Festival film pendek lebih dari sekedar acara meriah atau perayaan yang ingar bingar. Lebih jauh lagi festival film pendek bisa bekerja dan berkolaborasi untuk membangun wacana juga mempertegas posisi budaya. Hal itulah yang dilakukan Minikino sejak tahun 2002. Ketika organisasi film pendek tertua di Indonesia ini terpilih menjadi salah satu penerima Dana Indonesiana Event Strategis dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Minikino semakin memperlebar langkahnya. Kerja dan kolaborasi Minikino menjadi langkah penting dan strategis untuk posisi film pendek Indonesia di dunia.
Menghubungkan Wacana
Minikino menghubungkan film Altaraba (The Soil, 2020) karya Luthfi Muhammad dengan Bergwelten Film Festival yang akan tayang pada 10-11 Juni di Swiss. Bergwelten Film Festival adalah festival yang berfokus pada wacana lingkungan dan hewan. Thomas Horat, salah satu inisiator festival ini, pertama kali terhubung dengan Minikino karena karya filmnya pernah menjadi salah satu nominasi International di Minikino Film Week. Film Altaraba dalam premier Eropanya kali ini dipilih oleh Horat karena film ini menampilkan jalinan yang menarik tentang bagaimana persoalan spiritual, fisikal, dan ekologi yang terjadi di Indonesia.
Beberapa hari berikutnya, pada 15-16 Juni Fransiska Prihadi, direktur program Minikino, menjadi juri internasional untuk Independent Film Projects for International Pitching Forum yang diselenggarakan oleh Eye Catcher Global (ECG). Berasal dari Hong Kong, ECG bertujuan untuk menyatukan komunitas kreatif dan produksi dari industri pembuatan film independen Asia dan internasional, mengumpulkan sumber daya untuk menginkubasi proyek film dengan visi unik dan gaya pribadi yang kuat, serta memfasilitasi pembuat film Hong Kong untuk lebih terekspos secara global.
Terhubung dengan salah satu co-founder ECG yaitu Eric Tsang, sejak tahun 2019, ketika film A Thousand Sails (2020) dan The Umbrella (2018) masuk ke Minikino Film Week. “Koneksi Minikino ini banyak juga dari filmmaker yang filmnya pernah diputar di Minikino, dan mereka ternyata aktif juga ingin mendukung ekosistem lokalnya mereka.” Hubungan ini dilanjutkan dengan Fransiska yang akan berangkat bersama sutradara asal Jember, Kiki Febriyanti untuk mengadakan showcase pemutaran film-filmnya.
Selanjutnya pada 14 Agustus Fransiska akan mengisi panel Association for Cultural Studies Institute (ACS Institute) di Taiwan. Ia akan menjadi salah satu panelis dalam acara “Roundtable: Re-Siting Cinema” yang mengumpulkan programmer, filmmaker, dan akademisi dalam dialog kritis tentang perubahan wacana pengelolaan ruang pemutaran dan filmmaking sebagai praktik dekolonial. Panel ini akan mendiskusikan penelitian dan pelajaran yang dipetik dari para praktisi tentang pergeseran industri media dalam merespons produksi virtual dan teknologi XR (Extended Reality) sebagai sumber daya bagi filmmaker independen di Asia, Asia Tenggara, dan diaspora.
Aram Siu Wai Collier dari Toronto Reel Asian yang sudah lama terhubung dengan Minikino, merekomendasikan Fransiska kepada ACS untuk menjadi panelis. “Alasannya karena Minikino pernah membawa film VR ke desa. Dan itu menjadi sesuatu yang menarik ketika membicarakan tentang lokasi yang bukan pemutaran konvensional,” ungkap Fransiska.
Kolaborasi dan Pertukaran
Kolaborasi Minikino pada bulan Oktober, adalah dengan Kaohsiung Film Festival di Taiwan. Kolaborasi ini berbentuk penayangan film-film dari program Indonesian Entourage: The Spice Route Shorts yang juga telah diputar dalam Market Screening di Clermont Ferrand International Short Film Festival pada 31 Januari 2023 silam.
