Setelah tiga kali penelitian lapangan memetakan kerentanan bencana di SMPN 3 Bebandem, Karangasem, para pihak diminta bertindak cepat untuk mencegah dampak buruk. Sekolah dengan ratusan murid ini terancam ambruk karena sempadan sungai sudah erosi, akibat material sisa erupsi dan banjir dua tahun terakhir ini. Bahkan ada sejumlah sekolah lain di alur sungai yang sama, demikian juga padat aktivitas tambang galian C, lokasi TPA, dan pemukiman.
Berikut rangkuman Focus Group Discussion (FGD) mengenai Kebencanaan dan Edukasi di Karangasem, Bali, Kamis, 20 Juli 2023 di Ruang Rapat BPBD Karangasem. Dikutip dari catatan tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang bertempat di BPBD Karangasem pada Kamis 20 Juli 2023 mengkaji kebencanaan dan edukasi di Karangasem, Bali. Acara ini dihadiri oleh berbagai stakeholder, Kepala Pelaksana BPBD Karangasem, Tim Pengabdian Masyarakat dari Institut Teknologi Bandung, Dinas Sosial Kabupaten Karangasem, Rotary Club of Bali Denpasar, Dinas Pendidikan Kabupaten Karangasem yang diwakili oleh Koordinator Disdikpora Kecamatan Bebandem, dan Bapak Ibu Guru SMPN 3 Bebandem. Acara dimulai dengan sambutan oleh ketua tim pengabdian masyarakat Bapak Dr. Eng. Ir. Asep Saepuloh., S.T., M.Eng dan ketua BPBD Karangasem Bapak Ida Bagus Ketut Arimbawa, dilanjutkan dengan pemaparan materi dari enam pembicara dan sesi tanya jawab.
Sekolah Siaga Bencana Gunung Agung dan Kondisi Terkini (Dr. Eng. Ir. Asep Saepuloh, S.T., .Eng)
SMPN 3 Bebandem, Karangasem, Bali adalah salah satu sekolah yang ada di lereng Gunung Agung (Bali). Sekolah ini berada dalam Kawasan Rawan Bencana III Gunungapi berupa potensi bahaya dari awan panas, abu vulkanik, erosi, longsor dan lahar. Hasil visualisasi drone dapat diketahui bahwa material sungai di sekitar sekolah adalah gravel (natural w/sand) dan sand (dry/water filled) yang memiliki sudut runtuhan (repose of angle) 25°-30° yang bisa dihitung menggunakan rumus trigonometri. Asumsi dengan menggunakan angka 30° sebagai sudut dinding sungai maksimum agar tidak terjadi erosi atau longsoran tebing sungai. Namun pada kenyataannya sudut tebing sungai yang melewati SMPN 3 Bebandem sudah 90° (tegak) sehingga berpotensi tinggi untuk longsor.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2018, 2019, dan 2022, diperoleh perubahan signifikan yang terjadi di area sekolah. Awal luas sekolah adalah 10.000 m2 pada tahun 2018 dan pada akhir tahun 2022 menjadi 9.338 m2.
Dengan menggunakan rumus kecepatan erosi lateral
v = luas kedua area/selang waktu (t)……………………………………………………………………………(1)
di mana v1 = (12.472-11.643)/11,2 = 74,1 m2/bln (tahun 2018 ke 2019=11,2 bulan)
v2 = (11.643-9.338)/40,5 = 56,9 m2/bln (tahun 2019 ke 2022=40,5 bulan)
v3 = (9.338-8.633)/6 = 117,5 m2/bln (tahun 2019 ke 2022=6 bulan)
maka diperoleh hasil kecepatan erosi lateral yang diperoleh antara tahun 2018 ke 2019 (jeda waktu pengamatan = 11,2 bulan) adalah 74,1 m2/bln, tahun 2019 ke 2022 (jeda waktu pengamatan = 40,5 bulan) adalah 56,9 m2/bln, dan tahun 2022 ke 2023 (jeda waktu pengamatan 6 bulan) adalah 117,5 m2/bln. Dari hasil perhitungan kecepatan rata-rata erosi diperoleh bahwa sekolah diperkirakan berpotensi tergerus dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, terdapat tiga rekomendasi, yaitu rekomendasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Rekomendasi jangka pendek adalah penguatan Sekolah Siaga Bencana (SSB), seperti peningkatan kapasitas semua civitas sekolah, penyiapan rute dan evakuasi teraman dan tercepat, peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana dan menyelenggarakan simulasi evakuasi bencana secara berkala.
