Dua satuan elit penanganan bencana bahu membahu mengangkat… sapi!
“Ada sapi masuk sumur,” kata Bu Wayan, tetangga saya di Jalan Subak Dalem Gang V pagi tadi. Saya segera ambil kamera lalu ke tempat kejadian.
Di tanah bekas rumah Bu Pudak, tetangga saya yang sudah pindah sejak empat bulan lalu, itu ada sumur yang mengering. Belasan orang mengerumuni sumur tersebut.
Saya lihat di dalamnya. Seekor sapi terperangkap di sumur sedalam sekitar lima meter dengan diameter satu meter itu. “Sudah sejak kemarin malam,” kata Satria, tetangga saya yang lain.
Di tanah kosong itu memang biasa ada beberapa sapi makan rumput. Empat sapi itu milik Pak Buncing, tetangga saya yang juga sudah pindah empat bulan lalu. Tapi sapi-sapi itu terikat, tidak dibiarkan liar. Tidak jelas siapa yang punya sapi yang masuk sumur itu.
Selama setengah jam, kami hanya melihat-lihat sapi itu di dalam sumur. Sapi berkulit coklat itu harus melingkarkan tubuhnya karena kecilnya ukuran lebar sumur. Kepalanya menunduk dengan posisi berdiri. Tangga kayu di tepi sumur mempersempit ruang gerak sapi itu.
Makin siang, tetangga saya makin banyak melihat sapi itu. Tapi tidak banyak yang bisa diperbuat. Kami bergerombol melihat sapi itu di dasar sumur. Sebagian malah bercanda. “Mungkin nomor sapi yang akan keluar,” kata orang itu. Maksudnya, mungkin nomor sapi yang akan keluar kalau mereka pasang judi togel. Kami tertawa.
Pak Pudak dan Pak Taman lalu berinisiatif untuk mengangkat sapi itu.
Pak Taman, membawa tali tambang berukuran sejari orang dewasa. Pak Pudak masuk ke sumur untuk mengikat tangga kayu itu. Lalu, tangga kayu itu pun terangkat meski patah jadi dua. Sapi itu punya ruang lebih luas dibanding sebelumnya.
Saya pikir Pak Pudak akan turun lagi untuk mengikat sapi itu. Ternyata dugaan saya salah. “Tidak mungkin bisa ngangkat (sapi) dengan tali sekecil itu,” katanya.
Parahnya lagi tidak jelas siapa pemilik sapi itu. “Mungkin punya orang Taktak,” kata Bu Buncing, merujuk pada banjar di jalan Ahmad Yani Utara, sekitar 5 km dari gang kami.
Saya lalu pulang. “Lebih baik telepon petugas untuk minta tolong mengangkat sapi itu,” kata istri saya.
Ada benarnya juga. Saya telepon petugas pemadam kebakaran, setelah tanya nomor teleponnya terlebih dulu ke 108. Pilihan untuk menelpon pemadam kebakaran sebenarnya hanya semacam taruhan. Sebab, itu pilihan yang lebih masuk akal daripada harus telepon ke rumah sakit atau polisi.
Petugas di ujung telepon tidak terlalu jelas. Kakak kikuk berusaha menghindar ketika tahu dia “hanya” harus menolong mengangkat sapi dari sumur. “Tidak bisa, Pak. Karena saya harus tugas jaga.,” kata Kadek Suardana, petugas pemadam kebakaran di jalan Kebo Iwa itu.
“Tapi bukannya tugas bapak untuk menolong warga?” tanya saya setengah protes.
“Ya, tapi saya harus jaga di sini. Coba telepon ke SAR saja,” elaknya sambil merujuk ke SAR, singkatan dari search and rescue, yang tugasnya memang untuk menyelamatkan.
Istri saya kemudian menelpon ke SAR. Tapi SAR justru menyarankan agar istri saya telepon ke Polsek Denpasar Barat di jalan Ahmad Yani.
Lima polisi datang sekitar 15 menit kemudian. Mereka membawa mobil patroli. Tapi mereka ternyata tidak bisa berbuat banyak. Bukannya memberi jalan keluar, dia malah bilang lain. Mereka hanya melihat-lihat sapi itu sambil bertanya siapa yang punya.
