Hari pertama Joyland Fest di Peninsula Island, sebuah titik yang cukup terpencil di kompleks modern dan privat di Nusa Dua, Bali. Hari ini saya tidak punya agenda khusus selain menonton Paradise Bangkok Molam International Band – biasa disingkat Paradise Bangkok, grup musik asal Thailand yang beranggotakan Kammao Perdtanon (Phin), Sawai Kaewsombat (Khaen), Piyanart Kradsiri Jotikasthira (bass dan gitar), Phusana Treeburut (drum), Chris Menist (perkusi and electronics) dan DJ Maft Sai (perkusi).
Berawal dari tawaran panitia acara, saya mengiyakan tawaran itu setelah melakukan beberapa riset kecil, termasuk meyakinkan diri kalau saya cukup mampu bertutur dalam Bahasa Inggris.
Paradise Bangkok berawal dari sebuah proyek pribadi seorang Nattapon Siangkuson – lebih dikenal dengan DJ Maft Sai – dalam mengoleksi rekaman fisik, mulai dari Molam, dub, reggae, sampai rock Thailand 60-70an. Dari sanalah gagasan untuk mengangkat kembali musik Molam dan menggabungkan dengan berbagai genre favoritnya lewat Paradise Bangkok lahir.
Molam adalah musik tradisional yang berasal dari kawasan Isan, bagian timur laut Thailand. Isan berbatasan dengan Laos, yang kemudian membuat Molam menjadi seperti identitas bersama antara Thailand dan Laos. Ciri khas dari Molam adalah penggunaan Khaen, alat musik tiup melodis yang terbuat dari bambu, dan Phin, instrument serupa gitar khas Isan.
Penat plus was-was saat melewati jam demi jam menuju tampilnya Paradise Bangkok. Sambil bertemu beberapa teman, saya berusaha menenangkan diri sambil berjalan-jalan menikmati suasana acara. Iseng lihat Summer Salt, kemudian ikut baper bersama Yura Yunita, akhirnya saat itu tiba, pindah ke panggung pinggir pantai tempat Paradise Bangkok manggung. Berbekal pengetahuan sepintas tentang warna musik mereka lewat Spotify, Youtube, dan kanal musik lain, saya berekspektasi bahwa penampilan mereka akan cukup mengasyikkan.
Dan, ya, benar saja. Apa yang saya lihat langsung, sesuai dengan suasana yang saya dapat di kedua streaming platform itu. Tanpa banyak bicara, para penonton langsung diajak berdansa lagu demi lagu.
Tiap irama yang disajikan pun otomatis membuat tubuh bergoyang. Kanmao Perdtanon pun menjelma Guitar Hero dengan Phin-nya. Memang bukan yang paling menguasai panggung, tapi dia cukup keren dengan sesekali berinteraksi dengan penonton sambil bersolo ria. Aksi masing masing personil memang tidak ada yang benar-benar akrobatik – jika yang ada di bayangan anda adalah ngamuknya Jonny Greenwood atau The Dillinger Escape Plan – mereka terlihat kalem, tapi beat demi beat yang dimuntahkan punya kemampuan untuk membuat tubuh penonton ikut naik turun sesuai pengalaman dan pengetahuan masing-masing.
Ada yang jingkrak-jingkrak khas pengunjung klab malam, ada yang tiba-tiba tari Tor-tor, ada juga yang malah senam aerobik. Kita semua seperti kesurupan tapi untung masih bisa nari. Mungkin karena secara ciri khas musikal kita memiliki kesamaan? Saya tidak tahu pasti. Yang jelas itu menjadi bahan bakar yang cukup untuk mengapresiasi mereka secara langsung.
Oh ya. Semua nomor yang dimainkan dan juga yang tersedia di tiap platform yang saya sebut di atas, merupakan lagu-lagu instrumental. Jadi kita bisa benar-benar fokus dengan nada dan irama yang tersaji. Tidak ada kewajiban untuk menghafal lirik atau bahkan membuat kajian tentang makna lirik. Tidak. Goyang saja.
Musik-musik Paradise Bangkok akan cocok buatmu yang:
- Gampang goyang saat mendengarkan Bagus Wirata, Ndarboy Genk, atau Nyong Franco,
- Memutar The Great Gig in The Sky berulang-ulang,
- Menyukai kejutan beat Bombay Bicycle Club,
- Akrab dengan film-film aksi Steven Seagal.
Penampilan mereka pun usai dan sambil menunggu mereka beristirahat, saya bergegas ke ruang wawancara. Berikut wawancara saya dengan Paradise Bangkok:
Felixrio (FR): Bagaimana acaranya?
DJ Maft Sai (MS): Ya, bagus. Kami menikmatinya.
FR: Baik, saya Rio dari BaleBengong.id, sebuah media jurnalisme warga. Jadi, saya ingin melakukan beberapa wawancara untuk kalian. Pertama-tama, selamat datang di Indonesia, ini pertama kali kalian datang ke sini?