Rekomendasi jangka menengah yaitu merekayasa/penguatan infrastruktur sekolah, seperti normalisasi kemiringan aman lereng sungai, penguatan dinding sungai, dan kajian Teknik sipil untuk rekayasa bangunan. Selain itu juga dapat pula dengan melakukan rekayasa untuk pengurangan erosi vertikal akibat hidrolik arus air melalui pengurangan kemiringan aliran sungai serta pembuatan penahan erosi vertikal seperti sabo dam berjenjang. Sabo dam berjenjang dibangun untuk dapat menahan pasir namun mengalirkan air agar material yang ada tetap bertahan di posisi awalnya.
Rekomendasi jangka panjang yaitu dengan cara merelokasi sekolah karena berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, dimana kondisi tersebut sangat berbahaya untuk sekolah sehingga relokasi sekolah menjadi salah satu alternatif dalam jangka panjang untuk menanggulangi bencana tersebut.

Sekolah Siaga Bencana Hidrometeorologi di Karangasem (Dr. Edi Riawan., S.Si., M.T.)
Fenomena cuaca ekstrem dapat didefinisikan sebagai fenomena, parameter, dan dampak yang dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, ekonomi, kesehatan, atau kehilangan nyawa. Cuaca ekstrem tidak hanya diukur dari statistik frekuensi kejadian, tetapi juga dapat dari potensi kerusakan yang muncul. Salah satu jenis cuaca ekstrem di Indonesia yaitu hujan lebat dengan intensitas paling rendah 50 mm/24 jam dan/atau 20 mm/jam.
Menurut Aldrian dan Susanto (2003) pola curah hujan musiman di Bali yaitu pola monsunal dimana mengalami puncak pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Pola curah hujan harian di Bali terjadi bisa di siang dan malam hari (Mori dkk., 2004). Berdasarkan data curah hujan dari BMKG Ngurah Rai selama 46 tahun (1972-2017) dapat diketahui bahwa pada tahun 1999 mengalami curah hujan ekstrem dengan intensitas sebesar 312 mm/hari. Selain itu, saat kejadian Oktober 2022 memiliki intensitas tinggi (P20%), dapat terulang lagi dan dapat lebih besar lagi.
Selain itu, laporan terbaru dari pihak sekolah pada bulan Oktober 2022 menyebutkan bahwa kondisi curah hujan yang tinggi di Karangasem saat ini menyebabkan debit sungai semakin tinggi sehingga proses erosi ke hulu semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan tergerusnya halaman sekolah dan meander sungai semakin dekat ke dinding bangunan sekolah akibatnya dapat meningkatkan aktivitas lahar dan menimbulkan potensi bencana baru yaitu hidrometeorologi. Ancaman bencana hidrometeorologi yang sering terjadi yaitu kekeringan, banjir, dan thunderstorm.
Sekolah Siaga Bencana dan Upaya Mitigasi (Dr. Aria Mariany)
Konsep Comprehensive Safe School (CSS) memfokuskan pada tiga pilar untuk keselamatan sekolah, yaitu fasilitas yang aman, manajemen bencana dan tata kelola, serta integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum. Fasilitas yang aman mencakup lokasi dan juga bangunan yang aman terhadap bencana. Manajemen bencana dan tata kelola termasuk di dalamnya kelompok siaga bencana yang melibatkan semua civitas sekolah, mulai dari murid, guru, kepala sekolah, staf sekolah, dan komite sekolah. Juga berjejaring dengan stakeholder terkait lainnya seperti BPBD, Dinas Pendidikan, Dinas PU, dan DPRD. Kebijakan, SOP dan aturan untuk kesiapsiagaan dan mitigasi bencana juga merupakan salah satu upaya dalam pilar manajemen bencana di sekolah.
Upaya mitigasi yang dilakukan dapat berupa upaya mitigasi struktural dan nonstruktural. Akan tetapi, sebelum dilakukan upaya tersebut, perlu dilakukan penilaian mengenai kondisi sekolahnya yang meliputi lokasi, elemen struktural dan non-struktural, serta fungsi dari sekolah itu sendiri.
Rekomendasi jangka pendek yang dapat dilakukan dengan menjadikan sekolah siaga bencana yaitu sekolah yang mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sekolah Siaga Bencana merupakan upaya membangun kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur-unsur dalam bidang pendidikan baik individu maupun kolektif di sekolah dan lingkungan sekolah baik itu sebelum, saat maupun setelah bencana terjadi.
Potensi Kebencanaan di Karangasem dan Penanggulangannya (Ida Bagus Ketut Arimbawa)
Peran dan fungsi BPBD saat situasi tidak terjadi bencana adalah menjalankan fungsi koordinasi dan pelaksana kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, sedangkan saat bencana adalah menjalankan fungsi komando, koordinasi dan pelaksana kegiatan tanggap darurat bencana. Situasi setelah bencana adalah menjalankan fungsi koordinasi dan pelaksana kegiatan pemulihan akibat bencana. Siklus bencana terbagi menjadi 3 bagian yaitu saat pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Ketika pra bencana dilakukan pencegahan dan mitigasi serta kesiapsiagaan, sedangkan saat bencana terjadi dilakukan tanggap darurat. Saat pasca bencana dilakukan pencegahan dan mitigasi serta pemulihan rekonstruksi.
