Pameran Seni Batik perdana dihelat oleh Made Gadis ini mengeksplorasi desain batik tulis dan celup menyuarakan kesetaraan perempuan. Pameran ini dibuka 21 Juli dan akan berlangsung 28 Juli di Lantai 1 Dharma Negara Alaya Denpasar. Pameran ini bertajuk Masa ke Masa. Menurut Gadis tajuk ini diambil sebagai penggambaran Gadis berproses atau pemaknaan Gadis berproses selama waktu kuliahnya di ISI Jogjakarya sampai kini.
Hal ini seperti gambaran waktu atapun tahun dari awal Gadis berproses dalam berkarya sampai sekarang. Proses evolusi Gadis menciptakan karya dari nol yaitu belum mengerti atau mengetahui tekstil atau batik sampai menjadi sebuah karya.
Dalam diskusi, Ni Made Gadis Putri Maharani waktu kecil ia sering memperhatikan ibunya yang senang mengumpulkan kain. Dalam hati ia penasaran, apakah asli atau palsu, dan bagaimana membedakan? Ia juga sering diajak pentas oleh sanggar tempatnya belajar seni, Mahabajra Sandhi, salah satunya saat ke kampus ISI Denpasar. Saat itu ia tahu ada jurusan batik dan fashion desain. Akhirnya ia pilih kuliah Jogja karena ingin belajar batik di daerah yang masih kental dengan produksinya. “Bali punya endek, saya ingin menekuni batik ke daerah yang kental batik,” paparnya.
Ni Wayan Penawati, kurator dari Gurat Instiitute mengatakan baru pertama mengenal desainer yang menggambar dan mentransformasikan batik ke kultur Bali. “Karya menarik tak hanya teknik membatik, tiap motif mengandung filosofi. Gadis juga menggunanakan latar lukisan Kamasan yang memiliki pakem sendiri,” sebutnya.
Hasil batik Made Gadis dinilai mencerminkan ketertarikannya akan visual ornamen yang ada dalam arsitektur, sarana upakara, hingga lukisan kamasan di Bali. Dengan mempelajari berbagai hal mengenai tekstil baik itu jenis batik, pengembangan teknik menggambar, dan juga eksplorasi hingga eksperimen membatik. Dalam proses belajarnya ia menemukan kecocokan dengan corak batik pesisir atau disebut kontemporer, dalam batik kontemporer sendiri tidak memiliki pakem yang mengikat ataupun bebas berekspresi sesuai dengan keinginan.
Batik kontemporer merupakan kain batik dengan sebuah corak atau motif yang bernuansa masa kini atau modern. Gaya corak batik ini dipilih Made Gadis karena lebih sesuai dengan konsep berkarya dan memungkinkannya untuk mengembangkan dengan teknik-teknik yang lebih eksploratif.
Salah satu karya bertajuk Peribumi, yakni sejumlah lembar kain ungu yang dicelup dan menunjukkan teks-teks. Menurut Penawati, karya ini terdiri dari tulisan berupa ungkapan sebuah kata dan kalimat dari berbagai generasi perempuan Bali. Tiap kata yang tertulis merupakan sebuah sumbangsih perasaan dan pemikiran perempuan, mulai dari rasa kecemasan, keluh-kesah, hingga kalimat penyemangat.
Pada karya ini perempuan diberi kebebasan secara verbal untuk berbicara ataupun mengungkapkan isi hati serta pikiran mereka seluas-luasnya. Kata Peri dan Bumi menjadi perwakilan untuk merangkum “perempuan yang hidup dan berkembang dalam alam semesta.”
Sementara dalam karya bertajuk Setara dinilai berbicara keseimbangan atau setara, dalam karya ini menggambarkan perempuan nyuun (menjunjung) neraca. Neraca lambang dari hukum, secara visual karya ini memperjuangkan keadilan seperti kesetaraan gender dalam menjalankan hak dan kewajiban antara laki-laki maupun perempuan. Di sisi lain ada juga karya perempuan menjunjung gebogan atau sesajen buah, yang kerap terlihat dalam upacara agama di Bali.
