Oleh Fendy Sutrisna
Saya pernah mengunjungi beberapa tempat industri pariwisata di dunia dan di Indonesia.
Beberapa di antaranya adalah Bremen, Munchen, Gottingen, Frankfurt, dll di Jerman; Lyon, Paris, Toulouse di Perancis; beberapa tempat di Belgia, Belanda, Taiwan, dan tentu saja Jepang negara tempat saya bekerja saat ini serta Indonesia tanah kelahiran saya.
Sebelum memulai artikel ini, izinkan saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya adalah putra asli Bali yang menyempatkan diri pulang kembali ke Bali setiap tahun. Sekadar melihat perkembangan pariwisata, berkumpul dengan keluarga, ataupun berkunjung ke pura-pura, tempat wisata yang baru, yang menjadi buah bibir saat itu.
Sejak lulus SMU dan mulai merantau, saya rasakan pembangunan infrakstruktur di Bali memang sangatlah cepat jika dibandingkan dengan daerah lain. Berkali-kali saya dibuat kagum, bingung, oleh perubahan itu. Tidak terkecuali liburan awal tahun 2013 ini juga. Ada banyak sekali perubahan pembangunan di Bali. Dan pada artikel ini saya coba uraikan di sini dengan tujuan memberikan gambaran buat teman-teman lainnya yang ingin mengetahui perkembangan Bali terkini dari sudut pandangan mata dan pengalaman saya sendiri.
Oh ya pada artikel ini saya coba juga untuk memberikan pesan-pesan, yang siapa tau bisa disampaikan sekalian ke pihak-pihak yang sedang memperjuangkan untuk kebaikan pembangunan Bali di masa depan.
Sudah sering kita baca di koran-koran bahwa Bali saat ini sedang mempersiapkan diri untuk menjadi tuan rumah pertemuan Internasional APEC. Tentu saja banyak fasilitas umum diperbaiki. Berikut saya coba uraikan berdasarkan pengamana pribadi saya sendiri saat berada di Bali awal Januari 2013 kemarin:
Pertama
Pembangunan Bandara Internasional Ngurah Rai yang dijadwalkan rampung Mei 2013. Dengan perbaikan ini daya tampung bandara menjadi tiga kali lipat dari 6 juta wisatawan menjadi 25 juta wisatawan.
Saran dan pendapat saya, peningkatan jumlah tampung wisatawan ke Bali bisa juga berarti bahwa Bali di masa depan akan lebih sumpek dengan banyaknya orang yang datang untuk bekerja sekaligus berwisata. Meningkatnya jumlah wisatawan berarti akan semakin banyak hotel dibangun. Semakin banyak hotel-hotel dibangun artinya akan semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan jasa. Semakin banyak orang yang bekerja, artinya akan semakin banyak rumah yang akan dibangun.
Artinya, apabila dibiarkan begitu saja, di masa depan Bali bisa dipenuhi orang tidak hanya lebih banyak 3 kali lipat dari saat ini tapi bisa jadi 9 kali lipat atau lebih.
Saran saya supaya hal ini lebih dipertimbangkan lagi agar Bali tidak menjadi pulau sumpek di luar perkiraan. Kalau Bali nantinya menjadi sumpek dan tidak teratur (semoga tidak), secara tidak langsung akan mengurangi kenyamanan bagi para wisatawan. Bisa dibayangkan kalo Bali menjadi perbincangan dunia (lagi) karena banyak sampah, macet, atau terkena banjir rutin tiap tahunnya.
Kayaknya sudah pasti wisatawan yang datang akan berkurang secara drastis sedrastis-drastisnya.
Saran kedua, adalah alangkah baiknya kalau yang bekerja di Bali adalah orang asli Bali itu sendiri. Minimalisir kedatangan tenaga kerja lagi dari luar pulau Bali, terutama yang bukan tenaga ahli atau profesional.
Di samping bisa mengurangi jumlah kepadatan penduduk di Bali, masih banyak orang Bali yang membutuhkan pekerjaan, atau dengan kata lain bisa dibilang banyak orang-orang yang belum punya pekerjaan dengan gaji yang layak.
Saya sempat berpikir kalau dibiarkan seperti ini terus menerus, suatu saat orang Bali yang tidak bisa beradaptasi akan menjadi seperti orang Betawi di Jakarta.
