Saya dulu juga sempat depresi. Kalau anak sakit dan saya juga sakit, bagaimana?
Saya ibu rumah tangga yang telah lama merawat anak yang memiliki gangguan kejiwaan. Anak saya mengalami sakit sejak tahun 2010. Selama kurang lebih 5 tahun, dia berobat ke dokter psikiater tetapi hasilnya kurang memuaskan. Setelah anak saya masuk ke Rumah Berdaya (RB), saya sangat beryukur. Di RB ada banyak kegiatan yang positif. Saya sangat berterima kasih kepada dokter Rai dan Bapak Nyoman yang telah membimbing anak saya.
Keluarga saya punya empat orang anak, dua di antaranya sudah menikah. Kegiatan sehari-hari saya sekarang adalah mengurus cucu sambil masak dan beres-beres rumah. Indra pun sudah mendingan setelah ikut kegiatan di RB. Sebelum ikut, saya pusing sekali. Sekarang sudah agak lumayan membaik. Terima kasih untuk teman-teman ODS di sini, sekarang saya sudah tak bingung lagi. Sudah mulai bisa tidur nyenyak.
Saya tinggal kos sama Indra dan anak pertama Mas Eko, bertiga. Indra dulu sudah terlalu banyak masalah, bahkan dengan anak-anak juga. Ini bikin saya emosi. Saya sebagai orang tua sehat saja. Dulu Indra ngamuk, orang depan kos ngomongin Indra. Mungkin pelampiasan dia ya. Kalau kita baik, orang akan baik juga. Kesetiaan seorang ibu, doa ibu sepanjang masa, kasih orang tua sepanjang masa. Ada yang komentar, “apa itu bikin malu saja.” Saya diamkan saja. Saya dulu juga sempat depresi. Kalau Indra sakit dan saya juga sakit, bagaimana?
Tahun 2010 Indra itu mulai sakit. Dia tidur di kamar sebelah bersama temannya, tiba-tiba kepalanya digedor-gedorkan. Tensinya tinggi, dia marah-marah. Dari 2010 sampai tiga tahun kemudian, saya ajak Indra berobat magic terus. Semua orang memberi tahu untuk bawa ke sana, bawa ke sini, semuanya saya ikuti. Ke balian juga sudah saya bawa, tapi hasilnya juga tidak memuaskan.
Sampai-sampai saya sempat lupa dengan agama saya, lupa dengan pengobatan medis. Trus saya ditelpon oleh seorang teman saya, disarankan coba dibawa ke psikiater, di gereja ada dokter psikiater, ada dokter internasional. Kadang dokter itu jarang praktik, kalau Sabtu-Minggu tutup. Kadang hari libur pun mereka keluar negeri untuk kunjungan. Pengobatan dokter itu bagus. Saya mulai bingung waktu itu. Berjalannya waktu, itu udah tahun 2017 masih masa pengobatan di psikiater dimulai dari tahun 2015.
Dari tahun 2010 mengetahui Indra sakit, selama 5 tahun kemudian kami berobat ke balian. Saya sudah bingung, kadang ada yang bagus baliannya. Sekitar tahun 2013 atau 2012, saya menemukan berita, katanya ada psikiater. Kenapa ya saya buta sekali dengan medis? Selalu magic dan magic terus. Apa kata orang saya ikuti. Bahkan ada yang memberi tahu untuk bawa Indra ke Banyuwangi.
Saya tinggal dia selama tiga bulan, saya tengok tiap minggu. Namun, seorang bapak yang saya pikir akan mengobati dia ternyata enggak mengobati. Saya tanya, kenapa anak saya enggak diobati. Katanya nanti akan dibawa ke pondok pesantren, sedangkan saya kan nasrani. Lalu saya juga dimintai uang untuk beliin Indra begini begitu. Akhirnya saya bawa ke sebuah tempat di Denpasar. Pengobatan magic juga. Katanya seorang haji.
Bapaknya bilang, katanya saya kurang bikin sesajen untuk almarhum suami. Saya diberi tahu untuk membuat sesaji. Saya disuruh beli enam buah kain sarung, enam buah kemeja, enam buah peci, lalu enam nasi kotak. Semua itu diberikan kepada orang-orang yang “dipanggil” itu. Ternyata nol besar juga.
Sedangkan, di balian, anak saya dibilang terkena guna-guna dari tetangga yang giginya emas dan jalannya pincang, sedangkan saya enggak punya tetangga seperti itu. Sedangkan anak saya enggak sakit apa. Pokoknya saya di waktu itu sangat tertutup dengan pengobatan medis. Kalau kakaknya datang, Indra akan memukulnya. Sampai senjata tajam pun saya buang, karena saya takut terjadi apa-apa dengan kakaknya. Sempat kemarin itu dia sempet ngamuk, saya sudah berpikir untuk mengakhiri hidup saya karena saya tertekan sekali.
Saya pernah berobat magic ke Yogyakarta dan Jakarta. Yang saya ajak bertimbang rasa adalah anak-anak saya. Singkatnya, anak-anak itu mendukung saya dalam hal berobabt ke magic.
Dengan adanya pengalaman seperti ini, percaya enggak percaya ya, saya merasa kecewa berobat ke orang pintar. Pengobatannya Indra itu nol besar. Pengalaman kedua saya, waktu motor anak kedua saya hilang, saya pernah bawa ke balian dan hasilnya juga nol besar. Waktu itu kenapa ya saya buta sama medis, bahkan sama agama saya saja lupa? Pernah waktu itu saya mimpi harus ke gereja, karena waktu itu saya lupa ke gereja, akhirnya saya telpon teman saya karena sudah lelah.
