Sejumlah pekerja perusahaan pembangkit listrik tenaga uap di Celukan Bawang, Buleleng sedang menghadapi konflik ketenagakerjaan karena perubahan skema dan status pekerja.
Abdul Gopur, Koordinator Advokasi dan Hukum Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) yang mendampingi pekerja PLTU Celukan Bawang yang sedang berkonflik menjelasakan ada 254 pekerja terdampak skema kerja baru. Awalnya mereka pekerja tetap diminta mengundurkan diri, lalu melamar kembali dengan status pekerja kontrak. Skema ini dinilai memberatkan pekerja. Surat lamaran harus diterima sampai 23 September 2024.
Para pekerja ini dikontrak oleh perusahaan yang bekerja sama dengan manajemen PLTU, yakni PT Victory UK. Perusahaan outsourcing ini berkontrak dengan PT General Energi Bali (GEB) selaku perusahaan induk PLTU Celukan Bawang. Pekerja yang masih menolak merasa dirugikan dengan perubahan skema kerja ini. “Sangat dirugikan misal harus membuat surat pengunduran diri maka tidak mendapat pesangon. Sebagian berstatus pekerja tetap tapi berupah PKWT atau karyawan kontrak. Ini masalahnya tak ada kepastian keberlangsungan kerja dan hak atas pesangon,” ujar Gopur dalam jumpa pers di kantor LBH Bali pada 2 Oktober 2024. Masih ada 32 pekerja yang belum tanda tangan kontrak baru saat jumpa pers ini.
Masalah lain, perusahaan dinilai menghalangi serikat pekerja. Bahkan melarang masuk ke perusahaan untuk bekerja jika belum menandatangani surat kontrak baru. Alasan tidak mau melamar ulang, jelas Gopur, dalam praktiknya surat pengunduran diri termasuk dalam kontrak kerja, pekerja bersedia mengundurkan diri atas permintaan sendiri. Pekerja tidak akan menuntut pidana dan perdata atas pengunduran diri, dan tetap menjaga rahasia.
Ignasius Rhadite, pendamping hukum dari LBH Bali mengatakan serikat pekerja PLTU sudah tercatat di Disnaker Buleleng dan memberitahu ke Serbuk dan pendampingan untuk berunding. Serikat pekerja ini juga sudah dilaporkan ke perusahaan tapi suratnya ditolak oleh petugas keamanan. Perundingan bipartit dengan Disnaker dan Pengawas Ketenagakerjaan Bali juga sudah dilakukan. “Tidak ada kesepakatan soal perubahan perusahaan karena Victory belum berakhir,” ujarnya. Direncanakan ada kelanjutan perundingan berikut di Disnaker Buleleng.
Dari perhitungannya, dampak perubahan kontrak kerja ini, sekiar Rp12,4 miliar pekerja kehilangan pesangon bagi yang sudah mengundurkan diri mapun statusnya turun tetap jadi kontrak. Ini juga dinilai sebagai paksaan bagi pekerja untuk mundur. Itu juga disebut sebagai siasat dan praktik perburuhan yang tidak adil. Peralihan hak pekerja merujuk UU Ketenagakerjaan 13, dijelaskan jika ada pergantian perusahaan, pekerja otomatis beralih tanpa penurunan status. Siasatnya dengan ganti perusahaan dan menurunkan status pekerja. Dalam ketentuan UU, menurutnya, pekerja PLTU memiliki sifat pekerjaan yang tidak sesuai sistem kontrak karena memproduksi listrik terus menerus. Sementara tipe pekerja yang bisa dapat kontrak hanya musiman atau pekerjaan sekali selesai. Ada juga unsur pelanggaran HAM karena melarang bergabung berserikat, dalam UU tentang serikat buruh ada ancaman pidana. “Kami melaporkan ke Polda karena pemberangusan serikat pekerja, dan larangan masuk berisi fitnah,” jelas Radit.
Frans Martin salah satu pekerja yang menolak skema kerja baru mengatakan ia dilarang masuk imbas dari konflik ini. Ia sudah bekerja 10 tahun. Ia merasa terintimidasi karena keluarganya juga terdampak, seolah memecah belah pekerja. “Saya disebut merugikan Pulau Bali, padahal saya tidak merugikan PLTU. Saya inisiatif untuk negoisasi dengan perusahaan namun tak berhasil, karena itu melapor ke LBH,” keluhnya.
PT GEB minta seluruh pekerja PT Victory membuat surat pengunduran diri dan surat lamaran kerja baru yang ditujukan ke PT Garda Arta Bumindo (GAB) dan PT Garda Satya Perkasa (GSP).
Kuasa Hukum PT GAB dan PT GSP I Putu Wibawa menyebut instruksi untuk melamar ulang di PT GAB dan PT GSP merupakan jalan alternatif yang diberikan kepada para pekerja PT Victory agar dapat melanjutkan aktivitas berkerja di PLTU Celukan Bawang. “Niatnya dari Awal GEB atau GSP memang ingin supaya mereka tetap bekerja tidak ditelantarkan oleh pihak Victory, tapi karena ya itu, iming-iming dapat pesangon sekian-sekian ya maklum lah,” kata Wibawa kepada Tempo Senin, 23 September 2024. Selanjutnya mengenai syarat yang diajukan yakni surat pengunduran diri, menurutnya tidak etis jika merekrut tenaga kerja yang masih berstatus bekerja di tempat lain.