Hampir tiap minggu terjadi percobaan bunuh diri di pulau berjuluk surga ini.
Salah satu kasus percobaan bunuh diri di Bali ini terjadi dua pekan lalu. Kali ini justru melibatkan anak kandung pelaku sendiri. Kasus yang terpublikasikan media ini terjadi pada pasangan ayah-anak Teguh Feriyanto dan anak laki-lakinya, Bintang Dwi Putra (9 tahun). Teguh disebut menusuk anaknya sebelum memutuskan bunuh diri dengan mengiris urat nadi kedua tangannya pada Kamis dini hari.
Bintang pun harus menjalani operasi akibat dua kali tusukan dengan pisau di perutnya. Ia tergolek dengan infuse di ruang kelas II RSUP Sanglah Denpasar. Kondisinya memprihatinkan dengan ruangan yang kurang layak dengan kondisinya saat ini usai menjalani bedah.
“Dia anak yang kuat. Beberapa jam usai operasi sudah bisa ngomong,” ujar Ni Made Suhesti, 30 tahun, ibunya yang ditemani kakak perempuan Bintang.
Sementara itu ayahnya, Teguh, sudah dipindah ke RS Trijata Polda Bali dengan alasan pengamanan. Setelah kondisinya berangsur membaik usai perawatan luka sayatan di kedua belah tangannya.
Ketua Tim Penanganan Kekerasan Anak dan Perempuan RS Sanglah dr IB Alit mengatakan dari pemeriksaan, Bintang mengalami dua luka tusukan. Pertama menembus usus halus dan satu lagi menyentuh lambungnya. Bintang mengalami pendarahan di rongga perut dnegan luka selebar 5-10 sentimeter. “Luka ini bersifat sangat fatal dan bisa mengakibatkan kematian,” kata Alit.
Teguh sendiri mengalami luka irisan di tangan dan kiri namun dinilai tak dalam dan tak mematikan. Teguh juga sedang diobservasi oleh psikiater untuk memastikan apakah mengalami kelainan jiwa atau tidak.
Pasangan suami istri Teguh, penjaga villa dan Made Suhesti, karyawan mall di Kuta ini tinggal di kosan Jalan Gunung Patas Denpasar. Penusukan terhadap anak semata wayang itu dilaporkan terjadi sehari sebelum diketahui.
Suhesti berharap suaminya mendapat pengobatan yang tepat agar kasus ini tak terulang.
Salah satu tim psikiatri RS Sanglah dr Sri Wahyuni mengatakan diagnose kelainan jiwa belum bisa ditegakkan karena Teguh, belum diperiksa secara menyeluruh. “Dari data sementara, sang ayah depresi berat karena terancam kehilangan anak karena merasa akan berpisah dengan istrinya,” ujar Sri yang tak memeriksa langsung, tapi terlibat dalam pertemuan obsrvasi psikiater di Sanglah.
Belum didapatkan data pasti kejadian percobaan bunuh diri tahun ini yang diperiksa tim ahli jiwa di Sanglah. Namun menurut Sri, tiap minggu kasusnya ada dan kebanyak meracun diri sendiri. Sementara melibatkan anak dalam upaya bunuh diri termasuk kasus yang langka.
Data jumlah kasus bunuh diri di Bali sendiri terus bertambah di Bali. Hasil survei terakhir Suryani Institute menyebutkan, sedikitnya 9.000 orang di Bali mengalami gangguan jiwa dan berpotensi tinggi melakukan bunuh diri. Tjokorda Bagus Jayalaksmana yang merilis data ini pada Mei lalu mengatakan 47,5 persen kasus bunuh diri disebabkan oleh gangguan jiwa.
Berikutnya akibat penyakit fisik yang tidak terobati (27,5 persen), faktor ekonomi (7,5 persen), dan lainnya. Institute ini juga merilis selama 2011 sudah terjadi 40 kasus bunuh diri di Bali. Jumlah terbanyak terjadi di Karangasem dengan 11 kasus.
Tim psikiatri RS Sanglah yang pernah membuat buku berjudul Fase-fase Kritis Sebelum Percobaan Bunuh Diri di Bali Studi Kasus tahun 2006 menyebutkan sejumlah alasan penyebab bunuh diri. Tiga ahli jiwa, Prof. dr. A.A.Gde Muninjaya, dr Yessi Crosita Octaria, dan dr Lely Setyawati memaparkan persoalan yang melatarbelakangi perilaku bunuh diri selama tahun 2001 sampai 2005 adalah sakit (33,9 persen), alasan lain yang tidak spesifik (20,96 persen), masalah keluarga (15,06 persen), stress (14,85 persen), masalah ekonomi (10,26 persen), dan putus cinta (5,68 persen).
Ditinjau dari stress psikososial yang dialami pelaku percobaan bunuh diri adalah masalah interpersonal (35,57 persen), masalah keluarga (15,38 persen) dan masalah perkawinan (14,42 persen).
Banyaknya kasus bunuh diri di Bali itulah yang menjadi pertanyaan, kenapa terus saja terjadi dan berulang? [b]
Foto dari Kompasiana.