Oleh Luh De Suriyani
Ananta Wijaya, penulis lepas di Bali, selama hampir sepekan lalu harus opname Di RS Bhakti Rahayu Denpasar karena Demam Berdarah Dengue (DBD) beberapa waktu lalu. Selang infus menemaninya untuk menambah cairan tubuh.
Beruntung ia bisa mendeteksi dini gejala DBD dengan memeriksa darah ke laboratorium. “Awalnya positif tifus, lalu menjadi positif DBD. Saya merasa sakit demamnya kok beda. Badan sakit, seperti ngilu,” ujarnya.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue. Gejala klinisnya, demam yang akut, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri persendian, bintik-bintik pada kulit sebagai manifestasi perdarahan dan leukopenia.
Ia heran, kenapa masih banyak warga yang terpapar DB di Bali, padahal sumber penyakit telah diketahui yakni nyamuk aedes aegepty dan jentiknya pun mudah dibunuh. “Sampai sekarang pemerintah masih suka melakukan fogging, padahal yang penting membunuh jentiknya,” Ananta kesal. Ia menyayangkan pemutusan rantai pertumbuhan nyamuk secara biologis ini tidak dimaksimalkan pemerintah.
Dokter Subrata, Kepala Sub Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Bali mengatakan ada empat hal dalam pencegahan DB yakni promosi pencegahan, analisa epidemologi, pengendalian fektor dengan pembrantasan sarang nyamuk, dan fogging.
“Yang paling penting pengendalian vektor, namun masih belum sesuai harapan,” ujar Subrata.
Pengendalian jentik ini belum efektif, karena menurut Subrata masyarakat lebih menyukai fogging. Padahal pengasapan hanya membunuh nyamuk dewasa saja. “Fogging itu sebenarnya prioritas terakhir, karena itu dilakukan jika ada permintaan masyarakat. Dan permintaan ini terus meningkat,” elaknya.
Epidemi DB lima tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan. Pada 2004, kasus DB di Bali berjumlah 1890, lalu pada 2005 sebanyak 3594, meningkat menjadi 5631 (2006). Puncaknya adalah pada 2007 ketika Bali dalam status kondisi luar biasa DB dengan 6375 kasus.
Bahkan tren puncak epidemi tiap tahunnya sudah terdeteksi karena selalu sama dalam 5 tahun terakhir. Masa puncak terjadi mulai Februari sampai Mei. “Ini periode musim hujan sampai peralihan, DB akan meningkat drastis,” ujar Subrata.
Sementara kasus 2008 sampai November tercatat 5961 kasus, 16 penderitanya meninggal.
Sementara itu, di RS Sanglah pasien DB mulai menunjukkan peningkatan. Hingga hari ini sebanyak 25 pasien DB dirawat. Tahun ini seorang anak laki-laki meninggal di Sanglah karena terpapar DB grade III. [b]
Versi bahasa Inggris dimuat di http://www.thejakartapost.com/news/2009/01/20/dengue-claims-victims-public-govt-play-blame-game.html