Festival Dusun yang dihelat swadaya warga Dusun Senja (Dusun Moding, Jembrana) diramaikan sejumlah talenta multidisiplin yang bertemu di pekarangan rumah. Ada duo musisi Kadapat yang berekspresimen dengan alat musik tradisional dengan elektronik, penyair, seniman teater pelajar, film maker desa, dan penari-penari cilik.
Saat itu jam tujuh lewat lima belas malam (19.15), pada 22 Desember 2021. Malam itu adalah malam terakhir acara Festival Dusun, ada banyak sekali pementasan-pementasan menarik pada malam hari tersebut.
Di bawah langit mendung, saya duduk pada sebuah kursi plastik berwarna biru sambil mengobrol dengan kenalan saya yang baru saya temui di hari itu. Kami mengobrol tentang pementasan sebelumnya yang berupa video vlog yang dipersembahkan oleh pemuda-pemuda di Dusun Senja, begitu sebutan yang digelarkan warga setempat. Video itu diputar pada sebuah layar proyektor tepat di sebelah kanan pangung.
Banyak sekali orang yang datang di acara Festival Dusun tersebut dan kami duduk menghadap ke arah panggung. Ditemani hiasan-hiasan seni patung yang dibuat oleh para pemuda di dusun tersebut. Lampu kuning yang terang menyorot pangung dari arah barat membuat suasana seperti senja yang diselimuti malam.
Sembari menunggu pementasan selanjutnya, sesekali aku melihat ke arah langit yang mendung untuk memastikan hujan tidak turun pada malam itu. Namun yang kulihat dari bayang-bayang cahaya bulan hanyalah awan-awan yang melintas begitu cepat, harapku di malam itu semoga hujan tidak turun.
Beberapa saat kemudian datanglah si pembawa acara yang membacakan pementasan berikutnya. “Pementasan selanjutnya dari Sanggar Tari Pradnya Swari”. Masuklah empat orang anak perempuan berpakaian hijau dan mengenakan kamben berwarna hitam dengan ujung bercorak polang poleng (hitam putih).
Setelah anak-anak itu berbaris di depan pangung, semua penonton hening sesaat melihat salah satu penari yang mengalami disabilitas fisik. Kedua tangannya buntung. Tetapi dia mampu tersenyum lepas di depan panggung. Para penonton pun merasa kagum kepada anak kecil tersebut sehingga serentak semua penonton bertepuk tangan. Keheningan pun terpecah oleh senyum dan energinya.
Lalu datanglah seorang perempuan dewasa ke depan panggung. Ia berjalan ke arah balakang para penari tersebut dan mengambil sebuah microphone di atas sound system tepat di belakang para penari. Ternyata wanita itu adalah pelatih di Sanggar Tari Pradnya Swari. Ia pun memperkenalkan anak-anak didiknya dan memperkenalkan tentang Sanggar Tari Pradnya Swari. Sanggar Tari Pradnya Swari adalah sanggar tari yang mengajari anak-anak untuk belajar tari tradisional Bali dan sanggar
“Kami ini menerima anak-anak disabilitas yang mau belajar menari juga,” ujar Kadek Astini. Setelah ia selesai memperkenalkan tentang Sanggar Tarinya, ia pun menaruh microphone pada tempat semula dan ia meninggalkan pangung tersebut. Beberapa saat kemudia musik tari bali terdengar dan para penari pun mulai menari mengikuti lantunan musik tari bali tersebut. Namun pandangan saya masih tertuju pada salah satu penari yang disabilitas tersebut. Meski memiliki kekurangan namun dia mampu menari dengan indah mengikuti setiap lantunan musik dan ia pun terlihat begitu menikmatinya.
Penari disabilitas tersebut mampu menari dengan memukau bersama teman-temannya. Setiap gerakan penuh penghayatan, baik itu gerakan kaki, pinggang, punggung, kepala dan gerakan mata yang terlihat sangat selaras.
Dari pementasan tari itu aku berpikir, mengapa anak-anak tersebut dapat menampilkan tarian seindah itu? “Hal itu pasti karena mereka telah berlatih dengan sangat giat,” ujarku sambil menggumam. Dan selain itu mereka pasti sudah sering tampil di berbagai acara, hal itu terlihat dari raut wajah masing-masing penari tidak ada yang terlihat gugup maupun ragu sedikitpun, yang terlihat hanyalah senyum kecil yang tulus.
Terdengar perbincangan dari beberapa penononton di sampingku. Perbincangan mereka terdengar samar-samar di tengah suara musik yang begitu keras. Tetapi aku mendengar beberapa kalimat dari perbincangan mereka. Mereka sangat terkagum-kagum dengan penampilan penari cilik yang disabilitas tersebut. Aku rasa semua penonton pada malam itu pasti berpikir hal yang sama.
Musik tari bali pun berakhir, para penari mulai berbaris dengan rapi lalu memberi salam kepada para penonton. Sontak penonton pun bertepuk tangan dengan keras. Lalu para penari meninggalkan panggung tersebut. Beberapa saat kemuduan si pembawa acara datang kembali ke depan pangung untuk membacakan acara-acara selanjutnya.
Aku terharu, mungkin jika aku di posisinya pasti aku tidak akan sekuat dia. Aku yang awalnya mengeluh dan mudah menyerah, pada hari itu mulai menghargai apa yang aku miliki dan menerima segala kelebihan serta kekurangan yang tuhan berikan kepadaku.
Terima kasih Festival Dusun karena telah memberikan tempat untuk banyak orang termasuk aku untuk dapat berekspresi serta menujukkan karya. Terima kasih juga untuk Sanggar Tari Pradnya Swari yang telah memberikan kesempatan teman-teman disabilitas sehingga mereka mempunyai tempat menunjukan bakat terpendam mereka. Dan yang terakhir terima kasih kepada penari cilik spesial karena telah menginspirasi aku tentang pentingnya menghargai apa yang telah tuhan berikan kepadaku.
Menginspirasi, super sekali???