Kedua
Pembangunan jalan layang Bandara Ngurah Rai – Nusa Dua dan perbaikan jalan bawah tanah di daerah simpang siur.
Saran saya semua orang akan menyarankan untuk membangun sarana transportasi umum yang layak mengingat Bali selalu bertujuan untuk menjadi tempat pariwisata berkelas internasional. Pelayanan trasportasi kelas internasional sangat jelas sekali dibutuhkan terutama untuk daerah-daerah sekitar Kuta – Jimbaran – Benoa – Nusa Dua. Membangun sarana trasnportasi tidak hanya bertujuan untuk memberikan pelayanan untuk para wisatawan, tapi juga supaya bisa mengurangi niat orang-orang yang tinggal di Bali untuk menggunakan mobil pribadi.
Saran lainnya yang unik dari saya pribadi adalah mengurangi atau kalau bisa melarang mobil-mobil dan bus pariwisata yang tidak berplat nomer lokal (DK) melintasi jalan-jalan di Bali. Untuk bis pariwisata bisa diakalin dengan memindahkan penumpang di pelabuhan, dari bus daerah asal ke bus-bus lokal yang sudah disediakan sebelumnya di Bali.
Buat para wisatawan yang ingin menikmati Bali dengan mobil pribadi bisa menggunakan jasa rental mobil. Dan buat para pekerja yang sudah menetap di Bali bisa mengubah plat nomer kendaraan secara gratis menjadi plat nomer Bali saat ini.
Dengan cara seperti ini pemerintah daerah bisa mengatur jumlah kendaraan yang beredar di Bali. Secara tidak langsung bisa mengontrol sebarapa panjang jalan yang dibutuhkan agar Bali bebas dari macet, terutama saat tahun baru atau saat-saat Bali ramai dikunjungi para wisatawan.
Ketiga
Lampu penerang jalan yang menggunakan teknologi sel surya di jalan Bypass Ngurah Rai sampai ke Bandara. Selain tertata sangat rapi, semuanya berfungsi dengan baik setiap malam. Lampu sel surya penerang jalan-jalan trotoar di daerah Kuta juga membuat saya bangga dengan kampung halaman saya ini.
Sebelumnya saran saya untuk Bali supaya mulai berpikir meningkatkan kenyamanan para pejalan kaki, terutama di daerah-daerah yang sering dilalui oleh wisatawan. Saya sering mendengar keluhan bahwa para wisatawan asing takut keluar dari hotel. Alasannya trotoar di Bali tidak nyaman, terutama untuk pejalan kaki wanita dan yang sudah berumur. Alasan takut keluar hotel yang kedua adalah karena gelap saat malam sehingga berkesan bahaya untuk keselamatan.
Nyambung ke penggunaan teknologi sel surya tentu saja bagus karena sangat ramah lingkungan dan hemat biaya listrik. Tapi perlu diingat, lampu yang digunakan untuk aplikasi sel surya adalah lampu LED, terkadang ada yang cahayanya sangat redup. Kalau bisa lampu-lampu sel surya ini tetap dipantau secara rutin agar apabila ada yang rusak dapat diperbaiki dengan segera.
Oh ya, berhubung lagi membahas tentang kenyamanan para pejalan kaki, saran saya lainnya adalah untuk mulai memikirkan para wisatawan yang menggunakan kursi roda. Saya heran juga kalo Bandara Ngurah Rai yang baru ini pun desain pembangunannya saat ini sangat tidak ramah terhadap para pengguna kursi roda.
Tempat wisata mahal sekelas Taman Safari and Marine Park juga, busnya tidak bisa dinaiki oleh para pengguna kursi roda. Mall-mall saat ini pun tidak bisa dikunjungi para pengguna kursi roda. Hal ini sekadar saran tambahan saja. Karena kalau kita bisa memberikan kenyamanan terbaik untuk wisatawan otomatis hidup kita di Bali akan semakin nyaman dan semakin dihormati oleh para wisatawan yang puas saat liburan ke Bali.
Selain pengguna kursi roda, yang layak diperhatikan adalah kenyamanan berjalan kaki untuk para penyandang cacat dan orang buta.
