Di tengah pandemi, kolaborasi jaringan lintas festival film tetap hidup memanfaatkan teknologi daring (online).
Minikino melanjutkan kolaborasi dengan beberapa festival film internasional yang telah terlaksana saat Minikino Film Week edisi keenam (MFW6) September 2020 lalu. Kali ini langsung datang dari dua kolaborator yaitu Toronto Reel Asian International Film Festival di Kanada dan Documentary Dream Center, Yamagata International Documentary Film Festival di Jepang.
Pada MFW6 lalu festival Reel Asian diwakili oleh programmer film pendek Kelly Lui hadir secara virtual dalam Forum Why Film Festival Matters Beyond 2020. Kemudian giliran Minikino yang mendapat kehormatan dalam festival film pan-Asia terbesar di Kanada tersebut. Minikino yang diwakili oleh Direktur Program Fransiska Prihadi dilibatkan menjadi juri kompetisi film pendek dalam Reel Asian 24 pada 12-19 November 2020. Fransiska duduk dalam susunan dewan juri bersama Mandeq Hassan (distribusi film Sisterhood Media) dan Ammar Keshodia (filmmaker, kurator, penulis).
Berbagai kategori penghargaan film pendek telah diumumkan pada hari kedua pelaksanaan Reel Asian 24, yakni 13 November 2020 lalu. Para pemenangnya, Animasian Award diraih oleh “Isle Of Chair” (Ivvy Chen/ Taiwan, UK/ 2020/ 6 menit), The Change Connect Award diraih oleh “God’s Daughter Dances” (Sungbin Byun/ Korea Selatan/ 2020/ 25 menit), WIFT-T Film Award diraih oleh “Lola’s Wake” (Tricia Hagoriles/ Kanada/ 2019/ 10 menit), National Film Board of Canada Best Canadian Short Film Award diraih oleh “Safe Amongst Stars” (Jess X. Snow/ USA/ 9 menit).
Untuk kategori Air Canada Best Short Film or Video Award, berhasil dimenangkan oleh sejumlah film pendek dan salah satunya berasal dari Indonesia. Mereka adalah, “I Bought A Time Machine” (Yeon Park/ USA, Korea Selatan/ 2020/ 15 menit), “I Dream of Vancouver” (Warren Chan/ Kanada/ 2020/ 7 menit), “Receiver” (Cavan Campbell/ Kanada/ 2020/ 15 menit), “Rong” (Indira Iman/ Indonesia/ 2019/ 13 menit), “Sing Me A Lullaby” (Tiffany Hsiung/ Kanada, Taiwan/ 2020, 29 menit), dan “Sunday” (Kim Hayung/ Kanada/ 2020/ 4 menit).
Reel Asian merupakan salah satu festival terpandang di Kanada, menampilkan sinema kontemporer Asia hasil karya diaspora Asia dari seluruh dunia. Diinisiasi sejak tahun 1997, Reel Asian memberi ruang apresiasi dan representasi Asia melalui seni media.
Tahun 2020 merupakan pertama kalinya seluruh program, sampai pengumuman pemenang akan bisa diakses online. Akses ini dibuka untuk seluruh Kanada. Festival film ini juga bersifat inklusif, memeberi akses pada orang tuli. Live event Reel Asian disiarkan dilengkapi dengan American Sign Language (ASL).
“Dalam mengalihkan festival fisik ke daring, kami berfokus pada upaya membawa semangat komunitas yang kuat agar para penonton masih dapat terhubung dengan karya film, penyelenggara, dan dengan satu sama lain,” ujar Deanna Wong, Direktur Eksekutif Reel Asian.
Direktur Program Minikino Fransiska Prihadi mengungkapkan, keterlibatan Minikino dalam festival pan-Asian terbesar di Kanada ini adalah hal yang sangat signifikan. Minikino, seperti berbagai festival film pendek internasional lainnya di dunia, ikut dalam pelestarian dan pengembangan budaya sinema. Budaya sinema memungkinkan industri film bisa tumbuh dan berkembang. “Kerjasama dengan Reel Asian memperluas dan memperkuat jaringan kerja yang sudah ada. Sampai saat ini pun kami masih terus membicarakan dan merancang berbagai kolaborasi lainnya yang strategis untuk masa mendatang. Ini akan menjadi hubungan kerja yang berlanjut dan jangka panjang,” katanya.
Kolaborasi Minikino lainnya juga diluncurkan bulan November. Rencana semula bulan September 2020 di Bali dan bulan Februari 2021 di Yamagata akhirnya terwujud. Hal ini karena perkembangan situasi pandemi yang tak terduga, sehingga jadwal mengalami penyesuaian. Kolaborasi ini merupakan program pertukaran pembuat film Jepang dan Indonesia, bekerja sama dengan Documentary Dream Center, Yamagata International Documentary Film Festival.
Program Yamagata Documentary Dojo 3 ialah program residensi khusus pembuat film yang akan dilaksanakan pada 2 Februari sampai dengan 3 Maret 2021 di Hijiori, Yamagata (Jepang). Saat residensi, para pembuat film yang terpilih akan diarahkan untuk fokus pada proyek film mereka dengan bimbingan mentor-mentor profesional. Para peserta juga akan diminta untuk mengambil bagian dalam pemutaran film publik serta kegiatan lainnya bersama masyarakat lokal di Hijiori. Di akhir residensi, para peserta program akan diminta untuk menampilkan presentasi akhir masa tinggal di Yamagata dan Tokyo.
Proses seleksi untuk memanggil para pembuat film dokumenter di Jepang dan seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk mendaftarkan diri mengikuti Yamagata Documentary Dojo telah dibuka mulai 10 November hingga 8 Desember 2020 melalui halaman https://minikino.org/air. Namun, diingatkan juga bahwa program ini dapat berubah menjadi kegiatan daring. Hal ini terpaksa dilakukan kalau sampai pertengahan Desember 2020 masih terjadi larangan perjalanan ke Jepang dan prosedur karantina di Jepang masih diberlakukan.
“Mengikuti rekomendasi pemerintah Jepang dan otoritas kesehatan, kami akan menerapkan langkah-langkah kesehatan dan kebersihan yang ketat. Mengingat perkembangan situasi kesehatan, kami tidak akan ragu untuk mengadopsi perubahan dalam program,” ujar Asako Fujioka, Direktur Documentary Dream Center.
“Sebaliknya, kami juga sudah menyusun perencanaan dan persiapan untuk menerima peserta, filmmaker dari Jepang, untuk ke Bali dan berproses bersama mereka pada musim panas 2021. Detail ini segera akan diumumkan pada awal 2021, tunggu saja, ini pasti kan menarik,” tambah Fransiska Prihadi. Walaupun semua ini sangat tergantung pada perkembangan kondisi krisis global pandemi, namun seluruh persiapan terus dilakukan dengan sikap yang optimis.