Pada Jumat (9/6) masyarakat Bali berbincang via Twitter Space membicarakan kita yang ternyata belum bisa memilah sampah dari sumber. Diskusi hangat pada malam yang berangin itu memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengeluarkan unek-uneknya perihal sampah di Bali yang tak urun berkesudahan.
Diskusi membahas mengenai alasan masyarakat Bali sulit memilah dari sumber, tantangan yang dihadapi dalam memilah sampah, strategi yang tepat yang diterapkan di Bali, hingga permasalahan sekolah-sekolah terdampak tempat pembuangan sampah (TPS) yang berharap relokasi TPS.
Twitter space Ternyata Bali Belum Bisa Memilah Sampah dari Sumber menghadirkan Kadek Jois Yana Dan Catur Yudha Hariyani. Jois adalah manajer Rumah Kompos Desa Padangtegal yang selama bertahun-tahun terus berupaya memaksa warganya untuk memilah sampah dari rumah. Sedangkan Catur adalah Direktur dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup yang telah menjalankan program Zero Waste Cities di berbagai pelosok Bali.
Diskusi dibuka dengan pandangan dari Jois mengenai alasan sulitnya memilah sampah dari sumber. Menurutnya kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah untuk memberikan program pengelolaan sampah, harus ada kesadaran dari dalam diri kita sendiri untuk mulai memilah sampah.
Lain lagi pendapat dari akun @tw121 yang menyatakan alasan Bali belum bisa memilah karena tidak ada komitmen dari pemerintah. “bikin aturan tapi tidak menyiapkan solusi,” tulisnya. Ia juga menambahkan bahwa dulu Ia memilah sampah tetapi berakhir menjadi satu di TPA. Bagi @tw121 pengangkutan sampah hanya dilihat sebagai lahan bisnis semata.
Akun @Febryan21st yang tinggal di Sibang Kaja turut mengeluhkan terkadang sampah seminggu lebih tak terangkut hingga mengeluarkan belatung.
Tidak ada proses mengubah kebiasaan warga yang instan. Jois lantas menceritakan bahwa selama puluhan tahun desa mencoba berbagai hal untuk mengajak warga memilah sampah. “mulai dari memberikan tempat sampah, mengadakan kuis, hingga menerbitkan perarem,” ungkap Jois.
Menggapi harapan agar TPS di dekat sekolah direlokasi Jois menyatakan bahwa hal itu bagus asalkan ada lahan penggantinya. “Setahu saya ada anggaran dana desa yang harus digunakan untuk pengelolaan sampah. Namun, yang jadi masalah selanjutnya adalah biasanya warga desa tidak mau ada TPS di dekat rumahnya,” komentar Jois.
Selanjutnya ada Rani Oktaria yang ikut urun pendapat mengenai alasan sulitnya memilah sampah. Dengan gamblang Rani yang pernah bekerja di Yayasan yang bergerak dalam isu pengelolaan sampah menyebutkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani masalah sampah di Bali. Kesetengahhatian pemerintah dalam mengelola sampah ini menyebabkan masyarakat menjadi abai untuk memilah sampah.
Hal senada juga diungkapkan oleh Catur, menurutnya untuk membenahi sistem pengelolaan sampah harus dimulai dari pemerintah yang serius. “Setiap desa menyusun perencanaan pembangunan TPST atau TPS3R didampingi oleh DLH untuk diteruskan ke PUPR kabupaten kemudian PUPR Pusat,” kata Catur. Namun program pembangunan fisik saja tidak cukup harus dibarengi dengan program perubahan prilaku oleh masyarakat.
Pemilik akun @jekarka memberi respon mengenai hal yang harus dilakukan untuk membenahi sistem pengelolaan sampah di Bali.Yakni 1. Mulai dari regulasi yang benar; 2. Buat satu fasilitas yang berhasil sehingga bisa menjadi contoh; 3. Konsistensi penegakan regulasi tersebut; 4. Dari 1 fasilitas akan menjadi 2 dst; 5. Edukasi warga mulai dari kelompok kecil.
Masyarakat memang punya andil dan tanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan. Namun, pemerintah wajib menyediakan sistem dan fasilitas pengelolaan sampah yang layak. Kita perlu mendesak pemerintah untuk menunjukkan keseriusannya agar masalah ini tak berlarut-larut.
situs mahjong