Keempat
Banyaknya dibangun hotel-hotel kecil dan tempat wisata baru di desa-desa yang selama ini belum terjamah oleh industri pariwisata Bali. Misalnya di desa-desa di Singaraja, desa-desa di daerah sekitar pantai Amed, Tulamben, Klungkung, Karangasem, dan lain-lain.
Seperti yang saya uraikan sebelumnya, peningkatan daya tampung Bandara Ngurah Rai membawa efek domino dengan bertambahnya jumlah hotel dan tempat wisata baru. Wajar dan saya merasa sedih di sini karena terlalu mudah juga pemerintah memberi izin membangun hotel di Bali. Saran saya supaya hotel-hotel dan tempat wisata baru tetap menjaga budaya khas Bali yang berbeda dengan daerah wisata lain. Tujuannya agar ke depan Bali tetap menjual.
Perbanyak bangunan yang menyerupai pura agar Bali menjadi lebih sakral dan bertaksu lagi dengan pariwisatanya.
Saran kedua agar hotel dan tempat wisata-wisata baru ini tidak semena-mena menguasai daerah publik seperti daerah pinggir pantai, gunung, danau, dan daerah lainnya yang diatur di Undang-undang sebagai daerah publik.
Kelima
Di beberapa daerah ada tulisan membuang sampah berarti denda Rp 500.000.
Saya paling suka dengan perubahan terakhir ini. Walaupun perubahannya sederhana tapi ini menunjukan kalau Bali sudah mulai peduli dengan kebersihan lingkungan. Kalau dibandingkan dengan Taiwan, Singapore, dan negara Eropa lainnya tentu saja ada juga tulisan yang mengatakan membuang sampah berarti denda sebesar Rp 8 juta.
Di Jepang lebih unik lagi, kotanya sangat bersih tapi anehnya sangat susah menemukan tempat untuk membuang sampah, termasuk di dalam stasiun, mal, pusat kota, pertokoan, tidak akan kita temukan tempat untuk membuang sampah.
Kalau mau Bali dibuat seperti itu aja. Jadi banyak yang buang sampah, banyak yang denda, berarti banyak pemasukan untuk pemerintah daerah. Hehehehee… Kalo pendapat yang ini bercanda yaa..
Saran dari Segala Saran
Sebagai orang Bali saya senang dengan permbangunan di Bali yang terjadi secara terus menerus. Saya masih ingat saat zaman SMU paska tragedi bom, perekonomian Bali langsung jatuh seketika. Kualitas pelayanan langsung anjlok. Otomatis wisatawan yang datang ke Bali semakin berkurang dari hari ke hari.
Untungnya hari ini Bali bisa bangkit kembali.
Bali itu pulau kecil di Indonesia. Saya tekankan kata kecil yang artinya mau diidesain seperti apapun bandaranya, Bali dengan besar pulaunya ini memiliki kapasitas maksimum untuk dapat menjadi tempat nyaman disinggahi.
Saya selalu berdoa supaya daerah-daerah lainnya di Indonesia di luar Bali bisa berkembang juga menjadi tempat tujuan wisata internasional baru. Saya yakin bisa karena Indonesia kaya akan keindahan alam dan sudah punya Bali sebagai contoh, sebagai daerah tujuan pariwisata internasional penghasil devisa nomor 4 terbanyak di Indonesia. [b]
Teks disalin dari blog Fendy Sutrisna. Foto-foto Anton Muhajir.
Saran kedua yang bisa menjadi solusi kemacetan di Bali. Bisa juga ditambahkan “Revitalisasi Angkutan Umum” para wisatawan pasti mau kok naik angkutan umum jika kualitas kendaraan dan pelayanannya lebih baik dari sekarang. Desain kendaraan yang menarik, jumlah trayek, jadwal yang teratur, halte yang ramah kepada pejalan kaki, dll.
Sekarang kembali lagi ke pemerintahnya, mau apa tidak? 🙂
Saya sedikit konsen dengan kapasitas airport yang bisa mencapai 25 juta wisatawan, bagaimana bisa menyiapkan fasilitas sebesar itu sedangkan volume penerbangan tidak ada perubahan lantaran landasan pacu yang hanya ada satu dan juga pesawat besar tidak akan bisa mendarat di airport Ngurah Rai.
Mudah-mudahan perkembangan Pariwisata di bali tidak kebablassan saja.
bali skrg milik investor……….