Deretan sepeda listrik di main dealer Ofero Indonesia. Foto oleh: I Gusti Ayu Septiari
Setiap melintasi jalan raya di sekitar rumah pada sore hari, saya pasti melihat anak SMP pulang sekolah dengan mengendarai sepeda listrik. Mereka mengendarai sepeda listriknya dan membaur bersama kendaraan lain di tengah kemacetan dan kepadatan di traffic light sore itu.
Sepeda listrik menjadi salah satu kendaraan yang populer saat ini, terutama di kalangan remaja dan anak-anak. Bentuknya yang kecil dan bobotnya yang ringan membuat sepeda listrik menjadi solusi yang efisien untuk berkendara jarak dekat, seperti berkegiatan di sekitar rumah, pergi ke pasar, ke sekolah, dan aktivitas lainnya. Selain itu, harga sepeda listrik juga tergolong cukup murah, yaitu mulai dengan harga Rp3 juta hingga Rp7 juta tergantung jenis dan kapasitas kendaraan.
Salah satu brand sepeda listrik yang mengembangkan sayapnya di Bali, Ofero Indonesia, menyatakan bahwa sejak dibuka pada Februari 2024 hingga saat ini, penjualan sepeda listrik mereka terus mengalami peningkatan. “Biasanya untuk anak kelas 4 SD sampai SMP, bahkan SMA pun bisa. Yang menjadi favorit itu tipe yang yang paling kecil, yang ada keranjangnya,” ungkap Roby, Manager Area PT Rolis, ketika ditemui di Main Dealer Ofero Indonesia pada Selasa, 10 September 2024.
Alasan lain masyarakat memilih sepeda listrik adalah harganya yang cukup terjangkau untuk jarak tempuh setara dengan kendaraan berbahan bakar bensin. Salah satu jenis sepeda listrik Ofero sendiri dapat menempuh jarak hingga 75 km. Selain itu, baterai yang digunakan adalah baterai lithium yang biasanya dijumpai pada barang elektronik rumah tangga. “Nah kalau lithium pengecasannya lebih fast charging dan badannya cukup satu, jadi mengurangi beban berat juga,” ungkap Roby.
Terlepas dari efisiensi sepeda listrik, penggunaan baterai lithium dapat berpotensi membawa masalah baru bagi lingkungan, yaitu penumpukan sampah baterai. Pasalnya penggunaan baterai lithium dapat diibaratkan seperti baterai laptop atau handphone yang bisa bertahan hingga lima tahun, tergantung perawatan dan pemakaian. Selain itu, perusahaan juga belum dapat memberikan solusi terkait pengelolaan limbah baterai sepeda listrik.
Ketika ditanya mengenai proses pengolahan baterai sepeda listrik yang sudah rusak, Roby mengungkapkan bahwa baterai tersebut dikembalikan kepada customer. “Nggak perlu, tetap ya kita serahkan ke customernya, nggak boleh kita ambil. Tapi kecuali kalau customer bilang ke teknisi nggak apa-apa diambil saja, bawa saja, atau sudah rusak, nah itu baru teknisi ambil,” terang Roby.
Meskipun digadang-gadang lebih ramah lingkungan dibandingkan baterai lainnya, lithium juga mengandung berbagai bahan kimia dan logam yang berpotensi membahayakan lingkungan dan kesehatan. Dilansir dari jurnal Strategi Penanganan Limbah Baterai Kendaraan Listrik Demi Masa Depan Indonesia yang Lebih Bersih oleh Universitas Negeri Semarang, salah satu komponen utama dalam baterai kendaraan listrik adalah elektrolit. Selain itu, baterai juga mengandung logam berat seperti kadmium dan timbal yang dapat mencemari air dan tanah. Jika baterai tida diolah dengan benar setelah mencapai akhir umur pakainya, bahan-bahan kimia dalam baterai dapat bocor ke lingkungan dan mencemari air tanah dan permukaan, serta tanah di sekitarnya. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem air dan tanah yang berpotensi menimbulkan dampak pada kesehatan manusia dan keberlanjutan lingkungan.
Jurnal tersebut juga menjelaskan bahwa limbah baterai juga berpotensi mencemari udara pada saat proses penghancuran atau pembakaran baterai. Pelepasan gas beracun ke atmosfer dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti iritasi saluran pernapasan, gangguan pernapasan, hingga penyakit serius seperti kanker. Limbah baterai juga dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan jika tidak diolah dengan benar.
Pada tahun 2021, The Conversation menaksir baterai-baterai bekas akan mulai bermunculan pada tahun 2023. Hal itu seiring dengan rencana pemerintah sejak 2019, yaitu Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Hingga saat ini, pemerintah hanya baru mengeluarkan regulasi mengenai pengelolaan limbah baterai kendaraan listrik, tanpa implementasi yang jelas.
Meski begitu, sebenarnya terdapat baterai kendaraan listrik yang dapat meminimalisir tumpukan limbah baterai, yaitu baterai jenis swap. Pada artikel BaleBengong yang berjudul Konversi Motor Biasa ke Motor Listrik: Ramah Lingkungan dan Banyak Insentif, baterai jenis swap ini digunakan oleh Electric Wheel, salah satu perusahaan penyedia jasa konversi motor listrik. “Baterai yang ditukar itu kalau misalnya yang udah nggak kepakai ya seperti LPG, tabungnya itu kan terus bersirkulasi,” ungkap Putra Darmagita, Direktur Utama Electric Wheel.
Berbeda dengan baterai jenis lithium yang berpotensi menjadi limbah ketika sudah tidak dipakai, baterai jenis swap akan terus bersirkulasi dan kembali ke perusahaan. Hal ini dapat mengurangi potensi pencemaran limbah B3 yang ditimbulkan oleh baterai. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa sepeda listrik berpotensi menimbulkan masalah baru bagi lingkungan, yaitu tumpukan limbah baterai. Hal tersebut terjadi ketika jenis baterai yang digunakan oleh perusahaan memiliki umur pakai dan tidak dapat digunakan lagi ketika sudah mencapai umur pemakaian. Namun, berbeda jika produsen sepeda listrik menggunakan baterai yang terus bersirkulasi, sehingga dapat mencegah potensi tumpukan sampah baterai.