengan tangan, sehingga masyarakat yang semestinya mendapatkan pengayoman dari pemerintah menjadi terlupakan.
“Kalau melihat dari data yang disampaikan oleh teman-teman, ini potret kegagalan kita sebagai orang Bali yang tidak pernah memikirkan bagaimana ke depan,” imbuh Denik.
Rofiqi Hasan sependapat dengan Denik. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah akan banyak melanjutkan apa yang sudah dibangun oleh rezim sebelumnya. “Salah satu warisan yang sangat menghegemoni kan Undang-Undang Cipta Kerja. Itu salah satu asumsinya kan ketakutan bahwa pada saat terjadi bonus demografi, itu tidak akan ada lapangan kerja,” ungkap Rofiqi. Undang-Undang Cipta Kerja dibuat seolah-olah menciptakan banyak lapangan kerja dengan mempermudah investasi.
Catahu LBH Bali seolah menjadi sentilan bagi masyarakat Bali bahwa saat ini kondisi HAM di Bali sedang tidak baik-baik saja. Bahkan, aparat penegak hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat malah menjadi pelaku pelanggar HAM.
Baca Catahu LBH Bali 2023-2024 secara lengkap di sini.