Sejumlah hal yang paling banyak dipertanyakan warga muncul dalam diskusi ini. Rapid test, bansos, independensi media, dan siapa yang berhak menerima bantuan?
Diskusi Online dari kolaborasi #AwasinBansosCovidBali pada Selasa, 16 Juni 2020 dihadiri narasumber I Made Rentin (Sekretaris Gugus Tugas Covid Bali), Luh De Suriyani (Balebengong), Ni Kadek Vany Primaliraning (Direktur LBH Bali), Wahyu Budi Nugroho (Sosiolog Udayana), dan dr. Gede Putra Suteja (Ketua IDI Wilayah Bali).
Peserta dalam forum diskusi via Zoom ini di antaranya Alumni SAKTI Bali, Latra Puspadi Bali, LBH Bali, Rumah Berdaya Denpasar, Solidaritas Pangan Bali, Koperasi 2 Are Bali, Serikat Pekerja Mandiri, Ombudsman Wilayah Bali, Gendo Suardana, AJI Denpasar, dan lainnya.
Dimulai dengan penjelasan sejumlah pemantik diskusi. Secara berurutan berikut ini.
Made Rentin (Gugus Tugas Prov. Bali): “mengeaskan sebagai Sekretaris Gugus Tugas Provinsi Bali dan kepala pelaksana BPBD Provinsi Bali serta Ketua harian Gugus tugas untuk penanganan covid 19 Bali. Setiap hari Rabu selalu dilaksankan jejak pendapat/diskusi dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah terkait penanganan Covid-19 di Bali. Sampai dengan Senin, 15 juni 2020 kasus positif 760 orang. Kasus transmisi lokal selalu mengalami penambahan kasus positif perharinya. Kasus yang dinyatakan sembuh 503 orang, Masih dalam perawatan 33,03%, Meninggal 6 orang sejauh ini. Gubernur telah membuat ‘tatanan kehidupan era baru’ untuk langkah ke depan terkait pandemi. Yang artinya membiasakan aktivitas yang tidak biasa dilakukan, seperti wajib memakai masker, sering cuci tangan, dan lainnya. Tatanan kehidupan era baru di bali belum resmi dibuka, proses pembukaan kebijakan tersebut akan mengadakan upayan niskala: persembahyangan Purnama Kasa 5 Juli 2020 dan kegiatan tersebut juga belum menandakan sebagai pembukaan kebijakan ‘Tatanan Kehidupan era Baru’. Semua daerah harus mengikuti arahan serta keputusan Gubernur Bali.
Jenis-jenis bantuan yang disalurkan Dinas Sosial-Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Tunai Langsung-Kementrian Desa-Dinas PMD, Dinas Pariwisata-mengakomodir pelaku pariwisata, Dinas Perhubungan-pelaku pariwisata/jasa angkutan transportasi pariwisata, Dinas Ketenagakerjaan untuk warga yang di-PHK atau warga yang belum terakomodir merujuk dari kluster sebelumnya. Pemberian APD untuk tenaga medis yang berada di rumah sakit rujukan. Gugus tugas di Bali tidak memandang KTP Bali atau non Bali, pada saat kasus postif terjadi warga orang non KTP Bali tetap dilakukan penanganan, karena telah menjadi komitmen kerja gugus tugas.
Dr. Gede Putra Suteja (Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Bali): IDI juga membantu gugus tugas dalam penanganan Covid di Bali. Menyampaikan istilah-istilah anekdot seperti OTG (organisasi di garda terdepan), ODP (orang yang disiplin dan patuh), PDP (penduduk yang disiplin dan patuh). Dalam IDI memiliki dasar kerja yaitu, kode etik kedokteran: seperti bertakwa kepada tuhan dan menjadi seorang dokter yang profesional serta kompetensi. Resiko pekerjaan dokter dalam pandemi ini tidak lepas dari bebas virus Covid, banyak dokter yang terpapar Covid dan bahkan sampai jatuh korban karena terpapar. Penggunaan masker harus hidung dan dagu harus tertutup, jaga jarak setengah meter, cuci tangan pakai sabun, dan menjaga aktivitas yang cenderung terdapat kerumunan orang. Tenaga medis khususnya Rumah Sakit Sanglah, banyak yang terpapar. Menyarankan untuk menentukan rumah sakit khusus Covid, agar efisiensi alat kesehatan seperti APD dapat dilakukan.
