Memaknai sebelas tahun keberadaannya, Sanggar Lokananta akan menggelar workshop Tari Bali di Bentara Budaya Bali.
Workshop Selasa besok ini akan menghadirkan pakar-pakar tari mumpuni yang juga akademisi serta pemerhati kesenian Bali. Acara ini mencoba memperbincangkan posisi dan masa depan tarian-tarian tradisi Bali di zaman yang kian berkembang.
“Workshop ini akan mendiskusikan pula upaya-upaya konservasi terhadap tari tradisi Bali berikut pengembangannya dalam merespon perubahan zaman,“ ujar Ketut Sumadi, penggagas kegiatan ini.
Ketut Sumadi memang dikenal sebagai pemerhati budaya dan pariwisata Bali. Penulis buku kumpulan esai “Tuhan di Sarang Narkoba, Weda di Ruang Tamu” ini menambahkan, perlu dirancang program-program sebagai upaya rekonstruksi terhadap tarian-tarian Bali klasik yang dianggap nyaris punah.
Sebagai pembicara dalam workshop ini adalah I Kadek Suartaya, S.Sn.(dosen ISI Denpasar, kritikus seni tari, dan kandidat Doktor kajian Budaya Universitas Udayana), M.Si, Dr. Drs. I Wayan Suarjaya, M.Si (dosen IHDN Denpasar, mantan Dirjen Bimas Hindu dan Budha Kementerian Agama RI), dan Dr. Drs. Ketut Sumadi, M.Par (dosen IHDN Denpasar, pemerhati dan penggiat seni budaya Bali).
Selain workshop tentang tari Bali, kegiatan kali ini akan dilanjutkan pula dengan pementasan ekspresimentasi tari oleh penari anak-anak.
Penari Massal
Mengangkat konsep koreografi “Back To Nature”, Sanggar Lokananta mencoba mengekspresikan tarian Bali yang sudah biasa ditarikan di berbagai tempat. Tarian itu dalam rangka upacara keagamaan, panggung hiburan, atau di hotel-hotel dengan jumlah penari terbatas. Kini ditampilkan dengan penari massal.
Tak hanya itu, sanggar yang berdiri sedari tahun 2001 ini, telah menunjukkan dedikasinya dalam membekali generasi muda Bali dengan nilai-nilai estetik dan etik tari Bali.
Diawali dengan Tari Pendet dan Tari Garuda Wisnu, pementasan ini mengusung pertunjukan utama yakni lakon Ramayana Ballet (Sendratari Ramayana).
Tari Garuda Wisnu menggambarkan perjalanan Dewa Wisnu mencari Tirta Amerta dibantu oleh seekor burung Garuda yang setia. Tari yang ditampilkan pertama kali dalam Peksiminas 1997 di Bandung dan PKB XX 1998 di Bali ini diciptakan oleh I Nyoman Cerita pada tahun 1997.
Sementara itu, Sendratari Ramayana bermula dari pengembaraan Rama, Sita dan Laksamana di tengah Hutan Dandaka. Mereka mendapat godaan kijang emas siluman Patih Marica. Sita kemudian dilarikan oleh Rahwana, yang memicu perang antara Rahwana dengan Rama dibantu oleh sepasukan kera sakti. Sendratari ini diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun 1965.
“Selain konsep menyatu dengan alam, pementasan kali bisa disebut sebagai pertunjukkan kolosal, karena melibatkan banyak penari dan kesemuanya anak-anak. Untuk tari pendet saja, yang biasanya hanya menampilkan delapan penari, kali ditarikan oleh 40 orang,“ tutur Wiwin, dari Sanggar Lokananta. [b]
Teks dan foto dari Bentara Budaya Bali.