Oleh Anton Muhajir
Selain untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang teknologi informasi, kegiatan Berbagi Tak Pernah Rugi di Yayasan Anak Tangguh Minggu pekan lalu juga jadi waktu untuk jalan-jalan. Saya dan teman-teman dari Bali Blogger Community (BBC) bisa mengenal lebih tentang Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar tempat kegiatan tersebut diadakan.
Usai kegiatan pelatihan, sekitar 25 peserta dari Anak Tangguh dan 20an anggota BBC itu, jalan-jalan menyusuri Tukad Pakerisan. Matahari sudah agak teduh ketika kami jalan-jalan di sungai yang namanya dipakai sebagai nama jalan di daerah Panjer Denpasar ini.
Kami melewati sawah dengan papan insektisida produksi Syngenta di salah satu titik. Melihat papan itu saya berpikir, “Ah, inilah bukti cengkreman korporasi dan Revolusi Hijau hingga jantung desa: pertanian.” Tapi sudahlah. Kami ke sini kan untuk jalan-jalan. Bukan untuk mikir yang berat-berat seperti papan iklan itu.
Setelah sawah, kami menuruni jalan cukup tajam untuk turun ke sungai. Turunan itu agak berbahaya. Apalagi hanya ada tanah kering, bukan bebatuan yang mudah diinjak sebagai pijakan. Tapi toh semua selamat juga.
Batu-batu besar di sungai menyambut kami ketika sampai. Air sungai agak surut di musim kemarau. Tapi dari sisa-sisa arus di pepohonan sekitar sungai kami melihat kalau air di sini bisa mencapai sekitar 5 meter atau lebih ketika airnya penuh.
Batu-batu di sungai itu membentuk garis-garis seperti terkena aru. Jadi motifnya batu mirip pasir yang baru saja digaruk dengan gancu. Ada garis-garis panjang. Asik dilihatnya.
Kami menyusuri sungai ini sepanjang sekitar 500 km. Karena melawan arus dan melewati medan yang tidak gampang makanya terasa lama. Kami harus menaiki batu-batu besar untuk lewat atau menghindari sampah yang menggunung.
Lalu perjalanan kami berakhir di tempat yang biasa dipakai warga setempat untuk mandi. Ada pancuran dengan air jernih di sini. Di atasnya ada pura. Suasananya adem.
Sekitar 30 meter dari titik ini, ada pula bagian sungai yang cukup dalam dan lebar seperti kolam renang. Ada batu besar, tingginya sekitar 2 meter. Anak-anak berdiri dari puncak batu lalu meloncat ke air. Byur.. Sepertinya segar sekali. sayang kami tak membawa pakaian ganti. Jadi ya cuma bisa nonton anak-anak nyebur berebutan.
Puas menikmati suasana di sungai, kami naik untuk kembali ke Sanggar Anak Tangguh. Lalu sebagian teman ada yang langsung pulang. Sebagian lagi menikmati salah satu keunikan kuliner di desa ini: tipat cantok pakai merica.
Tipat cantok isi merica ini hanya ada di warung Men Tupas, sekitar 20 meter timur sanggar Anak Tangguh. Warungnya persis di samping jalan yang tembus ke jalan By Pass Ida Bagus Mantra.
Menu ini sama dengan tipat pada umumnya. Dia pakai ketupat, dalam bahasa Bali disebut tipat, dengan bumbu kacang. Bumbu kacang ini biasanya dibuat dengan campuran bawang putih, terasi, dan garam. Kalau mau pedas bisa tambah cabe.
Yang membuat beda tipat di sini adalah karena dicampur pula dengan buah merica. Bukan merica bubuk atau merica kering tapi merica yang masih hijau. Buah merica ini berbentuk bulat-bulat kecil dan masih menempel pada tangkainya. Oleh Men Tupas, biji ini ditabur ke bumbu yang sudah diulek. Jadi bentuknya masih berupa bijian.
Ini jadi seni tersendiri. Biji merica yang bulat itu bercampur dengan bumbu kacang, irisan tipat, dan sayur kacang panjang plus taoge. Nah ketika dimakan, biji merica ini bisa meletus. Dus.. Pedasnya pun menyebar di lidah.
Harga tipat ini murah meriah. Cuma Rp 2000 satu porsi. Tidak ada teman yang nambah porsi yang berarti satu porsi saja sudah mengenyangkan perut.
Selain tipat isi merica, warung ini juga menyediakan rujak. Ada rujak buah biasa, ada rujak kuah pindang. Rujak yang terakhir itu dibuat dengan campuran kuah sisa rebusan ikan laut (pindang). Jadi rasanya gurih banget.
Adapun rujaknya ya biasa saja. Isi aneka buah seperti mangga, timun, dan semacamnya. Yang unik adalah irisan wortel. Aneh kan? Ini rujak isi wortel. Saya belum pernah menemukannya di warung mana pun di Bali. Jadi kalau ingin menikmati tipat isi merica dan rujak wortel, tempatnya hanya ada di sini. [b]
ngomong2 soal merica mentah ijo, sudah pernah nyoba sate soto plus lawar sapi di Abiansemal ? sebelah timur kantor camat Abiansemal, di kanan jalan. kalo ndak salah namanya Warung Men Basung.
juga ada sate soto plus lawar babi (sori-khusus bagi yang non muslim) di pasar Mambal, tepatnya sebelah timur pasar mambal.
He… hidup merica ijo !!!
glek…spertinya tipatnya enak…^^
MERICA IJO SEGAR MEMANG SUDAH LAMA DIJADIKAN CAMPURAN UTK MASAKAN BALI (UMUMNYA URAB ATAU LAWAR), BIASA DIKONSUMSI OLEH MASYARAKAT DEKAT PEGUNUNGAN DIMANA MERICA IJO SEGAR GAMPANG DIDAPATKAN. AKU SENDIRI SENANG TAPI BANYAK2 JUGA YG SETELAH GIGIT LANGSUNG : HUAHHH…..
SEMPAT JUGA SIH BEREKSPERIMEN DGN DICAMPURKAN KE MIE INSTAN, WAKTU ACARA MASAK DI “TAMBAKAN” TRIP BRAPA MINGGU LALU KARENA DISANA BANYAK DITANAMI POHON MERICA, JADI BENER2 FRESHHH…… KREESSSS……. HHUUAAACCCIIINNGGGGGGGG..!!!
ngomongin tipat cantok,coba juga “warung bunga” yang lokasinya tepat dibelakang SMU TP45 Dps … rujak n tipatnya muaaanntaap …. kalo mau beli harus sebelum jam 3, takutnya engga kebagian tipatnya. SOLD OUT
Jadi ngebayangin tipat yang sudah pedas di campur dengan merica ijo, ehm…….. wuah…wuah….???
jadi kangen ma lawar yang isi merica hijau….
Oh nyam….
Kayaknya ada yang salah deh:
“Kami menyusuri sungai ini sepanjang sekitar 500 km.”.
Wow… pantesan aja jadi laper dan nyantep makan tipat cantoknya.
wahhh kayaknya enak..
perlu aku coba..
oh iya sore2 jam 5 an gitu maish buka ngga ya?..
ada yg tau?
Sayangnya warung beliau sudah tidak dibuka lagi… beliau alih profesi menjadi pembuat kue bolu dan kue mangkok… rasanya jg tak kalah enak… ^_^