Ternyata teman saya memberi tahu kalau sekarang di gereja ada psikiater yang merujuk ke dokter Denny itu. Lalu saya ditolong, karena pengobatannya tidak bayar waktu itu. Namun, sekarang dokternya sudah meninggal, padahal pengobatannya bagus. Walaupun ya begitu, kadang-kadang seminggu enggak praktik, trus ke luar negeri. Indra ini kan dulu sempat kalau putus obat lima hari atau tiga hari, dia sudah bisa kambuh.
—
Nah, dari tahun 2017, anak saya berkenalan dengan seorang anak Surabaya. Dia ngamuk di kos, semua barang-barang dilempar. Terus dia dibawa ke kepolisian, ditahan selama lima hari. Polisi akhirnya menelpon, minta agar saya menjemput anak saya karena di kantor polisi banyak orang. Oleh polisi, saya diberikan alamat untuk ke Dinas Sosial (Dinsos). Di dinsos, saya bertemu sama bapak-bapak. Saya bicarakan apa adanya, lalu disarankan untuk datang ke RB, Dinsos memberikan alamatnya.
Saya cari-cari RB bersama anak perempuan saya, lalu bertemu dengan Pak Nyoman. RB waktu itu masih bertempat di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Saya tanya apa saja syarat untuk bergabung dan ternyata hanya perlu BPJS. Padahal, selama pengobatan sebelum ke RB ini, saya membayar 50 ribu per butir obat. Saya sudah kalang kabut waktu itu, akhirnya waktu dia ngamuk, dia diberi obat yang murah. Sepertinya harga obatnya cuma 25 ribu rupiah. Akhirnya lama-lama dokternya sering enggak praktik.
Habis itu, saya mikir harus ke mana, trus Indra ngamuk macam-macam. Saya sudah tidak tenang. Namun, semenjak di RB, saya sangat berterima kasih. Indra jadi enggak sering keluar rumah, lebih banyak di rumah. Selain pengobatan, mungkin pengaruh lingkungan juga. Waktu dia di kos itu kan ada orang suka mengejek dan mungkin anak saya dendam waktu itu. Akibatnya, pelampiasannya ngamuk di kos-kosan itu. Dengan adanya anak saya yang sakit begini, kayaknya dia enggak terima.
Indra sekarang sudah bisa menerima omongan saya, ketika sebelumnya pasti marah. Kalau di RB, mungkin lebih enak karena Indra suka ada temannya, akrab. Dia paling senang mencuci motor, membungkus dupa, menyablon kaos, di sana ada banyak kegiatan positif.
Penyebabnya mungkin dulu pernah pakai pbat sedikit, tapi itu dulu, ketika SMA di Solo. Namun, setelah kembali ke Bali, dia tidak pernah memakai lagi. Penyebab kedua, mungkin dia enggak terima bapaknya meninggal. Dia baru ke Bali, tiga bulan kerja, langsung dapat kabar bapaknya meninggal, itu yang membuat dia kurang terima. Selama tiga bulan bekerja di Bali, dia pernah jadi sales promotion di toko cat dan juga koran.
Sebenarnya sekarang sudah banyak yang menawari Indra bekerja, tapi dia enggak mau dulu. Takut nanti bengong lagi, begitu. Dokter Rai bilang, Indra sebenarnya tidak terlalu parah. Dia cuma stres.
Saya ingin agar anak saya cepat pulih, karena nanti pasti obatnya akan dikurangi; biar enggak mengonsumsi berapa butir obat di setiap hari. Sekarang, setiap hari dia minum obat yang diambil di RB, sehari minum dua buah pil. Terlihat jelas perbedaannya, dulu dia suka marah-marah, kakaknya bahkan pernah sampai dipukul.
Indra
Indra ingat ketika mau memukul, tapi sedikit. Orang yang pertama kali ditemui di RB ada Wayan, Pak Nyoman, dan perawatnya. Indra berada di RB selama 2 tahun. Dulu, pertama kali sampai di RB, Indra bingung, galau, mungkin ada satu jam ingin balik lagi ke rumah. Lalu diam di sana, setelah dikasih mencuci motor, baru saya mau ke RB. Kalau nggak ada kegiatan di RB, mungkin saya sudah kambuh dari dulu.
Mudah-mudahan di RB ada kegiatan terus. Soalnya, dulu sebelum ke RB, tiap malam saya keluar–masuk membawa motor. Sampai saya tabrakan, sampai jari saya patah karena terlalu sering ngawur naik motor. Sampai orang tua saya enggak tenang, enggak tidur, karena ulah saya. Dengan adanya kegiatan di RB ini saya bersyukur sekali, meskipun berubah 80%.
Indra merasa sudah sembuh 80%. Lagi 20% belum sembuh karena masih minum obat dan belum ada kegiatan. Siapa tahu, berkat RB, saya bisa direkrut jadi pegawai kontrak. Namun, sepertinya enggak mungkin karena sudah ada yang diangkat jadi pegawai kontrak, empat orang. Kalau ingin kerja, saya masih lebih suka di RB soalnya di RB bisa kumpul. Kalau hanya fokus bekerja kayaknya saya belum bisa. Pikiran saya sepertinya masih error.
Ibu Sulandari dalam #KamiBersuaraKamiMendengar. Kampanye bersama Rumah Berdaya, Citradaya Nita (PPMN) dan pewarta warga ini mengajak mengenali gangguan skizofrenia, proses pemulihan, dan mendorong akses layanan psikososial bagi perempuan sebagai penyintas atau pendamping.