Sumber: NusaBali
Abrasi yang terjadi di sepanjang pantai di Bali cukup parah. Setiap tahun, rata-rata pengikisan bibir pantai oleh ombak mencapai 10-20 meter. Bila hal ini tak ditangani serius, maka Bali akan terancam kehilangan salah satu pesonanya. Di sisi lain, penanganan masalah ini masih tergantung pada pemerintah pusat.
Data yang dihimpun NusaBali sampai akhir 2006, masih ada 7.928 km bibir pantai di Denpasar dan Badung yang belum tersentuk penanganan. Dengan rincian di Denpasar masih tersisa 1.428 km dan di Badung mencapai 6.500 km. Pada pertengahan 2007, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bali telah melakukan sejumlah penanganan untuk menanggulangi abrasi. Seperti yang dilakukan di Pantai Padanggalak yang menghabiskan dana sekitar Rp 15 miliar. Dana tersebut bersumber dari APBN tahun 2007.
Di Denpasar, erosi di bibir pantai mengancam beberapa fasilitas umum dan fasilitas sosial. Di Pantai Sanur misalnya, sejumlah fasilitas umum seperti tempat rekreasi, hotel, dan restoran mulai terancam abrasi. Begitu juga di Pantai Padanggalak mengancam sekolah dan lahan pertanian. Serta Pantai Serangan yang mengancam pemukiman dan pura.
Di sisi lain, upaya pembentengan di Badung dilakaukan di Pantai Kuta. Proyek ini total menyedot anggaran hingga Rp 309 miliar yang berasal dari pinjaman Jepang. Kini proyek pengamanan pantai ini baru rampung sekitar 20 persen.
Untuk Badung, ada lima titik pantai yang terancam. Yakni Pantai Seseh, Pantai Kuta, Pantai Uluwatu, Pantai Nusa Dua, dan Pantai Tanjung Benoa. Selain tempat rekreasi, erosi juga mengancam sejumlah fasum dan fasos. Misalnya saja Pura luhur Uluwatu yang kini kekuatan tebing penyangga pura semakin berkurang. Selain karena dasar tebing yang tergerus air laut, batuan pada badan tebing juga mulai rontok.
Kepala Dinas Cipta Karya Badung, I Ketut Suwandi mengatakan, upaya untuk menangkal abrasi di Pantai Uluwatu harus dilakukan. Diantaranya dengan pemberian grib atau pemasangan sabuk tebing. “Ancaman kerusakan Uluwatu besar, sebab fisik tebing bagian bawah tergerus air laut. Tebing di atasnya juga mulai melemah, retak dan batuannya mulai rontok,” terang Suwandi.
Tahun 2008 ini pemkab menerima bantuan bencana dari pemerintah pusat sebesar Rp 8 miliar. Namun dana tersebut tidak dialokasikan untuk penanganan abrasi pantai. Menurut Suwandi, dana bantuan bencana tersebut dikonsentrasikan pada peningkatan mutu infrastruktur. Lebih lanjut ia berharap, karena di beberapa titik abrasi berkaitan langsung dengan para pengusaha, maka diharapkan pengusaha bisa membantu. Sebab kalau hanya mengandalkan dana pemerintah, beban penanganan abrasi terlalu mahal.
Sementara menurut Kepala Balai Wilayah Sungai Bali Penida I Nyoman Ray Yusha, erosi di Bali mengakibatkan 10 sampai 20 meter tergerus oleh air laut. “Bila tidak ada penganan, dalam waktu beberapa tahun ke depan Bali akan hilang,” katanya, Senin (24/9). Dia mengatakan, selama ini proyek pengamanan pantai selalu mengharapkan dana dari pusat atau hibah dari negara lain. Hal ini disebabkan besarnya operasional untuk pengamanan yang membutuhkan anggaran sekitar Rp 15-16 juta per meter. “Dana itu jelas tidak dapat ditanggung oleh pemerintah daerah,” tambah Ray Yusha.
Sampai 2006, untuk pembangunan penanganan abrasi di Denpasar dan Badung menghabiskan dana sekitar Rp 172 miliar. Dana yang sudah dikucurkan untuk pembangunan pengamanan di Denpasar sekitar Rp 86,6 miliar dan di Badung Rp 86,7 miliar.
Menyikapi hal ini, Ketua Komisi B DPRD Kota Denpasar Ida Bagus Udiyana berharap agar pembangunan proyek pengamanan pantai di Padanggalak disambung sampai Pantai Matahari Terbit. “Kalau bagian tengah tidak dibangun, maka pusat erosi akan terjadi di bagian tengah. Hal ini akan merusak konstruksi pengamanan yang ada,” urainya. [cr16,cr14]