Hampir tiap hari puluhan speedboat parkir di Pantai Mertasari, Sanur.
Mereka menunggu turis menuju Nusa Penida. Menuju spot-spot lokasi dua hewan laut Pari Manta dan Mola-Mola yang menjadikan kawasan ini sebagai salah satu jalur migrasi di perairan Nusantara.
Sejumlah rombongan terlihat dibrifing oleh guide lokal sebelum naik kapal. Mereka dijelaskan sekilas tentang Pulau Nusa Penida, cuaca saat itu, dan apa saja spot yang akan menjadi lokasi penyelaman atau snorkeling.
Di sudut lain, buruh pengangkat alat-alat selam sibuk mengumpulkan dan mengangkat ke dalam speedboat. Tiap dive guide juga menyewakan baju selam beragam ukuran sesuai berat badan. Disediakan juga alat standar snorkeling seperti masker, fin, snorkel. Tapi untuk peralatan khusus seperti masker mata minus atau plus, sebaiknya membawa sendiri karena sangat tergantung ukuran dan gangguan mata.
Masalahnya atraksi ini akan sangat tergantung penglihatan terlebih di bawah air. Bayangkan jika sudah di permukaan air dengan terumbu karang, ikan-ikan cantik, dan pari manta namun tak tertangkap mata?
Salah satu rombongan adalah tim peneliti Conservation International (CI) Indonesia yang melakukan manta tagging. Melontarkan tag ke manta untuk mengetahui jalur migrasi, estimasi populasi, dan lainnya demi kelestarian spesies yang sudah dilindungi ini.
Kapal dan guide dari Bali International Diving Professionals (BIDP) menuju Selatan, ujung Pulau Nusa Penida. Arus laut sangat kuat dengan gelombang tinggi sepanjang penyeberangan dari Sanur menuju pesisir Nusa Penida. Awak kapal beberapa kali mengatur mesin agar kapal bisa berdaptasi dengan gelombang.
Setelah 30 menit perjalanan, sampai di pinggir pulau dan ombak sudah mereda. Ada sejumlah pulau kecil di tengah laut. Hanya sedikit area pantai yang terlihat. Sisanya ombak yang langsung menabrak pulau ini. Kondisi terumbu karang di sejumlah lokasi cukup terjaga sehingga banyak sekali spot snorkeling di sini.
Tiba di spot pertama, ada sejumlah speedboat parkir dengan awaknya. Sementara turis sedang turun berusaha menemukan atraksi bawah laut. Pari manta bisa dijumpai sepanjang tahun, namun saat musim liburan Juni-Agustus atau jelang tahun baru kawasan ini akan sangat ramai.
Awak kapal yang datang duluan memberi kode pada speedboat yang baru datang jika tak ditemukan pari manta di bawah. Dengan jari tangan memperlihatkan angka 1, 2, atau seterusnya. Jika sepi manta, speedboat yang baru datang langsung melanjutkan ke spot berikutnya. Ada 3 spot yang direkomendasi guide di sini.
Di spot kedua, peneliti CI turun karena terlihat ada sedikitnya 7 manta berputar-putar di kawasan cleaning station kesukaan ikan ini. Dari atas kapal, kadang terlihat berkelabatan karena mereka suka berenang di permukaan.
Pari manta oseanik (Manta birostris) dapat memiliki lebar dari ujung sayap ke sayap mencapai 7 m dan sanggup melakukan migrasi jarak jauh hingga ribuan kilometer. Di Indonesia, manta oseanik secara utama dijumpai di Raja Ampat (oleh wisatawan selam) dan di Lesser Sunda, di wilayah Lombok dan Sumbawa di bagian timur Lembata. Di wilayah-wilayah yang disebutkan belakangan inilah manta oseanik diburu untuk pelat insangnya.
Pari manta karang (Manta alfredi) memiliki ukuran yang lebih kecil (lebar sayap ke sayap maksimum mencapai 5 m) dan lebih sering dijumpai oleh penyelam, karena spesies mantaini menghabiskan banyak waktunya untuk makan di wilayah terumbu karang. Telah terdapat 4 wilayah dengan wisata manta yang telah berjalan di Indonesia, termasuk Raja Ampat, Komodo, Berai (Kalimantan Timur), dan Nusa Penida (Bali).
Peneliti CI Indonesia Abraham Basani Sianipar, bidang Elasmobranch atau spesialis ikan bertulang lunak seperti hiu dan pari menyelam bersama rekannya memotret dan melontarkan pemindai ke Pari Manta. “Ini biasa disebut photo ID, dimana memang tiap-tiap individu manta memiliki pola totol-totol yang unik untuk masing-masing individu dan tidak akan berubah seumur hidupnya, seperti sidik jari pada manusia,” kata pria ini.
Setiap tag akan terpasang pada periode minimal 6 bulan, namun CI juga memperkirakan bahwa edisi terbaru dari tag SPLASH10 yang dikembangkan oleh Wildlife Computer dapat bertahan hingga 1 tahun.
Pada bulan Juli dan September 2014, tim yang terdiri dari CI Indonesia, KKJI, Balitbang-KP, BPSPL (Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut) Denpasar dan Manta Trust, 7 buah tag satelit dipasang di manta yang berenang di Manta Bay dan Manta Point, Nusa Penida.
Dari total 7 ekor manta yang dipasangi, 3 ekor betina yang hamil, 3 ekor jantan dewasa, dan 1 merupakan jantan muda/remaja. Diharapkan dapat menggambarkan populasi manta di Nusa Penida dan di area mana jalur migrasi yang mengancam karena perburuan.
Salah satu hasil pengamatan, terjadi manta mating train (kereta perkawinan manta), seekor manta betina paling depan, diikuti beberapa ekor manta jantan yang tertarik. Apabila sudah memasuki musim kawin, seekor betina biasanya berenang di sekitar cleaning station yang disukai, dan disana telah menunggu beberapa ekor jantan yang mengikuti betina dari belakang.
Para turis diminta tak memegang ikan walau sedekat apapun. Itu akan membuatnya tak nyaman terlebih jika sedang musim kawin dan akan pergi ke kawasan lain. Dan ini tentu saja meresahkan industri pariwisata karena manta liar jauh lebih bernilai ekonomi dibanding ditangkap untuk pangan. [b]