Mangku Muriati, pelukis tradisional Kamasan yang dinilai berani mendobrak sistem karena sebagian besar pelukis Kamasan laki-laki. Ia membagi semangat berkaryanya. Mangku mengaku hanya senang melukis lalu studi di PSSRD. Perjalanan akademis dan kegiatan melukis dilanjutkan di rumah meneruskan pakem wayang Kamasan. Pada umumnya figurnya tentang epos Ramayana, Mahabrata, manusia dan dewa. “Unsur kamasan bisa ditransformasi ke batik asal jangan mengambil figur wayangnya karena sakral,” ujarnya. Ia juga minta seniman jangan mentok atau terkungkung pakem. Ia mentransformasikan pandemi ke kanvas dari awal Covid sampai vaksinasi.
Karya-karya yang dipamerkan kali ini mengakat isu menarik, yaitu keluh kesah perempuan Bali. Gadis ingin memberikan wadah bagi para perempuan Bali yang dibungkam oleh rasa takut untuk bersuara. Keinginannya didukung dengan latar belakang keluarga yaitu sosok Ibu yang bekerja sebagai pengacara menyuarakan suara perempuan dan anak, juga menjadi motivasi Gadis mengangkat isu ini.
Ibu Gadis, Ni Nengah Budawati membuat lembaga bantuan hukum Bali Women Crisis Center, sebagai tempat pemberdayaan dan pendamping kasus perempuan dan anak . Gadis ikut keseharian ibunya bekerja dan dari situ Ia belajar isu isu perempuan dan anak. Gadis sering mendengar keluh kesah para perempuan Bali seperti pelecehan, kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan baik masa pengadilan dan sidang atau pun masa terapi. Pemasukan dari donor dimanfaatkan dengan baik untuk membantu anak anak dengan program pelatihan ekonomi kreatif dengan pengembangan di bidang seni atau di luar seni semacam terapi. Ada juga kegiatan membuat aksesoris jepit rambut dan pelatihan merangkai bunga bersama Gadis dan kakaknya.
Perempuan Bali menurut Gadis dikenal tangguh, mulai dari kegiatan domestik dan tradisi seperti mejejaitan, metanding bisa dilakukan, tapi ini bukan berarti partisipasi laki laki kemudian tidak dibutuhkan. Ia menambahkan, dalam budaya Bali telah ada porsi masing masing untuk kewajiban laki laki dan perempuan.
Namun, ada banyak suara suara sisi lain dari perempuan Bali yang mungkin jarang masyarakat dengar. Dikutip dari Merdeka.com sebanyak 260 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi sepanjang tahun 2022. Ini baru kasus yang dilaporkan, belum lagi kasus kasus yang belum atau tidak dilaporkan. Isu kekerasan terhadap anak dan perempuan di Bali mungkin bisa diibaratkan seperti gunung es.
Opening pameran kali ini juga mengundang Mangku Muriati sosok perempuan hebat yang telah bergelut sebagai pengerajin Kamasan selama berpuluh puluh tahun. Pameran ini menjadi sebuah gerakan pemberdayaan wanita karena juga menghadirkan pembicara pembicara wanita hebat. Namun, tentu saja hal ini tidak lepas dari pastisipasi pria. Sebagai penutup ada acara musik yang dipersembahkan oleh Yan Sanjaya, musisi Bali yang selain menyanyi solo juga duet di duo band Pygmy Marmoset. “Persiapan pameran juga banyak dibantu oleh laki-laki,” kata Gadis.
Pameran Batik ini tak hanya menunjukkan karya desain juga memperjuangkan hak perempuan di tengah budaya patriarki Bali yang sudah mendarah daging. “Dengan adanya pameran ini dapat membuat masyarakat luas mengetahui perkembangan perempuan Bali dalam melalui masa-masa perjuangan untuk kehidupan sendiri dan keluarganya. Perempuan Bali itu tangguh tapi ingin didengarkan dan dibantu,” lanjut Gadis.
Hello there, You have done a great job. I will definitely digg it and personally recommend to my friends. I am sure they will be benefited from this web site.
Thank you for some other magnificent article. Where else may anyone get that kind of information in such a perfect approach of writing? I have a presentation next week, and I am at the look for such information.
I am really loving the theme/design of your web site. Do you ever run into any web browser compatibility problems? A couple of my blog audience have complained about my blog not operating correctly in Explorer but looks great in Safari. Do you have any solutions to help fix this issue?