Kabupaten karangasem terdiri dari 8 kecamatan, 75 Desa dan 3 kelurahan. Gambaran umum kebencanaan di Kabupaten Karangasem yaitu sebagai berikut:
? Gempa Bumi
? Letusan Gunung Api Agung
? Banjir Bandang
? Banjir
? Cuaca Ekstrem
? Gelombang Ekstrem dan Abrasi
? Kebakaran Hutan dan Lahan
? Kekeringan
? Tanah Longsor
? Tsunami
? Epidemi dan Wabah Penyakit
? Gagal Teknologi
BPBD dalam mengurangi risiko bencana melakukan 7 target global yaitu meningkatkan ketersediaan informasi dan EWS, kerjasama Internasional, strategi PRB Nasional dan Lokal. Selain itu, mengurangi kerusakan infrastruktur, jumlah kerugian akibat bencana, jumlah penduduk terdampak bencana, dan kematian akibat bencana. Upaya BPBD dalam mewujudkan ‘Karangasem Tangguh Berkelanjutan’ melalui mitigasi bencana yaitu sebagai berikut:
1. Edukasi dan Sosialisasi
? 9012 pelajar (SD,SMP dan SMA/SMK) sampai 2022
? Edukasi kebencanaan sejak dini
2. DESTANA (Desa Tangguh Bencana)
? 10 DESTANA telah terbentuk
? 7 RENKON Desa yang dihasilkan telah kadaluarsa
? Unsur terlibat: Masyarakat, BPBD, DAMKAR, BASARNAS, Kesehatan
3. SAB (Sekolah Aman Bencana)
? 2 SAB terbentuk (Guru, TU dan Pelajar)
? SMA N 1 Amlapura (2018) dan SMK N 1 Amlapura (2019)
? Unsur terlibat:, BPBD, BASARNAS, Kesehatan, Guru, TU dan Pelajar
4. Pembentukan Relawan
? Pada 2019 sudah terbentuk 60 Relawan
? Kegiatan ini bertujuan untuk mengupdate pelatihan di DESTANA
? Unsur terlibat: Masyarakat, BPBD, DAMKAR, BASARNAS, Kesehatan
5. Tim Siaga
? Terbentuk dari berbagai unsur (TNI, ASN dan Masyarakat
? Tujuan adanya Tim Siaga untuk melaksanakan pencegahan dengan cara mengurangi atau menghilangkan risiko bencana di Kab. Karangasem
6. Peringatan Dini
? Kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan dampak bencana
? Dengan memberikan informasi secepat-cepatnya ke pihak yang terancam
? Tim Peringatan Dini Kabupaten Karangasem terdiri dari KAWIL, Staf Kecamatan dan Masyarakat
7. Mitigasi cuaca ekstrem dan pemangkasan pohon oleh DLH
8. Membuat peta risiko bencana
9. Mitigasi struktural
Peran Disdik dalam Kurikulum Kebencanaan di Sekolah (Ida Bagus Made Suta Susila)
Disdik juga berperan dalam merespon kejadian bencana yang terjadi di sekolah.
Peran Dinsos dalam Kontigensi Bencana (I Komang Daging, S.Sos., M.Si.)
Program Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Karangasem pada Bidang Rehabilitasi Sosial Dan Penanganan Bencana berdasarkan Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 dan Kepmendagri Nomor 050/3078/Tahun 2020 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah:
1. Program Penanganan Warga Negara Migran Tindak Kekerasan
2. Program Rehabilitasi Sosial
3. Program Perlindungan dan Jaminan Sosial
4. Program Penanganan Bencana
Program Penanganan Bencana yaitu meningkatnya upaya pencegahan dan kesiapsiapsiagaan menghadapi resiko bencana serta mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan dan bencana dan pemenuhan dan fasilitas bantuan sosial bencana dan pasca bencana.