Lalu menyebrang ke benua Eropa, salah satu festival film pendek tertua di dunia, Alcine. Festival dari Spanyol yang sudah memasuki edisi yang ke-51 tahun, akan melakukan pertukaran program film bersama Minikino Film Week 9. Hubungan dengan Alcine, bermula dari pertemuan dengan Pedro Toro di Bogota Short Film Festival. Pedro adalah direktur artistik Alcine. Selain itu, Pedro juga dilibatkan menjadi juri kompetisi nasional Minikino Film Week.
Masih berlanjut, Show Me Shorts festival film pendek dari New Zealand yang pernah melakukan pertukaran program 3 tahun yang lalu di Minikino Film Week 6. Tahun ini kembali berkolaborasi berkat hubungan yang terjaga baik dengan Gina Dellabarca direktur festival tersebut. Fransiska Prihadi telah diundang resmi menjadi juri internasional di Show Me Short yang akan berlangsung pada 6-29 Oktober mendatang.
S-Express 2023 Indonesia yang merupakan bagian dari program pertukaran film pendek se-Asia Tenggara. Tahun ini, program S-Express akan pertama kali diputar di Malaysia pada tanggal 6-9 Juli 2023 dalam Mini Film Festival edisi ke-19 mendatang. Lokasi pemutaran adalah La Promenade Mall, Kota Samarahan, Sarawak. Menampilkan I Swarnangkara (Petra Paramita, Animasi 2022), Is it over yet? (Rayhan Dharmawan, Dokumenter, 2020), Teh Tawar untuk Akong (Yonathan Lim, FIksi, 2022), Acung Memilih Bersuara (Amelia Hapsari, Dokumenter Animasi, 2023), Harga Mahal yang Dibayar Murah (Razan Wirjosandjojo, Fiksi, 2022). Program ini juga akan keliling berbagai festival di Asia Tenggara lainnya, dan pastinya akan ditampilkan dalam perhelatan tahunan Minikino Film Week 9, Bali International Short Film Festival mendatang.
Kolaborasi selanjutnya datang dari Timur Tengah. Museum Qatar di bawah kepemimpinan HE Sheikha Al Mayassa binti Hamad bin Khalifa Al Thani mengembangkan sebuah inisiatif bertajuk Years of Culture. Program pertukaran budaya internasional yang berlangsung setahun penuh, tahun ini memilih Indonesia sebagai negara tujuannya. Sepanjang tahun 2023, pertukaran budaya kreatif di segala bidang, mulai dari film, fotografi, kuliner, seni pertunjukan teater, residensi seniman, hingga pertukaran pameran seni. Di Bidang perfilman, Qatar Ajyal Film Festival melalui Kemendikbud Ristek bekerja sama dengan Minikino Film Week, Jogja-NETPAC Asian Film Festival,l dan Madani International Film Festival menjadi duta untuk pertukaran program film. Qatar Ajyal Film Festival mengirim sejumlah total 8 film yang akan tampil dalam Market Screening Minikino Film Week 9.
“Market Screening adalah kesempatan yang dibuka untuk institusi, rumah produksi, festival film, NGO, atau badan yang memiliki kepentingan untuk menampilkan diri di jaringan industri film pendek dalam skala global. Minikino mengharapkan kesempatan yang baik ini untuk saling mempertemukan para pelaku industri untuk menjalin kolaborasi yang berkelanjutan,” jelas Rayhan Dharmawan selaku koordinator short film market Minikino Film Week 9. Peserta market screening 2023 lainnya adalah dari Festival Film Purbalingga, Universitas Media Nusantara, Universitas Pelita Harapan, Rangkai.id dan masih banyak lagi.
Posisi Minikino menjadi pembuka pintu internasional untuk film pendek Indonesia juga akan semakin kuat di tahun-tahun ke depan. Pasalnya, film-film pendek dalam kategori kompetisi nasional Minikino Film Week telah resmi dianggap memenuhi kualifikasi untuk dipertimbangkan dalam kompetisi internasional Seoul Yeongdeungpo Extreme Short Image Film Festival (SESIFF) dan Bogota Short Film Festival (BOGOSHORTS).