Ni Kadek Vany Primaliraning (Direktur LBH Bali): Besaran dana APBN per Juni untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 686,2 triliun. Sumber dana APBN dalam penanganan covid terdapat 5 sektor, saldo anggaran lebih, dana abadi dan akumulasi dana pendidikan, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu, dana yang dikelola oleh BLU dan dana yang berasal dari pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN (Perpres No.54: 2020). Alokasi anggaran tersebut diperuntukan untuk bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, dukungan industri, dan pemulihan ekonomi di masa pandemi. Acuan untuk penyaluran bantuan sosial bersumber pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 228/PMK .05/2016 tentang perubahan atas peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05//2015 tentang belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga. Dana desa sendiri menjadi jaring pengaman sosial terakhir dalam pandemi Covid hari ini. Sedangkan Provinsi Bali menganggarkan dana 756 Miliyar untuk 3 sektor untuk penanganan pandemi Covid-19, seperti kesehatan Rp 274 Miliyar, ekonomi Rp 220 Miliyar, dan Rp 261 Miliyar untuk jaring pengaman sosial.
Wahyu Budi Nugroho (Sosiolog Unud dan pegiat Sanglah Institute): Tahun 2012 telah melakukan penelitian di pulau Jawa terkait distribusi raskin, terdapat kearifan lokal yang menuntut untuk distribusi secara adil dan merata. Tidak memandang siapa yang paling membutuhkan. Di Bali sendiri banyak jenis masyarakat yang cenderung tidak memiliki pekerjaan tetap, namun untuk kebiasaan konsumtif tetap terjaga. Seperti membeli mobil, rumah dan lainnya dengan cara cicilan. Fenemona tersebut tidak bisa tertangkap secara statistik akan tetapi tertangkap secara sosiologis/antropolgis. Dalam pandemi ini, masyarakat yang memiliki kecenderungan tersebut akan kehilangan pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan dalam pandemi ini. Pemukiman khas yang ada di Bali ini adalah satu rumah yang memiliki beberapa KK, kondisi tersebut membuat verifikasi data sangat sulit untuk terjamin data warganya. Cara untuk meverifikasi data secara valid dengan melakukan metode yang informal bukan menggunakan metode administratif. Paradigma yang harus digunakan dalam distribusi bantuan di masa pandemi adalah siapa yang terdampak dan siapa yang tidak terdampak. Ada 3 upaya yang bisa dilakukan oleh kepala lingkungan dan kelian adat: pertama harus melek teknologi, kedua harus ada sinkronisasi tugas antara kepala lingkungan dengan klian adat, ketiga adalah harmonisasi komunikasi antar perangkat desa agar informasi yang diberikan tidak bias.
Luh De (Balebengong): Regulasi yang ada di Bali dalam penanganan Covid-19 yaitu ada 2, Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2020 tentang Paket Kebijakan percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Bali, dan yang kedua Peraturan Gubernur No 23 Tahun 2020 tentang Pemberian Bantuan Jaring Pengaman Sosial kepada Lembaga/Organisasi dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) Provinsi Bali. Lokasi RS rujukan penanganan Covid 19 yang dilakukan gugus tugas provinsi Bali, dilaksanakan di RS PTN Unud, RSUP Sanglah, dan RS Bali Mandara. Dalam penanganan dan percepatan pandemi yang dilakukan provinsi Bali di sektor Jaring Pengaman Sosial banyak masyarakat yang tidak mengetahui jenis-jenisnya. Temuan awal yang dilakukan oleh pemantau, ditemukan 18 temuan masalah dan yang paling banyak adalah tidak tepat sasaran. Jenis JPS yang mengalami permasalahan dalam distribusinya adalah, BLT Desa, BLT Kemensos, BLT Pemda, dan Bansos Tunai.
Sesi diskusi berlangsung cukup lama, hingga waktu diperpanjang sampai 45 menit menjadi hampir 3 jam.
Ombudsman Bali (pernyataan): Ombudsman telah membuka posko pengaduan distribusi bansos/JPS yang ada di Bali. Mempunyai link pengaduan untuk warga, di berbagai substansi seperti kesehatan, ekonomi, dan keamanan. Sampai sekarang yang sudah ditangani ada 18 laporan yang telah lolos verifikasi untuk diteruskan dan sebagian besar laporan adalah bantuan sosial.
Gung Alit (pertanyaan): “Bapak Rentin kemana habisnya dana tersebut, mengingat Bali juga tidak melakukan PSBB dan juga ternyata masih banyak tidak tepat sasaran. Silahkan dijelaskan dengan jelas terkait habisnya dananya.”
“Untuk IDI, mengapa sudah 4 bulan lewat pandemi ini baru sekarang diusulkan terkait rumah sakit khusus corona?”
Made Rentin: “Ada 13 rumah sakit rujukan dan ada 1 rumah sakit khusus pasien Covid 19 yaitu RSPTN Udayana ditetapkan pada pertengahan April lalu. Anggaran tersebut menjadi 3 slot besar, percepetan penanganan, jaminan sosial, yang ketiga pemulihan terhadap sektor pariwisata. Keberadaan kami di gugus tugas untuk melaksanakan pekerjaan ini diawasi oleh pihak eksternal agar sesuai aturan atau rambu-rambu yang telah ditetapkan.”