Pengurangan resiko bencana atau mitigasi sebelum Terjadi Bencana antara lain melalui :
1. Penyelenggaraan pelatihan bersama terkait potensi bencana di wilayah sekitar
2. Penyediaan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam rangka pengurangan resiko bencana
3. Pembentukan KSB dan Lumbung Sosial (Ds Jungutan, Sebudi, Triekabuana, Bunutan dan Purwakerti)
4. Pelatihan dasar/lanjutan manajemen, Pelatihan Dapur Umum Lapangan, pelatihan teknis kebencanaan, gladi dan simulasi bencana
Tanggap darurat atau saat terjadi bencana dilakukannya :
1. Kaji cepat terhadap cakupan wilayah yang terkena, jumlah korban dan kerusakan
2. Kebutuhan sumber daya, ketersediaan sumber daya serta prediksi perkembangan situasi ke depan
3. Pencarian, penyelamatan dan evakuasi warga masyarakat yang terkena bencana
4. Penyediaan dapur umum
5. Pemenuhan kebutuhan dasar berupa air bersih, sandang, pangan dan layanan kesehatan termasuk kesehatan lingkungan
6. Penyediaan tempat penampungan/hunian sementara
Pada situasi pasca bencana masyarakat/relawan dapat membantu dalam kegiatan pengumpulan dan pengolahan data kerusakan dan kerugian dalam sektor perumahan, infrastruktur, sosial, ekonomi dan lintas sektor. Relawan juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non fisik dalam masa pemulihan dini.
Tanggapan peserta:
I Gede Pawana (FPRB Karangasem)
Sabo merupakan langkah yang lebih efektif dibandingkan dengan pemindahan sekolah. Fungsi sabo untuk memperlambat aliran dengan biaya yang tidak terlalu besar menjadi pilihan, karena pemindahan sekolah membutuhkan dana yang lebih besar. Namun, hal ini menjadi pertimbangan jika luapan aliran mengarah ke TPA, sehingga harus segera diambil tindakan agar alur dari aliran sudah melewati titik awal. Harapan ke depannya adalah anggaran pemerintah cukup untuk melakukan proses pembetonan pada dasar dapat dilakukan dan dibuatnya bendungan-bendungan di sekitarnya.
Kepala Sekolah SMPN 3 Bebandem, Karangasem.
Rekomendasi dari hasil kajian ini diharapkan dapat disampaikan kepada pihak sekolah melalui Kepala Sekolah SMPN 3 Bebandem, Karangasem. Kondisi fisik SMPN 3 Bebandem saat ini memiliki tanggul yang sudah roboh. Lalu kondisi aliran sungai yang derah ke arah bawah. Harapan sebagai warga sekolah adalah mendapatkan rekomendasi untuk penanganannya dan pencegahan yang lebih pasti. Saat ini, terdapat 3 bangunan yang masih dikosongkan. Bangunan pertama terdiri dari 2 ruangan (R. Komputer) dan Lab IPA. Bangunan yang kedua adalah bangunan yang dimanfaatkan untuk R. OSIS dan penyimpanan alat kesenian. Bangunan ketiga di sebelahnya sudah di tutup total. SMPN 3 Bebandem terdiri dari 11 kelas dengan jumlah murid sekitar 300 siswa, sehingga perlu penanganan yang tepat dan segera.
Pak I Nyoman Teguh Saputra (Perangkat Desa Bebandem)
Saya merasa prihatin dengan apa yang terjadi di SMPN 3 dalam hal penanggulangan ataupun cara kita menghadapi ancaman bencana tersebut. Dari semua unsur, saya setuju dengan pendapat sebelumnya, tetapi galian C di sebelah selatan masih terus beroperasi dengan kedalamannya yang tidak terukur. Dulu sungainya masih sangat dangkal, tetapi saat ini sudah dalam. Bencana alam memang bersumber dari alam dan manusia, tetapi galian-galian dengan kedalaman hingga 40 meter dapat mengakibatkan tanah yang tergerus. Ketika kita bekerja sama dengan penambangan, kami mohon dinas-dinas yang terkait dapat mendengar masukan/saran terhadap SMPN 3 dan perumahan di sekitar nya ke utara.
Asep Saepuloh
Pihak ITB sebatas menyampaikan hasil kajian dan beberapa rekomendasi saja. Keputusan penangangan dikembalikan kepada pihak yang terkait dengan mempertimbangkan semua aspek dengan baik. Meskipun demikian, faktor keselamatan sudah sewajarnya menjadi prioritas bersama untuk dikedepankan.
Berdasarkan hasil diskusi, rekomendasi yang paling efektif adalah sabo dam. Namun, sabo dam memiliki keterbatasan yaitu beda kemiringan antara hulu dan hilir yang semakin tinggi maka sabo dam yang dibuat harus cukup dalam agar tidak berpindah/tergelincir. Sabo dam dapat tergelincir jika kemiringan hulu dan hilir semakin tinggi dan jumlah air yang membawa material cukup banyak. Selain itu, rekomendasi lainnya adalah Retrofitting (penguatan bangunan) sekolah. Retrofitting menjadi alternatif jika relokasi sekolah atau pengaturan aktivitas penggalian sulit untuk dilakukan. Hasil rekomendasi juga disampaikan oleh Kepala Sekolah SMPN 3 Bebandem.
I’m now not positive where you are getting your info, however good topic. I needs to spend a while studying more or working out more. Thank you for great information I used to be on the lookout for this information for my mission.