Tiga perempuan tiga generasi dari keluarganya ini terlibat dalam Kelas Jurnalisme Warga bersama kawan perempuan Rumah Berdaya (RB)-Kelompok Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Bali.
Perempuan termuda adalah cucu, kemudian anak, dan ibu. Mereka saling mendengar dan bersuara bersama dengan teman-temannya yang kali pertama bersua dalam kelompok cukup besar. Biasanya pertemuan antara kawan KPSI Bali dan keluarganya ini dilakukan saat tirta yatra bersama atau event pameran karya.
Ketika Gung Mas menuliskan harapannya untuk jadi pegawai kontrak dalam Kelas Jurnalisme Warga ini, sekitar satu bulan setelahnya, mimpinya berwujud. Ia bergabung bersama sejumlah warga Rumah Berdaya lain yang juga direkrut sebagai pekerja kontrak di bawah Dinas Sosial. Tak heran, ia mungkin satu-satunya perempuan yang hampir setiap hari kerja ada.
Dalam sesi perdana Kami Bersuara Kami Mendengar, kampanye dan dukungan sebaya perempuan inilah dibahas kenapa perempuan lain sulit hadir di ragam kegiatan psikososial RB yang dianggap penting menuju pemulihan sekaligus pemberdayaan.
Berikut adalah ringkasan cerita pendek dari ibu dan anak, karena kelanjutan cerita belum bisa dilengkapi dampak pandemi Covid-19 yang harus membatasi aktivitas warga.
Gung Mas
Nama saya AA Mas. Keluarga saya baik-baik saja. Saya punya ajik atau bapak yang sekarang pensiun kerja dari Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar. Ibu saya ibu rumah tangga. Saya mempunyai 2 orang adik cowok yang sudah bekerja. Adik yang pertama bekerja di kantor Walikota bagian hukum, adik yang paling kecil kerja di PD Parkir bagian analisa data. Status saya kawin. Pekerjaan saya di rumah sering bersih-bersih menyapu di rumah setiap pagi sore. Saya sekeluarga sehat. Harapan saya di tahun 2020 dapat pekerjaan sebagai pegawai kontrak pada pemerintah Kota Denpasar.
***
Saya ibu Sagung Putri mempunyai 3 anak, satu perempuan dan 2 anak laki-laki. Yang pertama Gung Mas, yang kedua Gung Wah Rian, yang ketiga Gung Wah Osa. Yang pertama Gung Mas sudah mempunyai seorang anak perempuan bernama Gung Artika. Anak saya yang kedua sudah punya anak perempuan, sedangkan anak saya yang ketiga belum berkeluarga.
Semua sudah kerja, jadi satu tinggalnya. Kegiatan sehari-hari, kalau pagi hari dia nyapu, lalu ke RB, istirahat, nyapu sore, bantu cuci piring. Status suami masih, belum tandatangan surat, anaknya sama Gung Mas. Masih keluarga. Waktu pengobatan dulu beli sendiri di dokter Nyandra, dan dokter lain. Sudah biasa minum obat sendiri. Kondisinya sudah membaik.
Kambuhnya bagaimana? Halusinasinya keras. Ada suara-suara apa di kamarnya. Dulu dengar suara saat sakit tapi harus tepat waktu minum obatnya. Kalau telat, lagi ada halusinasi. Sudah bisa mengurus anaknya. Saya ngurus rumah tangga, anter jemput anak. Ada cucu lain lagi. Kalau Gung Aji sibuk, tak bisa ke sini. Harapannya bagaimana? Ngurus anak saja. Biar dia lebih baik, orang tua sudah melakukan yang terbaik. Biar sehat, bisa ngurus anak.
Status saya sehari di rumah melakukan pekerjaan rumah tangga. Sedangkan suami pensiunan PD Parkir. Anak saya pertama masih berobat dan di RB. Anak saya yang kedua kerja di pemerintah kota Denpasar, dan yang ketiga di perusahaan parkir Kota Denpasar.
Harapan saya sebagai orang tua semoga Gung Mas menjadi sehat sehat seperti dulu dan bisa bekerja seperti dulu.
***
Sagung Putri-Gung Mas dalam #KamiBersuaraKamiMendengar. Kampanye bersama Rumah Berdaya, Citradaya Nita (PPMN) dan pewarta warga ini mengajak mengenali gangguan skizofrenia, proses pemulihan, dan mendorong akses layanan psikososial bagi perempuan sebagai penyintas atau pendamping. Foto-foto: Teja Artawan.