IDI Wilayah Bali: “Kita mengetahui adanya 13 RS rujukan dan 1 RS khusus, tapi saya tidak dilibatkan dalam Gugus Tugas Covid Provinsi Bali. Rumah sakit Sanglah sendiri memiliki kasus tenaga kesehatan yang terpapar karena pelayanan kesehatannya menjadi dua non Covid dan Covid.”
Puspadi Bali (pernyataan dan pertanyaan): “Dalam diskusi ini belum menyentuh pembahasan terkait bantuan untuk disabilitas. Kendala di Bali banyak penyandang disabilitas yang tidak memiliki KTP dan hal itu menjadi sulitnya mendapatkan bantuan dari dinas sosial/kementerian sosial. Pertanyaannya, bagaimana penyangdang disabilitas dapat mengakses bantuan dari pemerintah dalam pandemi covid 19 ini?”
Rumah Berdaya (pernyataan): “Informasi yang saya dapat pada masa pandemi ini, bahwa ditemukan beberapa teman mendapatkan bantuan sosial tetapi banyak juga yang belum mendapatkan. Teruntuk teman-teman orang dengan skizofrenia (ODS) yang ada di rumah berdaya belum mendapatkan bantuan pada masa pandemi ini. Mungkin menurut saya, ODS adalah disabilitas baru yang ada di tengah masyarakat, makanya cenderung kurang diperhatikan.
Gendo (pertanyaan): “Muncul beberapa berita terkait persyaratan untuk rapid test, mengingat biaya juga terkesan tidak murah. Maka masih relevan atau tidak rapid test untuk Covid-19 ini. Melihat juga rapid test tidak menjamin validnya data positif/negatif corona. Apabila swab test menjadi solusi, bagaimana agar masyarakat tidak terbebani dengan biaya swabtest?”
AJI Denpasar (pernyataan dan pertanyaan): “Saya ingin menanyakan kepada pak Rentin, terkait dengan bagaimana munculnya angka Rp 706 miliar? Apakah munculnya angka tersebut berbasis kebutuhan atau berbasis kemampuan. Terkait media ada anggaran Rp 10,5 Miliar untuk bantuan secara ekonomi, dan AJI mendorong adanya independensi untuk media, lalu bagaimana menyeimbangkan pers yang independen dengan pamrih pemerintah? Untuk IDI, di kalangan dokter rapid test menjadi pro kontra apakah diberhentikan atau tetap dijalankan. Apakah rapid test masih diperlukan atau tidak? Dan kenapa tidak dilakukan polling test terhadap kelompok masyarakat?”
IDI Wilayah Bali: “Konsep swab dan rapid itu berbeda, rapid test sendiri berdasarkan dari daya tahan tubuh dan sedangkan swab memiliki konsep real time. Tidak ada gunanya juga rapid test tanpa adanya isolasi. Hingga hari ini, swab test lebih baik dari pada rapid test dan pemerintah harus membiayai swab test untuk masyarakat.”
Made Rentin: “Di Bali mencoba untuk mengurangi penggunaan rapid test, karena data swab lah yang membantu informasi terkait kasus Covid hari ini. Pada 15 April, Provinsi Bali telah menggunakan swab test untuk pengecekan virus dan meninggalkan penggunaan rapid test. Anggaran pembelian rapid berasal dari 90% bantuan gugus tugas nasional, kita belum banyak membeli menggunakan APBD masih seringnya menerima bantuan dari gugus tugas nasional. Kelompok disabilitis dalam kondisi bencana harusnya menjadi prioritas, apabila disabilitas belum mendapatkan perhatian dari pemerintah, mohon untuk menyampaikan data kepada pihak dinas sosial atau kontak langsung ke saya (Made Rentin). Sistem penanggulangan bencana mengedepankan 5 unsur yaitu, lembaga pemerintah, non pemerintah, masyarakat, akademisi, dan media. Bantuan dari provinsi tersebut memasuki skema ketiga untuk sektor media. Munculnya angka 756 milyar menurut kebutuhan yang ada di tengah masyarakat. Anggaran APBD hari ini telah direfocusing untuk bantuan bencana hari ini dan BPBD telah mengajukan anggaran untuk pengeluaran tidak terduga. Semua anggaran yang direfocusing dilakukan berdasarkan kebutuhan dengan bersinergi dengan lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang menangani bidang di tengah masyarakat. Eksekusi bantuan selanjutnya akan dilakukan pada akhir bulan Juni 2020.
Teks dirangkum Ody Putra Karno dari diskusi yang disiarkan langsung di link ini http://
Pengusaha Transportasi Bali sangat menunggu kebijakan Pemutihan Samsat untuk segera diberlakukan.