“Kami tidak bisa membantu mengangkat. Apalagi tidak jelas siapa yang punya,” katanya.
Tak sampai 15 menit. Mereka kemudian pamit.
“Yang penting saya sudah ke sini untuk melihat kondisinya. Kalau mau mengangkat lebih baik cari orang lain yang punya peralatan. Nanti bayar saja,” kata salah satu polisi itu.
Badah!
“Katanya polisi untuk melayani masyarakat. Kok tidak menolong gitu?” kata Bu Wayan.
Saya mengiyakan. Aneh memang polisi-polisi itu. Bukannya menolong, mereka seperti datang hanya untuk formalitas. Sekadar menyelesaikan kewajiban.
Tapi kejengkelan itu terobati 30 menit kemudian. Tidak tanggung-tanggung. Tim Gegana Brimob Polda Bali yang turun tangan. Mereka membawa mobil besar yang cukup untuk memuat sekitar 15 orang. Tulisan Rescue Brimob Gegana di samping badan mobil menambah suasana jadi agak terlihat gawat. “Kayak ada bom saja,” kata salah satu warga.
Lima polisi itu berseragam kaos lengan panjang dengan celana training. Lebih mirip atlet dibanding anggota satuan elit polisi. Tapi justru pakaian santai itu yang membuat suasana terlihat lebih akrab. Warga tak canggung untuk ngobrol dengan mereka layaknya teman.
Anggota Brimob itu segera menyiapkan peralatan seperti tali dan carabiner. Satu orang turun ke dasar sumur untuk mengikatkan tali pada sapi. Sebagai penguat, ujung tali yang lain diikatkan pada pohon mangga dekat sumur. Dua anggota lain akan menarik anggota yang masuk sumur itu.
Tak lama berselang, datang lagi bala bantuan. Kali ini 30 orang dari Basarnas. Wajah-wajah anggotanya masih muda. Seperti Gegana Brimob, mereka juga membawa alat-alat penyelamatan. Meski agak terlambat, kedatangan Basarnas ini menambah kekuatan tim penyelamat.
Setelah sapi bisa diikat, tim Gegana Brimob dan Basarnas segera menarik tali itu. Tali untuk menarik itu jadi ada dua sisi. Masing-masing ditarik enam orang. Total, ada 12 orang untuk menarik sapi itu. Tali itu langsung menempel pada bibir sumur.
Lalu. Satu, dua, tiga. Tari itu ditarik sekuat-kuatnya oleh 12 anggota Basarnas dan Gegana Brimob. Sapi itu tertarik. Dia memberontak.
Tapi, persis ketika sapi itu akan sampai di bibir, hanya terlihat kepalanya, sapi itu lepas!
Gedebuk! Suaranya sapi jatuh berdebam.
Rupanya ikatan sapi itu kurang kuat. Makanya ketika sapi itu memberontak, dia bisa lolos. Dan jatuh..
“Sudah. Biarkan dulu dia tenang. Nanti baru diikat lagi,” kata salah satu petugas. Petugas istirahat sebentar.
Setelah itu ikatan diperbaiki. Kalau semula hanya satu tali, sekarang dua. Keduanya di bagian perut.
Untuk memudahkan menarik, petugas menggunakan batang bambu kering melintang di atas sumur. Bambu kering itu dilapisi karung goni sebagai tuas.
Tapi beban yang disangga bambu itu terlalu kuat. Krak! Bambu itu patah di tengah. Tepat di mana tali itu dilingkarkan. Pengangkatan kedua pun gagal.
Sampai, pada tarikan ketiga, barulah sapi itu bisa terangkat. Semua langsung bertepuk tangan, termasuk Wayan Sandia, 69 tahun, pemilik sapi yang akhirnya datang juga.
Setelah sejak kemarin malam sapi itu di dalam sumur, akhirnya dia tertolong juga. [b]
kalo dijual mahal kayanya ini sapi 😀
Hebat buat sang inisiator dan hebat dari kecekatan team gegana dan basarnas. Gak nyangak mereka peduli buat sapi.
salute buat semuanya…. ada rekaman videonya nggak pak, bisa dikirim ke media TV tuh, buat acara “most amazing video” gitu.., hehehehe
pedalem ajan sapine puk
kebayang beratnya mengangkat sapi dari dalam sumur