Terhubung dan Berkarya Untuk Mempertegas Posisi Budaya
Sejak 9 Mei, Fransiska telah dilantik sebagai anggota dewan Short Film Conference. Posisi ini artinya membawa suara Indonesia dan Asia Tenggara untuk forum internasional. Hubungan ini kembali memberikan Minikino kesempatan besar untuk merespons isu dan juga kondisi sosial politik dunia. Misalnya, Fransiska menceritakan tentang perang Ukraina dan Rusia yang pengaruhnya cukup besar untuk hubungan internasional. “Waktu pandemi kita terisolasi, tapi masih bisa terhubung melalui teknologi. Tapi ternyata itu bukan masalah apa-apa ketimbang perang yang membuat posisi festival budaya makin sulit,” ungkap Fransiska.
Salah satu contoh nyata yang telah terjadi adalah ketika film-film Rusia yang tidak bisa masuk ke dalam festival bila filmnya di danai oleh pemerintah Rusia. Ketika Fransiska menjadi salah satu anggota dewan Short Film Conference, ini adalah posisi yang strategis untuk mengetahui isu global lebih cepat.
Pada 1-2 Juli mendatang Minikino Film Week (MFW) telah bersiap untuk melaksanakan “Workshop Stop Motion Kolaborasi Tiga Negara: Indonesia, Korea Selatan, dan Kolombia!” bersama Seoul Yeongdeungpo Extreme Short Image Film Festival (SESIFF) dan Bogota Short Film Festival (BOGOSHORTS). Workshop yang melibatkan 3 festival dan 3 negara ini menawarkan pengalaman kreatif, kerja dalam tim, dan pengetahuan dasar proses animasi dengan membuat film pendek menggunakan teknik stop motion. Hasil akhir dari workshop ini adalah film pendek animasi yang kemudian akan digabung dengan hasil workshop lain yang dilakukan oleh anak-anak dari Korea Selatan dan Kolombia. Untuk kemudian menjadi satu film pendek animasi kolaborasi tiga negara. Hasil workshop ini nantinya akan ditayangkan pada festival di tiap negara.
“Ketika festival sudah konsisten dan kerjasama terjalin baik, Kita jadi bisa memperdalam kerjasamanya menjadi bentuk yang lain yang lebih beragam,” ungkap Fransiska.
Kerja sama menarik selanjutnya, kembali ke tingkat lokal di Bali. Kali ini dilakukan dengan Toko Seniman, sebuah ruang eksplorasi kopi yang berbasis di Denpasar. Sepanjang bulan Juni ini berlangsung program residensi Minikino bersama Toko Seniman untuk mengapresiasi karya film pendek Indonesia dalam bentuk cita rasa kopi. Penikmat film pendek dan kopi melakukan residensi singkat 6 hari di Toko Seniman, Denpasar dengan fasilitas kawan diskusi Minikino dan barista dari Toko Seniman serta akses ke seluruh film pendek dalam program Indonesia Raja 2023.
Beberapa peserta telah terpilih, di antaranya Kaleb Sitompul yang memiliki ketertarikan pada cerita masyarakat lokal di luar pulau Jawa, dan sejak 2021, ia fokus mengembangkan cerita dan isu di Sumatera Utara melalui medium visual dan dalam bentuk ruang alternatif; Rebeca Palupi yang memiliki konsentrasi sebagai koordinator kegiatan seni dan budaya, ia juga tertarik pada bidang tari, puisi, dan menciptakan lagu; Hardiwan Prayoga, seorang adalah pegiat film dari Jogja dan tergabung dalam komunitas film Cinemartani. Salah satu programmer Festival Film Dokumenter tahun 2019 dan 2022 dan menjadi arsiparis di Indonesian Visual Art Archive (IVAA); dan Brigitta Patricia seorang penulis dan penari (contemporary dance), penampilan terakhirnya adalah untuk Tromarama : PERSONALIA exhibition pada tahun 2022.