MS: Saya datang ke Bali untuk menjadi DJ sebelumnya tapi ini pertama kalinya datang ke sini sebagai sebuah band. Jadi, terima kasih.
FR: Ah, ya, sama-sama. Ini pertama kalinya saya mengenal musik Molam juga, jadi terima kasih telah memperkenalkan saya pada musik Anda. Ini mungkin pertanyaan yang sangat mendasar tetapi bisakah Anda menjelaskan kepada kami para pendengar pertama, apa itu musik Molam?
MS: Molam adalah musik yang berasal dari timur laut Thailand. Wilayah itu disebut Isan yang berbatasan langsung dengan Laos. Instrumen utama di samping band adalah Phin dan Khene/Khaen (organ bambu).
FR: Dari apa yang saya pelajari, Anda menggabungkan musik tradisional Anda dengan ketukan yang dance-able dari musik modern. Apakah Anda memiliki misi sosial tertentu dari menggabungkan keduanya?
MS: Saya pikir sebenarnya tidak ada misi budaya atau semacamnya, tapi lebih seperti mengoleksi sesuatu yang kita sukai. Sebelum saya memulai proyek ini, kami mengumpulkan musik Molam dan semua rekaman dari tahun 60-70an dalam waktu yang lama, dan kami ingin menciptakan bunyi baru Molam dari rekaman-rekaman yang kami nikmati. Jadi, menurut saya ada kombinasi gaya yang berbeda; rock, dub, disco, segala macam genre yang masuk, dan kami padukan dengan Molam.
FR: Jadi intinya, itu kombinasi dari semua jenis musik?
MS: Lebih ke hal/genre yang kita nikmati. Sebenarnya tidak ada misi bahwa jika kita akan melakukan ini maka kita harus melakukan itu. Saya pikir itu hanya untuk diri kita sendiri.
FR: Pernah dapat feedback atau apresiasi dari pendengar Indonesia sebelum ini tentunya?
MS: Sebelum kami datang ke Indonesia atau Bali atau Jakarta, sebagai DJ, saya juga memainkan musik Molam, banyak orang tertarik dan menikmatinya. Saya pikir ini adalah pertama kalinya kami datang dengan seluruh band untuk tampil live yang kami lakukan sejauh ini dan cukup senang karenanya. Dan tidak hanya orang-orang di sekitar Eropa juga, terkadang di beberapa kota ada orang dari Indonesia yang datang untuk melihat pertunjukan kami juga, jadi ada beberapa pertunjukan dimana saya bertemu orang-orang dari Jakarta yang datang untuk menikmati pertunjukan kami.
FR: Tentang skena musik lokal, apakah pernah mendengar sebelumnya?
MS: Banyak rekaman yang saya beli dari Jalan Surabaya dan Blok M di Jakarta. Saya familiar dengan psychedelic rock tahun 70-an atau musik tradisional seperti Sunda, itu salah satu musik favorit saya. Gamelan dan gambus juga.
FR: Apa pendapat Anda tentang itu?
MS: Saya pikir itu banyak hal menarik yang muncul di masa lalu. Maksud saya, bagi saya ini semua tentang menemukan suara yang menarik. Saya tidak tahu mengapa mereka menggabungkan suara tertentu dan saya pikir itu sangat kreatif karena musik Thailand dari tahun 70-an mencampurkan musik lokal dengan instrumen barat dan menghasilkan sesuatu. Apa yang kami lakukan, pernah juga dilakukan orang Indonesia di 70-an. Saya yakin masih banyak orang yang melakukan hal yang sama, hanya dengan cara yang berbeda.
FR: …dan itu sangat menarik kan?
MS: Ya.
FR: Dan pertanyaan terakhir adalah: ini pertama kali Anda datang ke Bali, apakah Anda memiliki kesan tentang Bali sejauh ini? Dan apakah Anda memiliki ekspektasi atau pemikiran sebelumnya sebelum Anda datang ke sini?
MS: Anda tahu saya datang ke Bali sebelum ini, saya tahu suasananya, tetapi ini adalah pertama kalinya berada di daerah ini, biasanya saya daerah lain seperti Potato Head, tetapi di sini juga asyik dan alamnya bagus juga. Untuk kesan pertama mungkin saya harus bertanya padanya (Arm/Phusana Treeburut/drummer).
FR: Oh, jadi ini pertama kalinya?
Phusana Treeburut (ARM): Saya sangat menikmatinya, saya berjalan di sekitar festival sebelum manggung dan cukup terkejut bahwa banyak orang muncul dan tampak senang dengan pertunjukan kami dan berbagi energi kembali kepada kami dan kami bersenang-senang. waktu yang menyenangkan dengan orang banyak.
FR: Dan Anda menikmatinya, tentu saja.
ARM: Ya, sangat menikmatinya. Saya harap kami bisa kembali ke sini lagi.
FR: Saya sangat berharap kalian bisa kembali dalam waktu dekat. Terima kasih banyak telah menunjukkan musik Anda kepada orang Indonesia di sini.