Awal tahun waktunya petani menyongsong kembali jalur produksi kopi. Seperti yang dilakukan salah satu petani kopi di Mengani, Kintamani. Puncak panen raya kopi di Mengani baru mulai Bulan April mendatang. Tapi, aktivitas petani di kebun sudah sibuk mempersiapkan tanaman kopinya dengan panen ladian (panen susulan dari panen raya sebelumnya).
Sebelum April tiba, Gede Suarsana, petani muda dari Mengani, sudah melakukan panen ladian sebanyak 3 kali. Meski akan ada panen raya, Gede sangat memperhatikan panen ladian ini. Meski makin lama hasilnya semakin sedikit.
Hasil panen ladian pertama di kebun kopinya, Gede mengakui hasilnya membuatnya puas hati. Hasil dan kondisi buahnya terbilang bagus. Panen ladian kedua hasilnya sudah berkurang. Namun, kualitas buah yang merah masih bagus.
“Nah panen yang sekarang ini atau yang ketiga bisa dibilang buruk, karena hasilnya sedikit kondisi buah juga sudah terlalu matang. Jadi buahnya kebanyakan mengandung air ditambah lagi akibat faktor hujan akhir-akhir ini,” kata Gede.
Meski demikian, panen ini menjadi salah satu persiapan wajib Gede untuk menyambut panen raya kopi di Bulan April mendatang. Sebab jika panen ladian tidak dilakukan akan berpengaruh pada kualitas buah kopi pada panen raya nanti. Jika sisa biji yang sebelumnya terlalu banyak, maka buah kopi pada panen raya pasti sedikit.
Hal ini disebabkan beberapa biji yang sebelumnya masih menjadi bunga. Sehingga yang akan jadi calon biji selanjutnya itu tidak bisa tumbuh karena pertumbuhannya terhalang oleh biji yang sudah besar sebelumnya. Untuk mempersiapkan pertumbuhan biji yang sempurna pada panen raya, maka perlu dihabiskan biji-biji panen ladian ini.
Panen ladian rutin dilakukan Gede Suarsa, karena ia hanya memanen biji kopi merah. Selain karena kebiasaannya, panen cherry merah mempengaruhi kualitas rasa kopi dan harga. “Kalau panen asal harganya juga rendah,” kata Gede.
Kurang lebih ada 500 pohon yang dipanen Gede saat ini. Persoalan iklim menjadi tantangan Gede saat memanen kopi. Ia seringkali harus berlomba dengan cuaca yang tidak menentu. Kopi cherry merah harus segera ia panen ketika hujan tiba. “Kalo gak keburu dipetik, buahnya bisa jatuh karena kebanyakan air,” papar Gede.
Sejauh ini, hasil panen Gede dijual ke pengepul di desanya. Sepengetahuannya, biji kopinya dibawa dan diolah di daerah Kintamani. Rata-rata panen ladian yang Gede dapatkan sekitar 13 kilogram dalam sekali panen dengan harga Rp13.000 rupiah.